Demi memenuhi wasiat sang ayah, Ziyana Syahira harus rela menikah dengan pria yang sama sekali tidak dia kenali bernama Dirga Bimantara, seorang CEO yang terkenal dengan sikap dingin dan cuek.
Belum juga reda keterkejutan Ziyana akan pernikahan dadakannya bersama dengan Dirga. Ziyana kembali di kejutkan dengan sebuah kontrak pernikahan yang di sodorkan oleh Dirga. Jika pernikahan keduanya hanya akan terjalin selama satu tahun saja dan Ziya dilarang ikut campur dengan urusan pribadi dari pria itu.
Lalu, bagaimana jadinya jika baru 6 bulan pernikahan itu berjalan, Dirga sudah menjatuhkan talak pada Ziya dan diwaktu yang bersamaan Ziyana pun di nyatakan hamil?
Mampukah Ziyana jujur jika saat itu dia tengah hamil anak dari Dirga. Ataukah, Ziyana tetap memilih untuk pergi dengan merahasiakan keberadaan sang janin yang tumbuh dalam rahim nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Triyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SWA.Bab 34
“Berhenti menatapnya dengan tatapan yang sedih seperti itu. Aku yakin kalau dia tidak akan suka jika dia melihat kamu menatapnya dengan tatapan seperti ini,” ucap Dirga saat melihat Ziya terus menatap putri mereka dengan tatapan yang sendu.
“Berhentilah merasa bersalah, semua yang Zingga alami tidak sepenuhnya kesalahanmu. Semua itu sudah lah menjadi bagian dari takdirnya. Sekarang yang harus kita lakukan adalah berusaha untuk membuat dia sembuh dan terbebas dari penyakitnya.” lanjut Dirga, merengkuh pundak Ziya, lalu mendekap erat tubuh wanita itu.
Smentara itu, Ziya sndiri hanya bisa terdiam. Mencoba untuk kembali tegar seperti sebelum dirinya bertemu dengan Dirga dan bersama lagi dengan pria itu.
sementara itu, di apartemen.
“Mereka kemana sih? Emang harus ya pergi selama ini?” gerutu Zira yang sudah berjam jam menunggu kepulangan adik dan juga adik iparnya.
Hari sudah cukup larut malam, tetapi Ziya dan juga Dirga masih belum juga menampakan diri mereka di sana.
Padahal, sudah hampir tiga jam sejak dirinya menanyakan kabar Zingga pada Ziya dan Ziya membalas jika mereka akan segera pulang dan tidak akan menginap di rumah sakit karena kondisi Zingga yang masih stabil jadi dokter pun tidak mengharuskan Zingga untuk dirawat.
“Tit…”
“Tit…”
“Triling…”
Seketika, senyum semringah pun langsung muncul di wajah Zira saat mendengar pintu apartemen yang dibuka dari luar oleh pemiliknya.
“Assalamualaikum,” Ucap Ziya dan juga Dirga dengan sedikit bergumam karena takut mengganggu Zingga yang sedang tertidur di dalam gendongan ayahnya.
“Wa’alaikum salam. Kalian kemana saja? Kenapa baru pulang?” Jawab Zira yang membuat pasangan suami istri itu sama sama dibuat kaget, hingga beristighfar secara bersamaan.
“Astaghfirullah al adzim,” Ucap keduanya.
“Apa? Ada apa? Kenapa kalian beristighfar? Aku ini manusia, bukan hantu. Kenapa kaget gitu sih? Kaya lihat hantu saja,” gerutu Zira lagi, semakin dibuat kesal oleh respon adik dan juga adik iparnya yang sama sama kaget saat melihat dirinya ada di apartemen.
“Maaf, aku lupa kalau ada Kakak disini.” Jawab Ziya, singkat.
Kedua pasutri itu pun langsung masuk begitu saja ke arah dalam, keduanya sama sama pergi menuju ke kamar utama. Dimana kamar itu adalah kamar yang akan ditempati oleh Ziya dan juga Dirga.
“Kalian mau kemana? Kenapa tidak menjawab pertanyaan ku lebih dulu?” Lanjut Zira, menghentikan langkah Ziya dan juga Dirga yang hampir saja masuk kedalam kamar.
“Kami mau istirahat Kak. Maaf, tadi kami terlambat pulang karena kami pergi jalan jalan dulu. Ya sudah, karena kami sudah pulang. Kakak boleh istirahat, selamat malam dan selamat beristirahat.”
Tanpa basa basi lagi, Ziya pun segera masuk ke dalam kamar menyusuk suaminya yang sudah lebih dulu masuk ke dalam ruangan itu. Meninggalkan Zira yang masih terlihat kesal karena ditinggal di unit apartemen yang luas dan juga mewah itu, seorang diri.
Setelah kembali ditinggalkan, dengan menahan rasa kesal di dadanya. Zira pun tidak punya pilihan lain selain masuk ke kamar tamu yang akan dia tempati selama dia tinggal disana.
Mengikuti jejak sang adik dan juga adik iparnya yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar mereka. Meski pada kenyataannya, Zira sama sekali tidak bisa memejamkan matanya bara sedetik pun.
Pikiran nya terlalu sibuk memikirkan apa yang sedang dilakukan oleh adik dan juga adik iparnya malam ini. Sehingga, hal itu pun cukup mengganggu Zira dan membuat nya tidak bisa tidur.
