Bram, lelaki yang berperawakan tinggi besar, berwajah dingin, yang berprofesi sebagai penculik orang-orang yang akan memberi imbalan besar untuk tawanan orang yang diculiknya kali ini harus mengalah dengan perasaan cintanya.Ia jatuh cinta dan bergelora dengan tawanannya. Alih-alih menyakiti dan menjadikan tawanannya takut atas kesadisan. Dia malah jatuh cinta dan menodai tawanannya atas nama nafsunya. Ia mengulur waktu agar Belinda tetap jadi sandranya. walaupun harus mengembalikan uang imbalannya dan ancaman dari pembunuh bayaran ketiga, dia tidak peduli. malam itu dia menodai Belinda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CACASTAR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BIBIT UNGGUL
Bram mengayunkan kapaknya beberapa kali, baju kemeja panjangnya basah oleh keringat. Keringat mengucur di keningnya. Begitu juga dengan badannya. Dada, punggung, dan perutnya berkeringat.
Bram menghentikan kegiatannya, ia lalu membuka kemejanya. Otot-otot di perut dan dadanya yang kekar terlihat jelas. Kulitnya kecoklatan berpadu dengan otot-ototnya yang kekar.
Mata Belinda yang tadi berbinar oleh bunga-bunga yang indah, langsung beralih melihat pemandangan indah pagi hari itu. Jika dia tidak mau ikut, mungkin dia tidak akan melihat pemandangan indah ini.
Bram lalu mengelap keringatnya yang mengucur di badan dengan kemejanya, badannya, lehernya, pergelangan tangannya, lalu menjatuhkan baju itu ke bawah, mengenai bawah pohon.
Belinda lalu berlari mendekat, ia lalu meraih baju Bram yang dijatuhkan Bram tadi. Belinda menciumnya, mendekatkan ke wajahnya, menciuminya lagi. Dia seperti menghirup aroma tubuh Bram.
Pemandangan indah itu membuat kaki tangannya jadi salah tingkah, ia sedikit takjub melihat pemandangan itu.
Ia bersiul-siul. Sepertinya dia harus menyingkir dari romansa mereka berdua. Dia ingin bosnya ada ruang untuk berdua dengan nona Belinda.
"Bos saya ke sana dulu, Bos.
"Saya ingin buang air kecil."
"Ya, pergilah!"
Bram melanjutkan mengayunkan kapaknya.
Belinda yang sedari tadi menciumi baju kemeja Bram, sejurus kemudian mencari kupu-kupu yang terbang di sekitar sana, sembari memegangi baju Bram.
Belinda merasa agak letih, kini ia membaringkan badannya di atas rumput ilalang itu. Badannya yang kecil terlihat hampir tenggelam di antara rumput-rumput itu. Diciuminya lagi baju kemeja Bram, aroma rokok, kopi,dan kayu mahoni bercampur di baju Bram. Bau lelaki ujarnya.
Dia menatap langit-langit, sembari menatap Bram yang sedang melakukan pekerjaannya menebang batang pohon itu. Dia terpesona melihat Bram yang keren, bagaikan tiang istana yang kokoh dan megah.
"Brammm..."
"Hemmmm."
"Kenapa kamu jadi mafia?"
"karena hidupku miskin sedari kecil."
Ia mengayunkan kapaknya kembali, dan beberapa bentuk cekungan terbentuk yang membuat batang pohon itu lebih mudah untuk dihancurkan.
"Pasti dulu hidupmu susah sekali?"
"Ya, begitulah."
"Apakah ayah ibumu masih ada?"
"Tidak, mereka telah meninggal."
"Ayahku meninggal dalam wabah campak, semetara ibuku meninggal setelah melahirkan adik lelakiku."
"Lalu, adik lelakimu ke mana sekarang, Bram?"
Bram menghentikan pekerjaannya, mengelap keringat di keningnya.
"Dia mati tertembak, sekarang aku sebatang kara."
"Sekarang aku hanya punya mereka, kaki tanganku dan juga kau."
"Kamu tidak menyesal telah membunuh banyak orang?"
Bram menghentikan pekerjaannya. melihat pada perempuannya yang sekarang terbaring tidur menikmati keindahan alam dan angin semilir pagi itu. Ia agak letih juga, apalagi sedari tadi Belinda banyak sekali bertanya, mengganggu konsentrasinya bekerja.
Ia membuang kapaknya ke bawah lalu berjalan perlahan ke arah Belinda. Dia tidur di samping Belinda, Belinda tersenyum melirik padanya.
"Aku tidak tahu apakah God mengampuniku."
"Atau para sanderaku akan menarik sumpahnya dan memaafkanku."
"Entahlah."
"Aku hanya menjalani takdir hidup."
"Bram, how poor you're."
Belinda menatap kasihan pada kekasihnya itu.
Bram mulai mendekat pada badan Belinda, ia mulai merapatkan badannya, merapatkan badannya pada gadis itu, dan kini ia menindih badan Belinda. Kini badan Belinda yang mungil sudah ada dalam tindihan Bram. Bram merapatkan badannya ke tubuh Belinda menciumi leher jenjang Belinda. Belinda kegelian dan tertawa kecil. Bram menatap Belinda.
"Kamu harus bersyukur punya kehidupan sedari kecil bergelimang harta."
"Ya, Bram."
"Banyak gadis seusiamu harus jual diri atau bekerja jadi pekerja kasar karena kehidupannya yang keras."
Belinda menatap pada mata Bram.Belinda melihat dari bawah badan Bram seperti berkilau-kilau. Wajahnya bercahaya, kulitnya yang hitam kecoklatan berkilau terkena panas matahari. Bram tampan sekali. Rambutnya hitam kecoklatan. Rahangnya keras dengan brewok tipis menghiasinya.
Bram lalu mulai merapatkan kembali badannya ke badan Belinda. Keringatnya yang mengucur di badan kini menetes ke badan Belinda. Menyatu dengan kulit Belinda. Bram seakan mengelapkan keringatnya yang membasahi badannya ke badan Belinda. Baju Belinda Basah terkena keringat Bram.
Bram mulai memeluk erat Belinda, dia mencium aroma cerry dari mulut Belinda. Belinda kegelian dipeluk Bram. Apalagi bagian perutnya yang di tengah. Sudah 23 hari sepertinya ia hidup bersama Bram, sudah seperti suami istri, dia menjalani hidup bersama Bram di beberapa hari itu seperti mommy dan Daddynya. Dari tidur bersama, makan bersama, berjalan bergandengan, dan lainnya.
Aah Bram, bahagia sekali bisa bertemu denganmu, kamu hadir ke muka bumi ini memberi pelajaran baru padanya. Tentang banyak hal. Tentang cinta, tentang memecahkan masalah, tentang meredakan emosi, tentang berpetualang, dan tentang memilih barang belanjaan yang penting-penting saja, atau tentang dunia mafia yang kejam. Bram membuatnya mendapat wawasan baru. Bram begitu mempesona. Bram begitu mempesona bagi Belinda.
Pesona Bram kekasihku, mengalihkan duniaku.