Aurora terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya berada di dunia asing yang begitu indah, penuh dengan keajaiban dan dikelilingi oleh pria-pria tampan yang bukan manusia biasa. Saat berjalan menelusuri tempat itu, ia menemukan sehelai bulu yang begitu indah dan berkilauan.
Keinginannya untuk menemukan pemilik bulu tersebut membawanya pada seorang siluman burung tampan yang penuh misteri. Namun, pertemuan itu bukan sekadar kebetulan—bulu tersebut ternyata adalah kunci dari takdir yang akan mengubah kehidupan Aurora di dunia siluman, membuatnya terlibat dalam rahasia besar yang menghubungkan dirinya dengan dunia yang baru saja ia masuki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wardha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perpustakaan Bintang
Gerbang Bintang terbuka perlahan, mengeluarkan cahaya keemasan yang berpendar seperti bintang di malam hari. Aurora dan Raviel melangkah masuk, merasakan udara yang tiba-tiba menjadi lebih ringan, seolah-olah mereka melangkah ke dalam ruang yang berada di luar dimensi dunia biasa.
Di depan mereka, terbentang Perpustakaan Bintang—sebuah tempat yang luar biasa luas, dengan rak-rak buku raksasa yang mengambang di udara, tangga spiral yang berkelok-kelok menuju langit-langit yang dipenuhi galaksi kecil, dan cahaya bintang yang menyelimuti setiap sudutnya.
"Tempat ini ... luar biasa," bisik Aurora, tak bisa menyembunyikan kekagumannya.
Raviel mengangguk. "Aku belum pernah melihat sesuatu seperti ini sebelumnya."
Langkah mereka bergema saat mereka berjalan lebih dalam ke perpustakaan. Tak ada penjaga, tak ada suara selain bisikan halus dari halaman-halaman buku yang terbuka sendiri, seolah-olah membaca dirinya sendiri.
Namun, di tengah ruangan utama, berdiri sosok berjubah putih dengan mata berkilauan seperti bintang.
"Selamat datang, Aurora, Sang Garuda Emas, dan Raviel, Sang Pengembara Angin."
Aurora dan Raviel saling berpandangan.
"Siapa kau?" tanya Aurora dengan hati-hati.
Sosok itu tersenyum tipis. "Aku adalah Penjaga Perpustakaan Bintang. Aku telah menunggumu sejak lama, Aurora."
Aurora mengerutkan kening. "Menungguku?"
Penjaga itu mengangguk. "Ya. Karena hanya kau yang bisa membuka Buku Takdir Garuda—kitab emas kuno yang menyimpan kebenaran tentang asal-usulmu, tentang Garuda Emas, dan tentang musuh yang akan kau hadapi."
Aurora menelan ludah. Inilah alasan mereka datang ke sini.
"Di mana buku itu?"
Penjaga itu mengangkat tangannya, dan dari atas, sebuah buku besar berwarna emas turun perlahan, bersinar lembut. Sampulnya dihiasi dengan ukiran berbentuk sayap garuda dan simbol-simbol kuno yang berdenyut dengan energi magis.
Aurora mengulurkan tangannya. Begitu jari-jarinya menyentuh permukaan buku itu, ia merasakan sesuatu mengalir ke dalam dirinya—kenangan yang bukan miliknya, tetapi terasa begitu familiar.
Saat ia membuka halaman pertama, cahaya keemasan menyelimuti mereka.
Dan dunia di sekitar mereka berubah.
Aurora berdiri di tengah hamparan langit, tetapi ini bukan langit yang ia kenal.
Di bawahnya, sebuah kerajaan megah melayang di antara awan, jauh lebih besar dari Aetheroin, dengan menara emas menjulang tinggi dan burung-burung garuda raksasa yang terbang bebas di udara.
Namun, di kejauhan, kabut hitam mulai menyelimuti langit.
Tiba-tiba, suara pekikan nyaring terdengar, diikuti dengan kilatan cahaya merah yang menghancurkan sebagian kota.
Perang telah dimulai.