*
*
Pagi harinya.
Zira mulai mengerjap ngerjap matanya yang masih terasa berat saat sayup sayup, indra pendengarnya menangkap suara orang yang sepertinya sedang memasak didapur.
Suara spatula yang beradu dengan wajan cukup mengganggu pendengaran nya hingga membuat tidurnya terganggu. Belum lagi dengan aroma khas dari masakan yang sedang dimasak. Mau tidak mau membuat Zira pun terpaksa membuka matanya.
Setelah mengumpulkan seluruh tenaganya dan meski rasa malas melanda. Zira tetap memaksakan diri untuk keluar dari kamar demi melihat apa yang sedang terjadi di luar kamarnya.
Zira pun berjalan menyusuri setiap ruangan, melangkah menuju ke arah dapur. Dimana sumber suara itu berada. Setiba nya disana, Zira menatap tidak suka pada seorang wanita yang sedang sibuk di depan kompor.
Wanita yang saat ini tengah mengenakan daster tidur yang memiliki panjang sampai di atas lutut dan handuk yang masih melilit di atas kepalanya. Membuat penampilan wanita itu terlihat sangat seksi dan sudah dipastikan jika pria manapun akan dibuat terpesona olehnya. Sungguh, Zira membenci hal itu.
“Kamu sedang apa, Ziya? Sepagi ini kamu sudah berisik.” tanya nya kepada sang adik.
Sekilas, Ziya hanya melirik ke arah Zira yang sedang berdiri tidak jauh dari dirinya. Lalu, Ziya pun kembali sibuk mengaduk makanan yang masih dia masak di dalam wajan.
“Kakak sudah bangun. Maaf jika suara nya membuat Kakak terbangun. Tapi, aku harus segera menyiapkan makanan untuk suami dan juga anakku. Mereka tidak boleh telat sarapan, apalagi Zingga. Dia harus makan sebelum minum obat,” jawab Ziya, tanpa menghiraukan keberadaan sang kakak yang lagi lagi terlihat kesal saat berhadapan dengan nya.
“Jika Kakak masih ngantuk, tidur lagi saja. Abaikan kegiatan apapun yang terjadi disini.” Lanjut Ziya, tanpa menghentikan kegiatan memasaknya yang memang belum selesai.
Zira yang merasa masih sangat mengantuk pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Namun, baru juga membalikkan badan. Suara Ziya kembali menghentikan langkahnya.
“Tunggu,”
“Ada apa? Apa kamu mau meminta bantuan ku?” tanya Zira, saat membalik kan kembali badan nya, menghadap ke arah Ziya.
“Tidak, terima kasih. Aku hanya ingin memberi tahu Kakak. Setelah ini, kalau Kakak mau keluar kamar. Tolong, kenakan pakaian yang layak dan jangan lupa pakai hijab Kakak. Di sini, ada pria yang bukan mahram Kakak. Jadi, tolong perhatikan itu saat Kakak berada di rumah orang lain. Termasuk rumah adik Kakak sendiri. Ingat, jangan buat Umi dan juga almarhum Abi kecewa karena kita melalaikan ajaran dan amanat dari mereka.” Lanjut Ziya, yang seketika itu semakin membuat Zira kesal setengah mati.
Akan tetapi, demi melancarkan niatnya jauh jauh datang ke negara itu. Zira pun harus kembali menahan dirinya agar tidak terbawa emosi meski saat ini. Ingin rasanya dia menjambak rambut sang adik yang masih tertutup oleh handuk yang melilit di atas kepalanya.
“Maaf. Akan Kakak perbaiki lagi.” jawab Zira sembari berlalu pergi meninggalkan ruangan dapur.
Meninggalkan Ziya yang masih menggeleng gelengkan kepalanya. Ziya merasa tidak mengerti akan jalan pikiran Kakaknya itu. Bagaimana bisa Zira mengabaikan ajaran dari kedua orang tuanya.
Dimana, dirinya dan juga sang adik diwajibkan untuk menutup aurat mereka. Apalagi di depan pria yang belum resmi menjadi pasangan halal kita.
Karena itu lah, Ziya terpaksa menegur sang Kakak. Karena saat ini, Zira tengah mengenakan pakaian tidur serba pendek dan juga berbahan kain satin yang tipis.
Hal itu membuat Zira tidak nyaman karena di sana ada Dirga yang notabene nya bukan lah mahram untuk Zira. Ziya melakukan itu bukan karena cemburu. Melainkan untuk menghormati dan juga menghargai mendiang ayahnya.
Karena disaat sang ayah masih ada, beliau terus menerus menekankan agar kedua putrinya itu bisa menjaga marwahnya sebagai seorang muslimah. Karena itu lah, mau tidak mau, Ziya pun harus menegur sang kakak disaat sang kakak melakukan kesalahan.
Termasuk kali ini, dimana sang kakak keluar dari kamar dengan menggunakan pakaian yang kurang sopan.
bener2 definisi anak tak tau diri s zira ini,,udah ky nolongin anjing kjepit.
Dirga sudah terang2an menolak, masih saja memaksa.
Memang setelah Dirga bisa dimiliki merasa puas?
Bisa memiliki raganya tapi tak bisa memiliki hatinya.
Yang ada Ngenes!!!! makan hati