Karenina, gadis cantik yang periang dan supel. Dia hidup sebatang kara setelah kehilangan seluruh keluarganya saat musibah tsunami Aceh. Setelah berpindah dari satu rumah singgah ke rumah singgah lainnya. Karenina diboyong ke Bandung dan kemudian tinggal di panti asuhan.
Setelah dewasa, dia memutuskan keluar dan hidup mandiri, bekerja sebagai perawat khusus home care. Dia membantu pasien yang mengalami kelumpuhan atau penderita stroke dengan kemampuan terapinya.
Abimanyu, pria berusia 28 tahun yang memiliki temperamen keras. Dia memiliki masa lalu kelam, dikhianati oleh orang yang begitu dicintainya.
Demi membangkitkan semangat Abimanyu yang terpuruk akibat kecelakaan dan kelumpuhan yang dialaminya. Keluarganya menyewa tenaga Karenina sebagai perawat sekaligus therapist Abimanyu.
Sanggupkah Karenina menjalankan tugasnya di tengah perangai Abimanyu yang menyebalkan? Apakah akan ada kisah cinta perawat dengan pasien?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OTW Bucin
Kedatangan Nina disambut suka cita oleh anak-anak panti. Mereka langsung menghambur ke arah Nina. Rata-rata usia mereka 7 – 15 tahun. Bisa dibayangkan berapa uang yang harus bu Lidya keluarkan setiap bulannya. Ditambah tiga orang bayi dan enam orang balita yang pastinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Abi mempersilahkan Nina berbicara dengan bu Lidya. Sedang dirinya memilih menunggu di luar sambil memperhatikan kondisi panti yang sudah tidak layak huni. Dilihat sekilas panti ini lebih cocok disebut rumah hantu dari pada rumah tinggal. Dinding yang sudah kusam catnya, plafon yang sudah nampak bocor di mana-mana, rumput halaman yang sudah sedikit tinggi membuat suasana panti menyedihkan sekaligus menyeramkan. Abi mengambil ponselnya lalu menghubungi Cakra.
“Halo.”
“Halo Cak. Wisma di Gatsu yang lo bilang waktu itu masih ada apa udah laku?”
“Masih ada. Kenapa emangnya?”
“Lo beli aja. Terus renovasi, jangan lupa lengkapi dengan furniture. Besok lo dateng ke Panti Asuhan Meniti Harapan, ngobrol langsung sama pengurusnya, apa yang dibutuhkan untuk panti. Gue mau paling lama seminggu, anak panti udah pindah ke sana. Nanti gue share lokasi pantinya.”
“Itu pasti panti asuhan bekas Nina tinggal dulu kan?”
“Kok tau.”
“Gue hafal betul lo kaya gimana. Kalau lo udah bucin, apa aja bakal lo lakuin buat cewek yang lo suka.”
“Rese! Lakuin apa yang gue minta, ngga pake lama!”
Baru saja Cakra akan membalas, namun Abi telah lebih dulu memutuskan sambungan. Bisa dipastikan lelaki itu menggerutu di seberang sana.
Sementara itu di dalam ruangan bu Lidya. Wanita patuh baya itu tengah berbicara serius dengan Nina. Lama dia memandangi Nina, anak yang telah diasuhnya sejak umur 8 tahun.
“Nin.. apa kamu masih mencari keberadaan Anfa? Kemarin pak Yudi ke sini, dia hampir menyerah menemukan adikmu itu. Apa ngga sebaiknya dihentikan saja. Belum tentu Anfa masih hidup.”
Anfa adalah adik Nina yang hilang saat bencana tsunami Aceh. Waktu itu Anfa baru berumur lima tahun. Anfa, dirinya dan kedua orang tuanya tersapu arus ketika tsunami menerjang. Saat terbawa arus, ayah Nina sempat menaikkan Nina ke atap rumah yang di sana terdapat sepasang suami istri. Anfa juga berhasil diambil oleh mereka sedang kedua orang tua Nina terus terseret arus hingga mayatnya ditemukan di reruntuhan puing-puing saat air sudah surut.
Kebersamaan Nina dan Anfa tidak berlangsung lama. Atap rumah yang mereka duduki ambruk, sepasang suami istri itu kembali terbawa arus dengan Anfa berada dalam gendongan mereka. nina sendiri terombang-ambing karena mereka tak sempat meraih tangan Nina. Beruntung seseorang menarik Nina, gadis itu dinaikkan ke atas pohon dan terus berada di sana sampai air surut. Justru orang yang telah menyelamatkannya harus meregang nyawa ketika sebuah mobil yang terbawa arus menghantamnya.