Di tengah kehancuran itu, Aurora melihat sosok seorang wanita—tinggi, anggun, dengan sayap emas yang sama seperti miliknya. Matanya memancarkan ketegasan, tetapi juga kesedihan mendalam.
"Ibu," bisik Aurora.
Wanita itu melawan dengan gagah berani, tetapi pasukan kegelapan yang dipimpin oleh sesosok pria berzirah hitam terlalu kuat.
Aurora menahan napas. Ia mengenal pria itu—pemimpin Penghancur Takdir.
Sang Ratu Garuda berusaha menutup gerbang antara dunia mereka dan dunia manusia, tetapi serangan terakhir dari pria berzirah hitam itu membuatnya jatuh.
Dalam detik-detik terakhirnya, Sang Ratu mengangkat tangan dan menciptakan portal kecil.
Dan di dalam portal itu ... seorang bayi mungil dengan mata keemasan tertidur dalam dekapan selendang sutra.
Aurora tertegun.
Bayi itu adalah dirinya.
Ibunya mengorbankan dirinya untuk menyelamatkannya, mengirimnya ke dunia manusia agar tidak ditemukan oleh Penghancur Takdir.
Dan saat kerajaan itu runtuh dalam lautan api, dunia kembali gelap.
Kembali ke Perpustakaan
Aurora tersentak, kembali ke kenyataan.
Buku di tangannya masih terbuka, tetapi kini ia menggigil. Air matanya jatuh tanpa ia sadari.
"Jadi ... itulah kebenarannya," bisik Raviel, yang juga melihat semuanya.
Penjaga Perpustakaan menatap mereka dengan mata penuh kebijaksanaan. "Sekarang kau mengerti, bukan?"
Aurora mengepalkan tangannya. "Penghancur Takdir ... mereka bukan hanya musuh biasa. Mereka adalah penyebab kehancuran kaum Garuda Emas."
Dan lebih dari itu.
Mereka masih mengincarnya.
Penjaga Perpustakaan mengangguk. "Mereka percaya bahwa darah Garuda Emas adalah satu-satunya hal yang dapat menghentikan mereka. Itulah mengapa mereka ingin memusnahkan keturunan terakhirnya ... yaitu kau, Aurora."
Aurora menatap buku di tangannya. Sekarang, ia tahu siapa dirinya.
Ia tahu kenapa ia disembunyikan di dunia manusia.
Dan ia tahu, bahwa perang ini belum berakhir.
Namun, sebelum ia bisa berbicara, tiba-tiba ....
Perpustakaan Bintang bergetar hebat.
Cahaya bintang meredup, dan dari bayang-bayang rak buku, muncul suara yang mengerikan.
"Akhirnya kutemukan kau, Sang Garuda Emas."
Dari kegelapan, sesosok pria dengan jubah hitam dan mata merah menyala melangkah maju.
Penjaga Perpustakaan terkejut. "Tidak mungkin, bagaimana mereka bisa masuk ke sini?"
Aurora dan Raviel langsung bersiaga.
Musuh telah datang.
Dan kali ini, tak ada tempat untuk lari.
Cahaya bintang yang sebelumnya menyinari perpustakaan kini redup, digantikan oleh aura gelap yang menyebar dari sosok berjubah hitam di hadapan mereka. Mata merahnya bersinar tajam, seolah menembus jiwa siapa pun yang menatapnya.
"Sang Garuda Emas. Kau telah bersembunyi cukup lama."
Aurora mengepalkan tangannya, mencoba menekan ketakutan yang mulai merayap di hatinya.
Raviel menghunus pedangnya. "Siapa kau?"
Sosok itu melangkah maju, bayangannya memanjang di lantai perpustakaan yang berkilauan.
"Aku adalah Vardos, tangan kanan Pemimpin Penghancur Takdir. Dan aku datang untuk mengambil nyawamu."
Tanpa peringatan, Vardos mengangkat tangannya. Gelombang energi hitam melesat ke arah mereka, menghancurkan rak-rak buku di sekelilingnya.
