"Mari kita bercerai, Di" ucap Saka
Diandra menatap Saka tidak percaya. Akhirnya kata itu keluar juga dari mulut suaminya. Hanya demi perempuan lain, Saka rela menceraikan dirinya. Apa yang kurang dengan dirinya hingga Saka sekejam itu padanya?
"Kamu pasti sudah tidak sabar untuk menikahi perempuan itu, kan?"
Saka menatap Diandra lekat, Jujur dia masih mencintai Diandra. Tapi kesalahan yang dia lakukan bersama Vika terlanjur membuahkan hasil. Sebagai pria sejati, tentu Saka harus bertanggung jawab.
"Vika hamil anakku. Bagaimanapun aku harus menikahinya"
"Kalian bahkan sudah sejauh itu? Kamu hebat, Mas. Tidak hanya menorehkan luka di hatiku, kamu juga menaburinya dengan garam. Kamu sungguh pria yang kejam!"
"Aku minta maaf" lirih Saka
Tidak ada yang bisa menggambarkan sehancur dan sekecewa apa Dian pada suaminya.
"Baik. Mari kita bercerai. Aku harap kamu bahagia dengan perempuan pilihanmu itu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AfkaRista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
"Minum kopinya, Ka" Dian menyodorkan segelas kopi hitam kesukaan Saka
"Terima kasih, Di", mantan suami Dian itu menyesap kopinya.
Dian duduk di samping Saka. "Kamu tidak menghubungi istrimu? Dua hari ini kita selalu saja lembur. Dia mungkin marah padamu"
Saka tersenyum, "Aku sudah menghubunginya. Tapi tidak di angkat"
Dian menatap Saka lekat, "Kamu bahagia kan, Ka?"
Saka balik menatap Dian lekat, "Aku sedang berusaha bahagia, Di. Kamu tahu? Jujur ... Setelah berpisah denganmu, hidupku berantakan. Tidak hanya masalah pekerjaan. Tapi juga rumah tanggaku. Mungkin ini karma yang harus aku terima karena telah menyakiti wanita sebaik kamu"
Dian tersenyum hambar, "Hidup itu pilihan. Dan kamu sudah menentukan pilihanmu sendiri. Jadi, kamu harus menjalani hidup yang sudah kamu pilih"
Saka tersenyum, "Kamu benar. Aku sudah menentukan pilihanku sendiri, dan pilihan itu menyakitimu" Saka menatap Dian lekat, "Apa kamu sudah memaafkan aku?" tanyanya lirih
"Jujur saja, Ka. Meminta maaf memang mudah. Karena apa? Karena kamu bukan aku. Kamu tidak merasakan apa yang aku rasakan. Bagaimana sakitnya dan pedihnya sakit yang telah kamu torehkan, kamu tidak tahu itu"
"Aku menyesal sudah melukai kamu, Di"
"Menyesal sekarang juga percuma, Ka. Waktu yang sudah berlalu tidak akan bisa di putar lagi"
"Kamu benar. Penyesalan memang selalu datang belakangan"
Dian menatap Saka lalu tersenyum, "Dari hati yang terdalam, aku katakan, aku memang belum bisa memaafkan perbuatan kamu. Berat, Ka. Rasanya hati ini masih sakit. Aku belum bisa ikhlas. Bahkan rasanya untuk bangkit pun sangat - sangat sulit. Tiga kali aku merasakan pengkhianatan yang sama dari pria - pria yang percaya dan aku sayang" Dian kembali tertawa lirih, "Kamu tahu, aku bahkan sempat berpikir untuk mengakhiri hidupku. Tapi aku sadar, hidupku tidak harus berakhir meski jiwaku hancur. Aku punya masa depan. Aku punya tanggung jawab pada ribuan pekerja. Kalau aku hancur, bagaimana dengan nasib mereka? Aku tidak boleh egois dengan mengabaikan kehidupan banyak orang. Cukup hidupku saja, jangan hidup mereka"
"Sejak dulu kamu memang baik, Di. Kamu selalu mementingkan kebahagiaan orang lain di banding kepentingan kamu sendiri"
Dian mengangguk, "Melihat orang lain bahagia, aku merasa senang. Tapi kadang aku merasa seperti orang bodoh. Selalu baik pada orang tapi selalu di sakiti"
Saka menatap Dian sendu, "Dan salah satu orang itu adalah aku"
Wanita berparas cantik itu tersenyum, "Kamu benar. Salah satunya adalah kamu" Dian kembali menatap Saka dengan lekat, jelas terlihat dari sorot matanya jika Saka merasa bersalah. "Dulu waktu aku tahu Papa punya wanita lain, aku sangat membencinya. Di depan mataku, Papa lebih memilih wanita lain di banding Mama. Begitupun dengan Kak Rey. Dia adalah pria kedua setelah Papa. Dia tempatku bergantung dan bersandar. Tapi pada akhirnya, dia juga mengecewakanku. Sejak saat itu, aku berpikir tidak ada pria yang benar - benar mencintai dengan tulus. Mereka semua mengecewakanku dengan kasus yang sama yaitu pengkhianatan. Aku berusaha bangkit dari keterpurukanku. Berusaha keras mengumpulkan kekuatan dari puing - puing jiwaku yang telah hancur dan itu tidaklah mudah. Ditambah, disaat bersamaan aku di tinggalkan oleh satu - satunya orang yang paling menyayangiku. Duniaku rasanya gelap. Semuanya terlihat hitam. Tapi semua mulai terang saat aku bertemu denganmu"
"Di ..."
