Tak sengaja menolong gadis dari tindakan pelecehan, membuat Benedict merasakan debaran tak biasa.
Diusianya hampir tiga puluh tahun, belum pernah merasakan namanya jatuh cinta yang sesungguhnya membuat logikanya tumpul seketika.
Hasrat ingin memiliki semakin besar setiap harinya, namun jabatannya sebagai CEO di negeri nan jauh, membuatnya dilema, apakah harus mengorbankan karirnya atau mengejar gadis pujaannya.
Manakah yang akan dipilih oleh seorang Benedict Johnson Wright?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tiga puluh satu
Keesokan paginya, Anna mendatangi langsung rumah Ayudia, setelah wanita itu memberikan alamatnya melalui pesan.
Anna datang sendiri menggunakan taksi, Ayudia menunggu di mulut gang, gadis itu mengenakan celana batik dan kaos lengan panjang berwarna putih, ia menyambut dengan senyuman khasnya, tak lupa mencium tangan calon mertuanya.
Rumah dua lantai yang terletak di pemukiman padat penduduk bercat biru langit, menjadi harta peninggalan satu-satunya dari orang tua Ayudia.
Tidak ada kursi di ruang tamu, hanya ada karpet bulu berwarna navy serta bantal kecil yang tertata rapih, ada televisi tiga puluh dua inci yang tertempel didinding, tidak ada Sekat antara ruang tamu dan dapur, meski kecil namun rumah itu tertata dengan baik dan rapih.
"Maaf Tante, rumah Ayu kecil," ucapnya ketika mempersilahkan wanita paruh baya itu masuk.
"Saya pernah ngerasain tinggal di lingkungan seperti ini Ayu, jangan sungkan, rumah kamu lebih rapih dan nyaman dibanding kontrakan saya dulu,"ucapnya.
"Apa kamu tinggal sendiri? Dimana orang tua kamu?" Tanyanya heran karena rumah terasa sepi.
"Kedua orang tua Ayu udah meninggal, ibu meninggal saat adik kembar Ayu lahir, kalau bapak meninggal pas Ayu baru kerja selepas lulus SMA, sejak itu Ayu menghidupi ketiga adik Ayu, ada Anindia kelas tiga SMA, Arya dan Aryo kelas enam SD," jelasnya.
"Jadi kamu tulang punggung keluarga?"Tanya Anna terkejut.
"Iya Tante, karena alasan itulah saya sempat membatalkan rencana pernikahan dengan mas Ben,"jawabnya.
"Jadi kamu sempat membatalkan rencana pernikahan kalian? Lalu apa reaksi Ben?"
"Mas Ben sakit,"
"Lalu karena Ben sakit, kamu jadi luluh dan akhirnya mau melanjutkan rencana pernikahan kalian?" Tebaknya.
"Iya Tante,"
"Lalu apa rencana kalian setelah menikah? Maksudnya akan tinggal dimana?"
"Ayu meminta kepada Mas Ben agar memberikan kesempatan pada Ayu tetap tinggal disini, hingga adik-adik lulus, mungkin sekitar bulan Juli,"ucapnya.
"Apa Ben menyetujui?" Tanya Anna dan Ayu hanya mengangguk.
Anna mengeluarkan sebuah kotak kayu dari dalam tas branded miliknya, "ini adalah perhiasan dari keluarga Wright, ini hanya diturunkan untuk menantu pertama keluarga Wright, karena kamu adalah calon istri Ben, maka ini saya serahkan ke kamu, tolong dijaga dan dirawat dengan baik,"
"Tapi Tante, sepertinya saya tidak pantas menerimanya," tolaknya halus.
"Ayudia, ini sudah kewajiban saya sebagai mantan menantu pertama keluarga Wright menyampaikannya ke kamu, Karena mungkin saat pernikahan kalian saya tidak bisa menghadirinya, saya tidak mau karena kehadiran saya menyulut kemarahan putra saya, dan ini sedikit ucapan selamat dari saya untuk kamu, ini uang saya pribadi, saya sengaja menyisihkan penghasilan saya, agar suatu saat saya bisa memberikan sesuatu untuk menantu saya, dan satu lagi, bisakah kamu memanggil saya Ibu?" Ucapnya menyeka sudut matanya yang berair.
Mata Ayudia turut berkaca-kaca, ia teringat mendiang ibunya, ia menerima kotak kayu itu dan Amplop cokelat dari calon mertuanya, "terima kasih, ibu udah mau menerima Ayu sebagai calon menantu ibu," mereka saling berpelukan dan menangis.
"Maaf ya, dari kemarin saya bikin kamu nangis terus,"
"Nggak Apa-apa Bu, saya teringat mendiang ibu saya,"
"Kalau ada sesuatu tentang Ben, bisakah kamu memberitahu ibu?"