Aurora dan Raviel melompat ke arah yang berlawanan, menghindari serangan itu tepat waktu. Namun, ledakan energi tersebut menciptakan pusaran angin yang menyapu seluruh ruangan.
"Aurora, kita harus keluar dari sini!" seru Raviel.
Aurora menatap buku di tangannya—Buku Takdir Garuda—satu-satunya kunci yang bisa memberi mereka jawaban lebih lanjut. Ia tidak bisa membiarkannya jatuh ke tangan musuh.
"Aku tidak akan lari!" Aurora mengepakkan sayap emasnya, menciptakan perisai cahaya yang melindungi mereka dari serangan berikutnya.
Vardos menyeringai. "Keberanian yang sia-sia."
Ia melesat maju dengan kecepatan luar biasa, menciptakan pedang bayangan yang berkilauan hitam. Raviel menangkis serangan itu dengan pedangnya sendiri, tetapi dampaknya begitu kuat hingga ia terhempas ke belakang.
"Aurora, pergi!" Raviel berteriak.
"Tidak!" Aurora memusatkan energinya, lalu mengangkat tangannya. Cahaya keemasan mulai berkumpul di telapak tangannya, membentuk panah cahaya Garuda.
Tanpa ragu, ia melepaskan serangan itu ke arah Vardos.
Namun, dengan satu gerakan cepat, Vardos menghilang—dan tiba-tiba muncul tepat di belakang Aurora.
"Terlalu lambat."
Tangannya yang dipenuhi energi kegelapan siap menghantam Aurora.
Namun, sebelum serangan itu mengenai, sebuah kilatan biru melesat dari samping dan menghantam Vardos.
Aurora terkejut. "Apa?"
Di ambang pintu perpustakaan, seorang wanita misterius berdiri, mengenakan jubah biru langit dengan rambut perak panjang yang berkilauan. Matanya bersinar seperti bintang.
"Maaf mengganggu," katanya dengan suara lembut, "tapi aku tidak bisa membiarkan kalian mati di sini."
Vardos mundur beberapa langkah, matanya menyipit. "Kau ... Penjaga Waktu?"
Wanita itu tersenyum. "Tepat sekali."
Dalam sekejap, ia mengayunkan tongkatnya, menciptakan pusaran energi yang menarik Aurora dan Raviel ke dalam cahaya biru.
Vardos berteriak marah, tetapi sebelum ia bisa bergerak, cahaya itu menyelimuti mereka sepenuhnya—dan mereka menghilang dari Perpustakaan Bintang.
Saat cahaya mereda, Aurora dan Raviel merasakan tanah di bawah kaki mereka. Mereka kini berdiri di dalam sebuah kuil kuno, dengan pilar-pilar emas menjulang tinggi dan dinding-dinding yang dipenuhi ukiran burung garuda.
Aurora menoleh ke arah wanita misterius itu. "Siapa kau?"
Wanita itu tersenyum lembut. "Namaku Julia. Aku adalah Penjaga Waktu, dan tugasku adalah memastikan takdir berjalan sebagaimana mestinya."
Raviel masih siaga, meski kelelahan. "Kenapa kau menyelamatkan kami?"
Julia menghela napas. "Karena perang yang sesungguhnya baru saja dimulai. Dan jika kalian mati sekarang, maka dunia ini akan berakhir."
Aurora menggenggam Buku Takdir Garuda erat-erat. "Apa maksudmu?"
Julia menatapnya dalam-dalam. "Karena takdir sejati Garuda Emas, bukan hanya melawan Penghancur Takdir."
Aurora menahan napas.
"Apa maksudmu?"
Julia mendekat, menaruh tangannya di buku yang dipegang Aurora.
Dan saat itu juga, sebuah kebenaran lain terungkap.
Takdir Aurora bukan hanya sebagai penyelamat.
Tetapi juga sebagai penentu keseimbangan antara cahaya dan kegelapan.
Dan jika ia gagal.
Dunia ini akan musnah.