"Butuh waktu lama untuk memulihkan semua trauma itu. Dan kamulah orang yang mampu menyembuhkannya, Ka. Aku berpikir, kamu berbeda dengan mereka. Aku menggantungkan banyak harapan baru padamu. Bahkan aku lebih banyak mengalah dan lebih mementingkan kabahagiaanmu karena aku yakin kalau kamulah sumber kebahagiaanku. Tapi aku salah, pada akhirnya, kamu sama seperti mereka"
Saka menggenggam tangan Diandra, "Aku bersalah, Di. Aku menyesal. Maafkan aku. Katakan, apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memaafkan aku" tanya Saka penuh harap
"Tidak ada yang bisa kamu lakukan untuk mengembalikan semuanya, Ka. Sekalipun kamu bersujud meminta maaf, semua itu tidak akan bisa mengembalikan keadaan. Mungkin nanti aku bisa memaafkanmu, tapi aku tidak tahu kapan saat itu akan tiba"
Dian melepas genggaman tangan Saka namun pria itu menahannya, "Jangan bersikap di luar batas, Ka. Sekarang kita berbeda. Kamu suami orang"
"Di aku-"
"Pulanglah lebih dulu, Ka. Aku masih ingin berada di sini. Nanti aku akan minta sopir rumah untuk menjemputku. Lagipula, istrimu pasti sudah menunggumu di rumah"
Saka menggeleng keras, "Aku bekerja denganmu. Maka sebelum kamu pulang, aku tidak akan pulang"
Dua insan itu sama - sama diam, hingga beberapa saat, Dian kembali memulai permbicaraan, "Dulu, saat kita duduk berdua seperti ini. Kita adalah pasangan yang bahagia. Tapi sekarang ... Kita hanyalah dua orang asing yang tidak memiliki hubungan apapun lagi"
Saka menatap Dian dengan wajah sendunya, "Semua ini salahku"
Mereka kembali diam, "Di ..." Wanita cantik itu menoleh. "Jika aku mengatakan aku masih mencintaimu, apa kamu percaya?"
Dian terdiam sejenak, kemudian tertawa masam. "Kamu hanya merasa bersalah, Ka. Makanya kamu berkata seperti itu"
"Tidak Di. Aku memang masih mencintai kamu. Apa yang aku lakukan dengan Vika hanyalah sebuah kesalahan. Aku tidak pernah bermaksud untuk menduakan kamu. Dan aku menikahi Vika hanya sebatas rasa tanggung jawabku atas bayi yang dia kandung"
"Ka ... Kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan? Kamu akan segera memiliki anak. Apa pantas kamu berbicara seperti itu?"
Saka kembali menggenggam tangan Diandra, "Aku masih mencintai kamu, Di. Bahkan setelah aku berusaha mencintai Vika, nyatanya hanya kamu wanita yang benar - benar aku cintai"
"Apa seperti ini pula rayuan yang kamu berikan pada Vika sebelum akhirnya kalian berselingkuh di belakangku?"
"Tidak!" jawab Saka tegas, "Aku tidak pernah merayu wanita manapun, Di. Pada Vika sekalipun"
"Apa jaminannya kalau ucapanmu bisa di percaya, Ka?"
Tanpa kata, Saka membungkam bibir Dian dengan ciumannya.
Dian segera mendorong Saka keras, "Apa yang kamu lakukan, Ka? Semua ini salah!!"
"Kamu perlu bukti kan? Inilah buktinya bahwa aku masih mencintai kamu!! Aku selalu mencintai kamu, Di. Bahkan hingga saat ini!!"
Di ujung sana, seorang perempuan tengah menangis sambil menutup mulutnya tak percaya. Beberapa detik yang lalu, ia baru saja mendapat kiriman sebuah video. Firasatnya sudah tak enak. Dengan penuh keberanian, Vika membuka rekaman tersebut. Bukan hanya dirinya yang terkejut bahkan hatinya begitu sakit menerima kenyataan bahwa selama ini Saka tidak pernah mencintainya. Yang lebih menyakitkan lagi, Saka mencium Diandra. Suaminya mencium wanita lain yang tak bukan adalah mantan istrinya sendiri. Lalu apa arti kebersamaan mereka beberapa bulan ini? Semuanya palsu? Jadi, selama pernikahan mereka, Saka hanya berpura - pura. Pantas saja beberapa waktu belakangan ini Saka tak pernah menyentuhnya. Rupanya, inilah alasannya.
"Hahaha. Aku terlalu percaya diri. Aku kira, akulah pemenangnya. Aku yang menjadi ratu di hati Mas Saka. Tapi rupanya aku salah. Aku hanyalah sebuah pertanggung jawaban bagi suamiku"
Wajah Vika begitu sendu, namun beberapa saat kemudian, tatapannya menajam. Tangannya terkepal erat. "Semua ini karena wanita sialan itu! Kalau saja tidak ada Diandra, hal ini tidak akan terjadi!! Aku harus melenyapkan wanita sialan itu. Harus!!"
/Smug//Smug/