Skuel Terra The Best Mother
Lanjutan kisah dari Terra kini berganti dengan. tiga adik yang ia angkat jadi anak-anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ABOUT LUSY 2
Gadis itu mengenyahkan pikiran kotornya barusan. Suara gelak tawa terdengar dari luar. Lusy pun hendak mendatangi suara itu, tapi sofa yang ia duduki seperti ada magnet besar hingga ia malas untuk mengangkat bokongnya dari sana.
"Pasti ini buatan dari luar negeri," terkanya.
Memang, Virgou membeli semua perabotan rumah dari Eropa. Kecuali sentuhan. dapur yang diubah total oleh Puspita ketika awal menikah.
Lusy memanjakan netranya melihat indahnya semua benda yang menghiasi. Terutama tiga lampu kristal yang menggantung.
"Nyonya Puspita pasti jadi ratu di rumah megah ini ...," gumamnya lalu menyandarkan punggung ke sofa.
Jemarinya liar mengelus kain beludru lembut warna coklat susu. Benar-benar nyaman, Ia sedikit melongok ke arah ruang yang disekat dengan ukiran kayu Jepara. Sebuah taman belakang yang dibuka lebar, angin masuk dari sana.
"Apa tak apa-apa jika hanya lihat-lihat?" gumamnya.
Gadis itu sedikit takut. Tapi, ia berdiri juga, tapi ...
"Loh ada Lusy juga toh?" suara sopran mengagetkan gadis itu.
Sorot mata biru yang tajam dengan pesona luar biasa muncul dari ambang pintu. Lusy langsung menunduk.
"Tu ... tuan!" sahutnya gugup.
"Santai saja, Lusy!" sahut pria itu tak masalah.
Dav, Gomesh, Bart, masuk ke dalam. Ekor mata gadis itu mengikuti ketiga pria dengan ketampanan berbeda. Di ruang sedikit di belakang, tampak Haidar, Rion, Demian dan Darren ada di sana. Lusy tak melihat Lidya dan Safitri di sana.
"Mungkin ada di dapur," terka gadis itu.
Sementara di ruang keluarga, Virgou melihat arah Lusy yang duduk kembali. Ia mengernyitkan keningnya. Sebagai ketua mafia dan memiliki pengalaman dalam bertemu dengan berbagai macam karakter manusia, membuat pria itu sedikit tahu sikap yang ditujukan oleh sekretaris dari istri paman adik sepupunya itu.
"Kenapa lihat Lusy segitunya?" tegur Khasya ketika melihat arah pandang Virgou.
Virgou menoleh pada wanita itu. Ia hanya tersenyum miring. Khasya berdecak kesal, ia paling tak suka dengan asumsi pria tampan di depannya.
"Jangan su'udzon ... apa yang terlihat belum tentu apa yang terjadi!" sungut wanita itu.
"Oh ... bunda, please, masa bunda nggak bisa nilai orang sih!" sahut Virgou tak percaya.
"Nggak, dia anak baik. Hanya mungkin dia memang memasang tembok tinggi karena masa lalu yang suram," sahut Khasya berasumsi.
Virgou hanya diam dan membiarkan asumsi wanita itu. Ia memilih membantu para tukang yang memindahkan barang agar ruangan bisa dipakai untuk shalat berjamaah nanti.
Khasya melihat Lusy yang duduk dengan tenang dengan mata menerawang. Terkadang ada senyum kecil terbit dari bibir gadis itu. Khasya tak tau apa yang dikhayalkan oleh Lusy.
"Kamu mau ngapain, Dem?"
Pria itu menoleh dengan cengiran. Ia kedapatan tengah memindahkan beberapa pastel yang tadi dibawa oleh Najwa pada pinggan lain.
"Mau pisahin buat Dem, bunda," jawab pria tampan itu dengan suara manja.
Khasya menghela napas panjang. Memang jika perihal makanan, semua orang dewasa harus bergerak cepat dengan para bayi gembul nan perusuh itu. Jangankan pastel goreng milik Najwa, pangsit rebus milik Saf dan kue almond milik Seruni akan habis dimakan dan jadi rebutan semua anak-anak dari yang bayi hingga remaja, tak ketinggalan Darren dan Demian.
"Ya sudah, jangan ambil banyak-banyak," ujar Khasya mengingatkan.
"Siap Bun!"
"Papa Bem, napain ipu bambil bastel dolen bunya Anty Bajwa!" seru Bariana dengan wajah galak.
"Hanya ambil sedikit, baby," sahut Maria. "Nggak boleh pelit, oteh?!"
"Oteh!" akhirnya Bariana tak mempermasalahkan kelakuan pria dewasa itu.
"Thanks Anty Mar!" ujar Demian.
"Anytime, sir!" sahut Maria dengan senyum.