“Entahlah bu, tapi aku merasa kalau Anfa masih hidup. Aku melihat bapak itu mengangkat tinggi-tinggi tubuh Anfa supaya tak terkena air. Sepertinya Anfa selamat.”
“Kalaupun Anfa selamat, belum tentu dia masih memakai nama yang sama. Wajahnya juga pasti sudah berubah. Tapi kalau kamu tetap akan melakukan pencarian, ibu akan selalu mendukung dan mendoakanmu.”
“Terima kasih bu.”
“Lalu bagaimana dengan persiapan pernikahanmu? Kenapa kamu ngga datang bersama Fares?”
Nina terdiam sejenak, Lidya memang belum tahu perihal gagalnya pernikahan. Setelah menarik nafas panjang, Nina menceritakan tentang Fares dan keputusannya mengakhiri pertunangan. Lidya memeluk Nina, mencoba memberikan dukungan lewat pelukannya.
“Yang sabar ya Nin. Ibu doakan kamu mendapatkan jodoh yang baik karena kamu anak yang baik. Ibu yakin itu.”
“Aamiin.. makasih bu.”
“Lalu Abi itu siapa?”
“Dia pasienku bu. Saat ini aku ditugaskan untuk terapi mas Abi, aku juga tinggal di rumahnya sekarang.”
“Sepertinya dia laki-laki yang baik.”
“Dia emang baik bu, cuma mulutnya nyebelin banget. Udah gitu orangnya suka maksa.”
Lidya terkekeh mendengar penuturan Nina tentang Abi. Kemudian Lidya mengajak Nina keluar untuk menemui Abi. Kedua wanita berbeda generasi itu menghampiri Abi yang tengah asik melihat anak laki-laki bermain bola di halaman.
“Apa mereka mengganggumu nak Abi?” tegur Lidya.
“Ngga bu. Mereka anak-anak yang baik. Sudah selesai?” Abi mengarahkan pandangannya pada Nina dan hanya dijawab dengan anggukan.
“Kalau begitu kami permisi dulu bu. Besok asisten saya, Cakra akan ke sini. Mulai besok saya akan menjadi donatur tetap panti ini. Dan Cakra juga akan mengurus kepindahan kalian ke tempat baru.”
Lidya ternganga mendengar penuturan Abi. Nina mengerjap-ngerjapkan matanya. Tak percaya kalau Abi akan melakukan semua itu. Senyumnya mengembang mengetahui adik-adiknya kelak akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
“Terima kasih nak Abi. Ibu tidak tahu harus berkata apa. Sekali lagi terima kasih, terima kasih banyak,” Lidya menggenggam erat tangan Abi.
“Sama-sama bu. Kalau begitu, kami permisi dulu.”
Lidya mengangguk, Nina memeluk wanita itu lalu berpamitan pada adik-adiknya. Nina membantu Abi masuk ke dalam mobil, tak lama dia menyusul masuk.
“Mas makasih ya buat semuanya. Aku ngga nyangka lo mas Abi bisa sebaik ini.”
“Apa yang aku kasih hari ini ngga gratis ya. Ada bayarannya.”
“What?? Sudah kuduga, mas Abi pasti pamrih.”
“Nanti malam kamu harus pijatin kaki aku sampai aku tidur.”
“Pijet kaki aja kan?”
“Iya, emangnya kamu mau kasih pijet plus-plus?”
“Ogah!!”
“Sama, aku juga ngga mau badan aku di *****-***** sama kamu.”
Uuugghh jangan ditanya bagaimana kesalnya Nina. Kalau bisa ingin dicakarnya wajah jutek Abi, tapi sayang juga kalau gantengnya jadi hilang. Dia memilih memalingkan wajahnya ke arah samping. Pak Kamal yang mendengar perdebatan keduanya hanya senyum-senyum saja.
Mobil terus berjalan, tak ada percakapan lagi di antara mereka. Nina mulai menguap, sejujurnya dia mengantuk sekali, dan tak lama kemudian jatuh tertidur. Abi terkejut ketika kepala Nina jatuh ke pundaknya. Perlahan dia merubah posisi tangannya merangkul bahu Nina. Gadis itu tidur nyenyak di dada Abi. Jemari Abi bergerak menyingkirkan anak rambut di wajah Nina lalu mencuri ciuman di kening gadis itu.
