Cerita ini untuk fatcat dengan happy ending
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon qinaiza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Setelah lengkap semua, Rosalind akan menceritakan semuanya sesuai janjinya pada Nathan. Ellen kakak pertama, dan Edwin kakak kedua Nathan, memperhatikan sang Nenek dan adik yang tengah serius. Mereka berdua penasaran, hal apa yang akan dibicarakan sampai suasananya agak menegangkan begini karena saking seriusnya.
"Aku dulu ya Nek" Rosalind mengangguk
Nathan menyerahkan hasil tes DNA pada Ellen dan Edwin. Keduanya membaca secara bersama-bersama.
"APA..." respon Ellen terkejut.
"Ini gak mungkin kan Nathan" Edwin juga sama terkejutnya dengan Ellen.
"Itu benar kak. Nathan memang bukan anak Papa. Nathan anak Mama dengan orang lain." Ellen menggelengkan kepalanya, masih tak percaya. Sontak gadis itu memeluk adiknya, karena ia tau Nathan pasti lebih kecewa dengan kenyataan ini.
"Kalian pasti merasa marah dan kecewa kan dengan Mama kalian." ketiganya mengangguk membenarkan.
"Tapi sebenarnya ini semua juga salah Nenek. Nenek turut andil hingga membuat Mama kalian jadi seperti ini." ketiga saudara itu terdiam, menunggu sang Nenek untuk bicara lebih lanjut.
"Ini semua berawal dari perjodohan Papa dan Mama kalian. Nenek dan Kakek dulu mempunyai janji dengan Nenek dan Kakek dari Papa kalian untuk menjodohkan putra putri kita. Nenek memaksa Emma untuk menikah dengan Parviz walaupun orang tua dari Papa kalian telah tiada, Nenek merasakan suatu keharusan untuk mewujudkan perjodohan tersebut. Awalnya berjalan lancar, semua terasa bahagia. Sampai dimana Parviz dan Emma berpisah karena Parviz ternyata hanya mengincar perusahaan Kakek. Setelah mendapatkannya, Parviz menceraikan Mama kalian. Kakek yang begitu mempercayai Parviz untuk menjalankan perusahaan menjadi drop, dan akhirnya meninggal usai Parviz berhasil menjadikan perusahaan sebagai miliknya. Maafkan Nenek."
"Jadi selama ini, Papa dan Mama pura-pura menjadi keluarga bahagia ?" tanya Nathan
"Yang Nenek tau, Mama kalian benar-benar memiliki perasaan untuk Papa kalian, tapi tidak dengan Parviz. Nenek begitu menyesal. Maka dari itu Emma meninggalkan Nenek." Rosalind menangis tersedu mengingat kebodohan yang sudah dilakukan. Berimbas pada cucu-cucunya yang merasakan kepedihan karena perpisahan orang tua.
Nathan dan kedua kakaknya memeluk sang Nenek. Ketiganya merasa kecewa, mengapa tidak ada yang memberitahukan hal ini pada mereka dulu. Kenapa baru sekarang ?
Tapi untuk membenci, ketiga saudara itu tidak bisa. Bagaimanapun Neneknya selalu bersama mereka bertiga disaat orang tuanya sendiri tidak memedulikan lagi kehadiran ketiganya.
"Kenapa Nenek baru memberitahukan hal ini pada kami ?" Edwin bertanya setelah tangisan sang Nenek mereda.
"Nenek belum ada keberanian untuk mengatakannya pada kalian, maaf. Kalian pantas untuk membenci Nenek." Ellen menggeleng keras, tidak setuju dengan perkataan Rosalind barusan.
"Tidak Nek, kami hanya merasa kecewa bukan membenci." Nathan dan Edwin mengangguk, menyetujui ucapan kakak mereka.
"Terima kasih, terima kasih karena tidak membenci Nenek. Dan sekali lagi maafkan Nenek atas perbuatan Nenek yang bodoh dulu, kalian jadi kena imbasnya." Edwin menggeleng
"Tidak Nek, ini bukan salah Nenek. Sudah takdirnya untuk seperti ini. Dan dari ini juga bisa dijadikan pelajaran, bahwa apa yang orang tua pilih untuk anaknya belum tentu itu yang terbaik." kata Edwin dengan bijak.
"Ya, kamu benar Edwin." ke empatnya kembali berpelukan, saling menguatkan satu sama lain.
...🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀...
...Athan😚🖤 calling...
"Hah, demi apa Athan telepon duluan." gumam Meyra dengan batinnya yang kini berteriak kesenangan.
