Dikhianati menjadikannya penuh ambisi untuk balas dendam.
Semua bermula ketika Adrian berniat memberi kejutan untuk kekasihnya dengan lamaran dadakan. Tak disangka, kejutan yang ia persiapkan dengan baik justru berbalik mengejutkannya.
Haylea, kekasih yang sangat dicintainya itu kedapatan bermesraan dengan pria lain di apartemen pemberian Adrian.
Dendam membuat Adrian gelap mata. Ia menjerat Naomi, gadis belia polos yang merupakan bekas pelayan kekasihnya.
Tadinya, Adrian menjerat Naomi hanya untuk balas dendam. Tak disangka ia malah terjerat oleh permainannya sendiri. Karena perlahan-lahan kehadiran Naomi mampu mengikis luka menganga dalam hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 : APA TANDANYA?
“Kenapa harus keberatan?” potong ibu dengan nada kesal. “Erica sudah berteman dengan Adrian sejak kecil. Jika Adrian menemaninya, itu bukan sesuatu yang salah.”
“Kalau begitu kenapa harus meminta izinku? Bukankah aku keberatan atau tidak, sama sekali tidak akan ada pengaruhnya?” balas Naomi.
Ibu menarik napas dalam-dalam demi mengurai rasa kesal yang terasa membakar tubuhnya. Naomi, yang dipikir hanya gadis culun dan kampungan itu benar-benar berani menyanggah setiap ucapannya.
“Adrian, apa seperti ini wanita yang kamu pilih untuk dijadikan istri? Dia sama sekali tidak bisa menghargai ibu.”
“Ibu ... sudahlah.” Erica menggenggam tangan wanita itu. “Kalau memang Naomi keberatan tidak apa-apa. Tahun ini mungkin Adrian tidak hadir di pesta ulang tahunku, tapi mungkin tahun depan, dengan keadaan yang jauh lebih baik.” Suara lembut itu terdengar sangat menusuk bagi Naomi.
Ibu lantas meletakkan kembali sendok dengan sedikit kasar. “Rasanya ibu tidak berselera makan pagi ini.” Ia melayangkan tatapan tak suka ke arah Naomi, lalu berdiri dan beranjak pergi begitu saja.
“Adrian, aku tidak apa-apa kalau kamu tidak bisa datang. Maaf, kalau permintaanku agak berlebihan,” ucap Erica masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya.
“Kamu tenang saja. Aku pasti akan datang,” ucap Adrian seraya melanjutkan sarapannya.
Sorot mata Erica seketika menyala mendengar ucapan pria itu. Erica pun melirik Naomi dengan senyum penuh kemenangan.
“Aku akan datang bersama Naomi nanti,” sambung Adrian.
Tanpa dapat dikendalikan, senyum kemenangan yang terpancar di wajah Erica perlahan meredup.
.
.
Sarapan selesai.
Adrian berjalan keluar dengan ditemani Naomi. Layaknya seorang istri yang mengantar kepergian suami pada umumnya. Tetapi, tak ada yang tahu isi hati masing-masing.
Di depan sana sudah ada Bruno yang membuka pintu mobil. Seperti biasa dengan senyum ceria.
“Tuan, apa boleh aku meminta sesuatu?” ucap Naomi sebelum Adrian naik ke mobil.
Adrian berbalik dan menatap istrinya. “Mau minta apa?”
“Kalau Anda mengizinkan, aku mau bekerja mulai hari ini.”
Adrian terdiam selama beberapa saat seolah sedang berpikir. “Bekerja? Untuk apa? Bukankah aku sudah menjamin hidupmu?”
Hanya menjamin selama bersama Anda kan? Bukan menjamin selamanya.
“Emh, hanya untuk mengisi waktu. Lagi pula aku tidak ada kegiatan di rumah ini.”
Apa mungkin dia mau bekerja untuk menghindari ibu.
Setelah beberapa saat menimbang, akhirnya Adrian mengangguk. “Baiklah. Tapi tidak boleh sampai malam. Setidaknya sebelum aku pulang, kamu sudah harus ada di rumah.”
“Tidak masalah. Aku akan mengusahakannya,” ucap Naomi penuh semangat.
Selepas kepergian Adrian, Naomi segera bersiap. Ia akan mencari pekerjaan apapun di luar sana.
“Setidaknya, aku harus mengumpulkan uang yang banyak sebelum Tuan Adrian bosan padaku. Jadi saat dia akan mengembalikanku pada Madam Leova, aku sudah punya uang untuk membayar hutang, dan aku bisa membebaskan diriku sendiri.”
.
.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang pagi itu. Sejak meninggalkan rumah tadi, belum ada pembicaraan apapun antara Adrian dan sang sopir.
"Bruno ..." Akhirnya panggilan itu terdengar juga. Bruno melirik kaca spion demi menatap tuannya yang duduk di belakang.
"Iya, Tuan."
"Apa kamu tahu, beberapa hari ini aku agak bingung dengan sesuatu."
"Memangnya apa yang membuat Anda bingung, Tuan? Apa sedang ada masalah dalam pekerjaan Anda?" tanya Bruno penasaran.
"Bukan soal pekerjaan. Ini tentang masalah yang lain."
"Apa itu?"
Andrian terdiam beberapa detik sambil menghela napas. Satu tangannya memijat pelipis. "Menurutmu kalau seorang wanita menjelma menjadi es, bahkan kadang mengancam itu tandanya apa?"
Sebuah pertanyaan yang terdengar aneh baru saja tercetus dari mulut Adrian, yang menciptakan kerutan dalam di kening Bruno. "Maksudnya bagaimana, Tuan?"
"Kamu ini bodoh sekali, begitu saja tidak mengerti!"
Bruno terdiam sambil mengulang-ulang pertanyaan itu di benaknya. Lagi-lagi Adrian seolah memaksanya berpikir keras.
"Oh, saya mengerti. Anda mau bertanya, jika seorang wanita bersikap sangat dingin cenderung tidak peduli terhadap seorang pria, berarti tandanya apa? Begitu kan maksud Anda?"
"Hmm ...."
"Itu mudah sekali, Tuan. Biasanya kalau wanita bersikap seperti itu, tandanya dia tidak menyukai lawan jenisnya," jawab Bruno santai.
"Setidaksuka apa?" tanya Adrian dengan alis terangkat.
"Bisa jadi sangat membenci. Bahkan saat bertemu ingin sekali mencekiknya."
Adrian menyorot Bruno penuh selidik. "Apa mungkin seperti itu?"
"Bisa jadi. Apakah ada tanda lainnya, Tuan?"
"Kalau dia menyimpan kontak dengan menyelip nama savage, bagaimana?"
Bruno tertawa kecil. "Nah, itu sudah tanda yang sangat jelas. Namanya saja savage, artinya dia memang melihat orang itu seperti monster."
"Melihatnya seperti monster?"
"Bahkan dia bisa sangat membenci atau bahkan muak saat bertemu dengan pria itu."
Tidak tahu sudah sekusut apa wajah Adrian sekarang. Tangan kekarnya terulur mencengkram leher belakang Bruno.
"Jadi maksudmu Naomi menganggapku seperti monster, begitu?"
Mendadak suasana di dalam mobil mulai mencekam bagi Bruno. Hampir saja ia menginjak pedal rem secara mendadak karena terkejut.
"No-Nona Naomi?"
Jadi sejak tadi Anda membicarakan Nona Naomi?
...........