Perjalanan selama satu setengah jam dimanfaatkan Abi untuk memejamkan matanya juga. Jarak panti dengan rumah Abi memang cukup jauh, apalagi saat ini lalu lintas cukup padat. Setelah beberapa kali harus terhenti akibat kemacetan. Mobil yang ditumpangi Abi sampai di kediamannya.
Abi membuka matanya ketika mobil memasuki halaman rumah. Nina masih tertidur dalam pelukannya. Beberapa kali dia mencoba membangunkan gadis itu, tapi Nina bergeming. Salah satu kebiasaan buruk Nina adalah gadis itu susah sekali dibangunkan jika sudah tidur.
Tak kunjung bangun setelah dibangunkan beberapa kali, Abi keluar dari mobil. Kemudian dia mengangkat tubuh Nina. Dengan santai Abi masuk ke dalam rumah. Para pegawai di rumahnya sudah tahu kalau majikannya itu sudah bisa berjalan. Namun mereka semua diminta tutup mulut oleh Abi. Tentu saja mereka melakukannya dengan senang hati, karena Abi memberi mereka uang tutup mulut tiga bulan gaji.
Abi merebahkan Nina di atas kasur. Gadis itu benar-benar tak terusik. Diusapnya pipi mulus Nina beberapa kali lalu Abi mendaratkan ciuman di kening Nina. Setelah itu dia keluar kamar seraya menutup pintu dengan pelan.
Nina menggeliat lalu berbalik posisi, tangannya meraih guling lalu memeluknya erat. Tak lama dia tersadar dan langsung terbangun. Butuh beberapa detik untuk menyadarkan diri kalau sekarang sudah berada di dalam kamarnya. Nina bergegas bangun lalu keluar kamar untuk mencari Abi.
Tempat pertama yang didatanginya adalah ruang kerja Abi. Benar saja, pria itu sedang sibuk dengan laptopnya di belakang meja. Nina menghampiri lalu duduk di hadapannya. Abi mengangkat kepalanya lalu melihat ke arah Nina.
“Ada apa?”
“Mas.. siapa yang udah mindahin aku ke kamar?”
“Kenapa?”
“Bisa ngga sih langsung jawab, ngga usah pake nanya lagi. Ngga mungkin kan aku tidur sambil jalan? Ngga ada sejarahnya aku tidur sambil jalan.”
“Pak Bagja yang mindahin kamu.”
“What??? Mas Abi mah...” rengek Nina.
“Ya terus kamu mau digendong siapa? Tau sendiri pak Kamal badannya ceking, mana kuat dia gendong kamu. Apalagi kamu makannya banyak. Udah berat badannya berat dosanya juga.”
“Ish nyebelin!! Ya harusnya bangunin aku aja.”
“Hellow.. aku udah bangunin kamu berapa kali tapi ngga bangun-bangun. Kamu tuh tidur apa mati suri sih?”
“Mas Abi!! Nyebelin banget sih jadi orang.”
“Udah sana mandi. Tuh iler sampe kering gitu.”
Nina sontak meraba ujung bibirnya, ternyata Abi hanya menipunya. Nina memandang Abi dengan mata lasernya. Namun pria itu membalasnya dengan wajah tanpa ekspresi. Sambil menghentakkan kaki Nina keluar dari ruangan.
“Ingat nanti malam pijetin kakiku sampai tidur.”
“Bodo amat!”
Nina keluar ruangan lalu menutup pintu dengan membantingnya. Abi tergelak melihat tingkah Nina. Semakin lama gadis ini makin terlihat menggemaskan dan membuatnya tak ingin berhenti untuk menjahilinya.
Nina masuk ke kamarnya dengan kesal. Dipandanginya pantulan dirinya di depan cermin yang terpasang di lemari pakaian.
“Sial.. sial.. sial.. Kenapa sih kalau tidur gue tuh kaya kebo. Haaiisshh.. badan gue ternoda dua kali. Di kantor di gendong OB, sekarang di rumah digendong pak Bagja. Apes banget sih. Mas Abi bukannya manggil kak Juna aja yang gendong gue. Mas Abi nyebeliiiinnnn.”
☘️☘️☘️
🤣🤣🤣
**Abi seneng beud ngerjain Nina. Fix ya Abi udah bucin Ama Nina🤣
Jangan lupa tinggalin jejaknya ya all my lovely readers😘😘😘**