Demian mengambil seberapa pastel, pangsit dan kue almond dalam satu piring. Ia pun menyimpannya di nakas, di sana ada lima piring berisi sama dengannya.
"Ini pasti punya Daddy, Ayah, Papa, Kak Darren sama Baby Ion!" gumamnya sambil terkekeh.
Anak-anak masuk dengan peluh bercucuran. Gisel dan Najwa masuk. Fathiyya anteng dalam gendongan ibunya. Bayi itu tadi ikut berteriak menyemangati kakak-kakaknya yang bermain gobak sodor.
"Astaga ... bau matahari!" ledek Demian sambil mengendusi adik-adik iparnya.
"Enak aja bau, ini harum kali!" seru Kean mencium ketiaknya sendiri.
"Mana sini, cium!" sahut Demian.
Kean langsung lari ketika pria itu hendak menarik dan mencium ketika adik iparnya itu.
"Kakak ... jorok!"
"Katanya wangi, kamu pasti boong!" goda Demian.
Lusy diam mengamati mereka yang bercanda, ada kehangatan di sana. Ia melirik wanita yang menggelayut manja pada Najwa, bahkan bayi dalam gendongan kangguru wanita itu tak protes sama sekali.
"Akrab banget!" cicitnya lirih.
"Balo ... pamu spasa?" sebuah netra cantik bulat dan jernih menatapnya.
Lusy sedikit terkejut lalu tersenyum, ia tak mengerti apa yang diucapkan bayi cantik itu. Najwa duduk di sebelah Lusy.
"Ini Anty Lusy, Baby Aya!" sahutnya menjawab pertanyaan bayi cantik itu.
"Oh ... Anty Pusy!" ulang Arraya.
Lusy hanya tersenyum mendengar ucapan salah bayi perempuan itu. Ia memang tak begitu suka anak bayi, hidup setengah terlantar, di pondok ia hanya sendirian tanpa teman dan sahabat. Ia benar-benar tak memiliki banyak pergaulan terutama dengan anak kecil.
"Lucu amet sih," ujarnya basa-basi.
Arraya memilih meninggalkan dua orang dewasa itu. Bayi itu melangkah tertatih ketika ibunya menyuruh mengganti pakaiannya. Para bayi dimandikan ulang karena baju mereka yang kotor.
Tak lama adzan Maghrib berkumandang. Dimas yang menjadi muadzinnya. Semua mengucap rasa syukur pada rejeki yang mereka dapat hari ini.
"Alhamdulillahirabbil alamiin!"
Mereka pun meminum seteguk air putih terlebih dahulu, lalu memakan makanan yang manis. Tapi, para bayi langsung menanyakan makanan yang mereka sukai.
"Pana bastel Anty Bajwa, bansit pebus Uma, syama tua lamon Mami Peluni!"
"Huh ... ingetnya makanan aja ... cium dulu, baru dapet!" sahut Demian gemas.
Semua bayi pun mencium pria tampan itu. Lidya dan Saf sudah menata semua di piring mereka masing-masing. Usai makanan ringan, semuanya pun shalat maghrib berjamaah.
"Mba, kamu Deket ya sama keluarga boss?" tanya Lusy ingin tahu.
"Nggak, biasa aja tuh,," jawab Najwa yang merasa aneh dengan pertanyaan sekretaris atasannya itu.
"Ah masa? Kok, sepertinya keluarga boss sangat akrab denganmu, terutama anak-anak?"
"Ah ... mereka memang ramah, jadi kami cepat akrab dan terlihat dekat," jelas Najwa singkat.
Lusy pun diam, ia tau, memang keluarga atasannya itu sangat ramah dan tak memandang status sosial.
"Iya juga sih," ujarnya.
Kini semua satu ruangan. Para wanita berada di shaf paling belakang. Kini Demian yang menjadi imam.
"Allahuakbar!" pria itu bertakbir.
Semua mengikuti dan larut dalam khusyu. Shalat maghrib berjalan dengan tertib. Lusy cukup terkejut akan hal itu.
Usai shalat, Najwa pamit bersama dengan Lusy. Khasya dan Terra mengantar mereka berdua hingga halaman mansion.
"Hati-hati ya," ujar Khasya perhatian.
"Iya, nyonya. Assalamualaikum!"
"Wa'alaikumussalam!"
Dua gadis beda usia itu pun pergi. Khasya menghela napas panjang. Setengah hari, ia hanya melihat Lusy hanya duduk santai sambil mengamati isi rumah. Terra memandang wajah wanita itu.
"Bunda," panggilnya manja.
"Masuk yuk," ajaknya.
Khasya mengangguk, ia pun menggandeng ponakan kesayangan suaminya itu dan melangkah masuk ke hunian mereka.
bersambung.
Mungkin Lusy terbiasa sendiri dan merasa diasingkan ...
selamat berbuka puasa Readers ba bowu ❤️❤️😍😍🌹🌹
next?