Dia terlihat seperti batu kerikil di mata suaminya. Namun di mataku, dia adalah berlian yang tak ternilai harganya.
Sepertinya rasa ini tak tepat, karena aku jatuh cinta pada istri sabahatku sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenita wati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31 - Orang dalam
"Halah, bos itu bodoh banget sampai nggak tahu kalau ada naik turun jabatan di kantornya tanpa sepengetahuan dia. Bos yang kerjanya cuma ongkang kaki di rumah. Bos Rahadi itu nggak pantes disebut bos. Pantes ya disebut orang ngga berguna."
Mendengar ucapan Roby, tangan Dimas mengepal erat. 'Awas kamu Roby, berani-beraninya kamu menghina papaku. Lihat aja nanti. Kamu akan membayar semua ini.
"Mas, udah yuk. Ayo kita pergi." Linda yang merasa suasana semakin tidak kondusif, akhirnya memilih mengajak Dimas pergi.
"Ayo, nggak ada waktu melayani orang kayak dia." Dimas dan Linda akhirnya pergi.
"Dasar sampah. Udah miskin, belagu lagi," ucap Roby dengan tatapan kesal.
"Mas, maksud dia tadi yang sidang perceraian tapi malah nggak bisa move on maksudnya apa, ya?" tanya Yulia.
"Udah deh, kamu juga jangan ikutan kepo. Katanya mau beli baju hamil. Ya udah ayo." Roby mengajak Yulia berjalan ke arah pasar.
"Lho, kan mall sebalah sana, Mas." Yulia menunjuk lawan arah mereka.
"Siapa yang bilang kamu beli baju di Mall. Di pasar aja biar murah."
"Nggak mau, ah, Mas. Pasar kan sumpek. Bajunya juga pasti nggak nyaman aku pakai. Di Mall aja deh, Mas."
"Kamu ini bisa nurut nggak, sih. Kalau kamu nggak mau biar aku tinggalin kamu disini. Pulang jalan kaki, kamu. Mau?" ancam Roby.
"Nggak, Mas. Ya udah di pasar aja. Tapi kamu temenin aku sampai dalam, ya."
"Nggak ah, kamu aja sendiri. Aku sih ogah sempit-sempitan di dalem. Panas, sumpek, bau lagi."
"Mas, aku kan lagi hamil. Sekalian aku mau belanja kebutuhan bulanan."
"Kalau kamu masih ngeyel aku tinggal, kamu."
"Kok sekarang kamu jadi gini sih, Mas. Dulu kamu begitu memanjakan aku. Tapi sekarang kamu kok jadi gini?"
"Kenapa? Kamu itu dulu cantik, seksi, nggak kayak sekarang. Semakin jelek, gendut lagi. Perasaan dulu Linda waktu hamil nggak segendut kamu." Roby menatap Yulia dari atas ke bawah.
"Ya kalau kamu mau aku cantik modalin dong. Ini uang aja cuma kamu kasih enam juta lima ratus. Tiga juta buat cicilan mobil, dua juta lima ratus buat kebutuhan dapur dan susu hamil. Sisa satu juta tapi kamu minta setiap hari buat bensin. Mana bisa aku ke salon dan perawatan dengan produk mahal."
"Oh jadi kamu mau ungkit?"
"Kalau kamu kayak gini mending aku aduin ke papa biar kamu dipecat jadi manager," ancam Yulia.
"Dipecat? Ya udah kamu aduin sama papa kamu. Habis itu juga dia bakalan dipecat kalau aku bongkar semua kecurangan di di perusahaan. Kamu kira papa kamu itu baik?"
"Kamu itu kayak kacang lupa kulitnya, Mas." Yulia menatap Roby dengan mata berkaca-kaca.
"Kayak kamu suci aja. Kalau kamu mau tinggalin aku ya udah. Masih banyak perempuan diluar sana yang menunggu aku. Jangan kamu kira aku cinta banget sama kamu. Dulu mungkin iya, tapi sekarang,,,,," menatap Yulia dari atas ke bawah. "Bad looking. Bikin nggak selera."
"Tega kamu ya ngomong kayak gitu!"
"Ini uang buat kamu, dua ratus ribu harus cukup buat beli baju hamil dan ongkos pulang. Aku mau pergi nongkrong!" Roby meninggalkan Yulia setelah memberikan uang kepadanya.
Yulia menatap kepergian Roby dengan mata berkaca-kaca.
Dimas dan Linda yang sejak tadi memperhatikan mereka hanya bisa mengelus dada. Ternyata kejadian tadi mereka rekam guna menambah bukti kecurangan dari ayah Yulia.
"Kasihan banget Yulia, Mas." Linda memegang tangan Dimas.
"Ini adalah hasil yang harus dia tuai akibat perbuatannya pada kamu. Semoga dia segera sadar. Orang yang sudah menyakiti kamu adalah orang yang masuk ke dalam daftar musuhku."
"Udah, Mas. Kamu jangan emosi terus. Ayo kita pergi."
"Iya, Om, Dion capek," keluh Dion.
"Eh, Dion capek ya. Sini Om gendong!" Dimas mengangkat Dion dan menerbangkan sedikit dengan berputar. Dion tertawa senang, mendapat perlakukan seperti itu.
Dela yang melihat pun ikut tertawa. "Dela mau juga. Sini!" Dimas langsung menggendong Dela di pundaknya dan berlari-lari kecil seraya memegang tangan Dela dan mengarahkan ke kepalanya. Dela tertawa riang.
Selesai bermain, mereka pun memilih ke mall dan makan disana setelah sebelumnya berbelanja pakaian baru untuk Dion dan Dela.
"Lin, kapan Da ulang tahun yang pertama?" tanya Dimas.
"Seminggu setelah akad nikah kita, Mas."
"Kita rayakan, ya. Sepulang dari honeymoon." Dimas menatap jahil pada Linda.
"Kamu ini, Mas. Untung Dela udah lepas Asi, kalau nggak kita bakalan honeymoon bertiga."
"Hahaha iya juga, ya. Lagian kamu cepat banget sih, lepas Asinya, Dela." Dimas mengusap kepala Dela dengan gemas.
"Nggak tau, tiba-tiba dia nggak mau Asi lagi. Untung susu formula yang kamu belikan mau dia minum. Kalau nggak, bisa bingung aku."
"Itu karena Dela anak pintar." Mengusap pipi Dela.
Dela juga memegang wajah Dimas dan menarik hidung yang cukup besar ditangannya dengan gemas. Melihat hal itu, mereka berempat pun tertawa.
ih aku kok gregetan yah 🤭