Cahaya keemasan menyelimuti Aurora ketika Julia menyentuh Buku Takdir Garuda. Dalam sekejap, pikirannya melayang jauh, menembus ruang dan waktu.
Julia berdiri di tengah kehampaan, dikelilingi oleh bayangan raksasa dan cahaya berkilauan.
Suara-suara samar terdengar, berbisik dalam bahasa kuno yang tidak ia mengerti. Namun, satu suara yang paling jelas bergema dalam hatinya—suara ibunya.
"Aurora, jika kau mendengar ini, maka waktunya telah tiba. Takdir Garuda Emas bukan hanya melawan Penghancur Takdir, tetapi untuk menjaga keseimbangan antara cahaya dan kegelapan."
"Jika keseimbangan itu hancur, dunia akan binasa."
Aurora terkejut. "Apa maksudnya? Aku hanya ingin menghentikan Penghancur Takdir! Aku tidak pernah meminta semua ini!"
Namun, suara ibunya hanya semakin lirih, tenggelam dalam cahaya yang berpendar.
Lalu, tiba-tiba—
GAMBARAN MENGERIKAN TERLIHAT DI HADAPANNYA.
Langit terbelah, dunia terbakar. Bayangan hitam dan cahaya keemasan bertarung dalam perang yang menghancurkan segalanya.
Dan di tengah kehancuran itu, Aurora melihat dirinya sendiri.
Bukan sebagai penyelamat, tapi sebagai sosok yang berdiri di antara cahaya dan kegelapan—sebagai kunci terakhir dari takdir dunia.
Kembali ke Kuil Garuda
Aurora tersentak, matanya kembali fokus ke dunia nyata.
Raviel berdiri di sampingnya, khawatir. "Aurora! Kau baik-baik saja?"
Aurora menarik napas dalam-dalam. "Aku ... aku melihat sesuatu."
Julia mengangguk. "Itulah kebenaran yang selama ini disembunyikan. Kau bukan hanya penerus Garuda Emas, Aurora. Kau adalah Jembatan Takdir—satu-satunya yang bisa menyeimbangkan kekuatan cahaya dan kegelapan."
Aurora menggigit bibirnya. "Lalu, jika aku gagal?"
Julia menatapnya serius. "Maka dunia akan jatuh ke dalam kekacauan. Bukan hanya karena Penghancur Takdir, tetapi karena dirimu sendiri."
Kata-kata itu terasa seperti pukulan di dadanya.
"Jadi, jika aku tidak cukup kuat, aku bisa menjadi ancaman juga?"
Julia mengangguk pelan. "Takdir ini bukan hanya tentang melawan musuh dari luar, tetapi juga mengendalikan kekuatan di dalam dirimu sendiri."
Raviel mengepalkan tangannya. "Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Julia tersenyum tipis. "Latihlah kekuatanmu, Aurora. Pahami siapa dirimu sebenarnya. Dan sebelum perang besar tiba, temukan Kunci Keseimbangan."
Aurora mengerutkan kening. "Kunci Keseimbangan?"
Julia mengangguk. "Ada tiga kunci yang tersembunyi di berbagai dunia—hanya dengan ketiganya kau bisa mengendalikan takdirmu sepenuhnya. Jika tidak,"
Ia berhenti sejenak sebelum melanjutkan dengan nada lebih pelan.
"Kau akan jatuh ke dalam kegelapan, dan tak seorang pun bisa menyelamatkanmu."
Aurora menggenggam dadanya.
Tiga kunci, keseimbangan—ancaman dari dalam dirinya sendiri.
Takdir ini lebih besar dari yang pernah ia bayangkan.
Tapi satu hal yang ia tahu pasti—Ia tidak akan membiarkan dirinya menjadi penyebab kehancuran dunia.
Aurora menatap Julia dengan penuh tekad. "Di mana aku bisa menemukan kunci pertama?"
Julia tersenyum. "Di tempat yang paling tidak kau duga,"
Dan dengan satu gerakan tangannya, cahaya biru menyelimuti mereka, membawa mereka ke awal perjalanan baru.
Pencarian Kunci Keseimbangan telah dimulai.