"Halo Meyra"
"Halo Athan, ada apa ? Eh, suara kamu kok gitu, kamu abis nangis ya Athan ?" tanya Meyra khawatir mendengar suara Nathan seperti orang yang habis menangis.
"Aku butuh kamu" suaranya terdengar parau.
"Iya Athan aku bakal selalu ada buat kamu. Mau cerita, hm ?"
"Aku maunya cerita langsung Meyra. Besok aja sekalian temenin aku ke suatu tempat, kamu mau kan ?"
"Mau banget Athan. Kemana pun itu kalo sama kamu aku pasti gak akan nolak." Nathan tersenyum mendengarnya. Dia merasa kehadiran Meyra membuat dirinya berarti, dan diinginkan.
"Meyra, jangan dimatiin ya teleponnya. Aku mau ditemenin tidur." Meyra mendengar permintaan Nathan yang tidak biasanya membuat gadis itu menggigiti guling miliknya dan berteriak dalam hati.
"Iya Athan gak akan aku matiin kok teleponnya, tenang aja."
"Makasih Meyra"
"Sama-sama Athan"
Walau belum tau apa yang menjadi masalah Nathan saat ini, Meyra memberikan beberapa kata positif untuk cowok itu. Mengucapkan kata-kata yang menunjukkan betapa dirinya menyayanginya, dan dia tidak perlu menghadapi masalah sendirian. Tak beberapa lama Nathan tertidur mendengar suara Meyra yang merdu walau hanya bicara biasa. Meyra tersenyum manis mendengar dengkuran halus dari seberang sana.
"Sleep tight and nice dream Athan. Aku sayang kamu."
*
"Ini rumah siapa Nathan ?" Meyra bertanya pada Nathan begitu sampai di depan rumah yang mewah, tapi tak lebih mewah dari rumahnya.
"Rumah Mama aku" sekejap Meyra merasa terkejut, namun akhirnya dirinya mengangguk mendengar jawaban dari Nathan.
Nathan memencet bel rumah yang ditempati sang Mama dengan suami barunya. Kebetulan sekali, yang membukakan pintu adalah Mamanya sendiri, Emma.
Emma ingin menutup kembali pintu rumahnya saat tamu yang dilihat ternyata Nathan. Dengan refleks cepat cowok itu menghalangi pintu agar tidak tertutup.
"Ma please, beri aku waktu sebentar buat ngobrol sama Mama." sekuat tenaga Nathan menghalangi pintu tertutup dengan tangannya. Rasa sakit pun ia abaikan.
"Cepat, apa yang ingin kamu bicarakan ?" Emma akhirnya membiarkan pintunya terbuka.
Tangan Nathan sampai memerah dibuatnya. Meyra sendiri telah meraih tangan cowok itu dan mengelusnya pelan.
"Ma, aku bukan anak Papa kan, tapi anak Mama sama orang lain ?" Emma menunjukkan raut wajah terkejut sekilas, setelah itu mukanya kembali datar.
"Jadi kamu sudah tau, baguslah."
"Ma, kenapa sampai sebegini nya Mama sama Nathan. Nathan juga kan masih anak Mama."
"Kamu mau tau kenapa saya bersikap seperti ini ? Itu karena dari awal saya tidak mengharapkan kamu lahir dari rahim saya." sakit, rasanya seperti ada ribuan jarum tak kasat mata yang menusuk hati Nathan saat ini.
"Tante..." belum sempat Meyra melanjutkan perkataannya tiba-tiba ada yang datang dan menyela.
"Loh Meyra, kok kamu ada disini ?" Meyra dan Nathan terkejut melihat Vardhan, begitu pula Vardhan yang terkejut karena Meyra dan Nathan ada di rumahnya.
"Ayo masuk sayang" Emma langsung menggandeng tangan Vardhan, mengajaknya untuk segera masuk ke dalam rumah, namun Vardhan menahannya.
"Bentar Ma, Vardhan mau ngomong dulu sama Meyra."
"Suatu saat nanti, anda pasti akan menyesal. Ingat itu baik-baik. Ayo Athan kita pergi dari sini." Meyra menarik tangan Nathan agar pergi dari tempat tersebut. Nathan hanya bisa mengikuti, sebab dirinya sendiri juga sudah tidak kuat untuk berlama-lama disitu.
"Sebenarnya ada apa Ma ?" Vardhan sangat penasaran dengan kehadiran kedua orang tadi dirumahnya.