"Pasti Bu, Ibu orang pertama yang akan Ayu kasih tau,"
"Sekali lagi terima kasih, Ayu udah mau terima Putra ibu,"
"Sama-sama Bu,"
Setelahnya, Anna berpamitan, Ayudia mengantarkan calon mertuanya dan menunggu hingga wanita paruh baya itu menaiki taksi Online, mereka saling berpelukan sebelum berpisah.
Ayudia bernafas lega, ia kembali ke rumahnya, ia menyimpan kotak kayu itu, sebelumnya ia melihat isinya, alangkah terkejutnya ia ketika melihat isinya satu set perhiasan dengan berlian berwarna emerald, sedangkan amplop coklat itu berisi buku tabungan serta ATM yang isinya membuatnya melotot kaget.
Ayudia melamun sesaat, bagaimana bisa sekarang ini, dirinya menjadi orang kaya dadakan, ia jadi teringat beberapa bulan yang lalu sebelum dirinya bertemu Benedict, ia masih terseok-seok dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, dan sekarang di tangannya, ada saldo tabungan dengan jumlah nol hingga delapan, seumur hidup baru kali ini ia memiliki uang sebanyak itu.
Ayudia menyimpannya ditempat aman, ia tidak mau ada maling yang mengambilnya.
Dibelahan bumi lain, diwaktu yang berbeda, Benedict masih berkutat didepan laptopnya, ia terus memeriksa semua pekerjaannya yang berminggu-minggu ini menumpuk.
Sudah sejak Senin pagi, ia tiba di New York, tanpa membuang waktu ia menyelesaikan pekerjaannya, ia hanya punya waktu sampai Rabu malam.
Lelaki hanya tidur dua hingga tiga jam, selain itu ia gunakan waktunya untuk bekerja.
Bahkan ia tak sempat mengunjungi mansion keluarga Wright, sehingga pamannya yang mengalah menemuinya.
Disela-sela kesibukannya, ia masih menyempatkan diri mengajari sepupunya.
Sekretaris sekaligus assisten nya sedikit kesulitan mengimbangi ritme kerja lelaki yang semakin gila.
Ia hanya mengirim pesan pada calon istrinya, menyatakan kerinduannya.
Ia tidak memberitahu calon istrinya jika ia kembali ke Amerika, hanya sahabatnya yang tau tentang keberadaannya.
Ia merasa bersyukur bude dari calon istrinya menyarankan adanya pingitan, setidaknya ia bisa berpura-pura tidak bisa bertemu dengan calon istrinya dan diam-diam bisa kembali ke negara ini untuk menyelesaikan tanggung jawabnya.
Berkat kerja kerasnya pekerjaan selesai sesuai waktu yang ia tentukan, Rabu malam, dengan menggunakan pesawat pribadinya ia terbang kembali ke negara dimana calon istrinya berada.
Sepanjang perjalanan yang memakan waktu sekitar dua puluh jam lebih itu, ia gunakan untuk tidur, agar saat ia tiba di sana wajahnya terlihat segar.
Segala persiapan pernikahan dari pihaknya disiapkan oleh ibu dari Rama, baik seserahan atau apapun yang berhubungan dengan akad nikah dan walimah pernikahannya.
Dari pihak Ayudia, ada bude dan Keluarga Bibi Atun yang mengurusinya, kemarin saat Benedict mengunjungi bude, lelaki itu mentransfer sejumlah uang yang lumayan banyak untuk keperluan pernikahan, tanpa sepengetahuan Ayudia tentunya.
Pesta yang awalnya hanya sekedar mengantar besek ke tetangga, berubah menjadi pesta resepsi ala perkampungan padat penduduk.
Awalnya Ayudia menolak keras, namun jika bude dan bibinya sudah berkemauan serta didukung Samsul, maka dia tak bisa berkutik.
Ada lapangan bulu tangkis tak jauh dari rumahnya, dengan bantuan EO dari Sinta, tentu saja itu bisa terlaksana hanya dalam waktu dua hari.
Ayudia tak percaya dengan apa yang terjadi, bahkan ia kebingungan bagaimana cara membayar itu semua, tabungannya saja tidak sampai lima juta, apa ia harus menggunakan uang dari mertuanya?
Hari Kamis sore sehari setelah kunjungan calon mertuanya kemarin, diadakan pengajian di rumahnya, yang dihadiri ibu-ibu sekitar rumahnya.
Untuk katering, dikirim oleh ibu dari Rama, Ayudia menitihkan Air mata, saat ustadzah membacakan doa untuknya.
Pagi sehari sebelum akad nikah, Ayudia kedatangan dua orang wanita yang mengaku suruhan ibu Rama untuk melakukan perawatan tubuh menjelang pernikahan, awalnya, ia ditawari untuk melakukannya di Spa, namun ia dengan halus menolak.
Tubuhnya di lulur dan di pijat, setelahnya, tangannya digambar menggunakan hena.
Malamnya budenya menyuruhnya tidur lebih cepat, agar esok wajahnya terlihat lebih segar.
bennnn