Hasna Aulia Zahrani seorang remaja yang cantik, pintar, ceria dan manja. Ia adalah putri tunggal dari seorang pengusaha sukses dan keluarga harmonis, pada awalnya. Hingga tanpa kesengajaan, orang ketiga masuk kedalam rumah tangga orang tuanya dan mengakibatkan perceraian.
karena merasa di khiantai orang tuanya, maka setelah perceraian orang tuanya, kehidupan Hasna berubah menjadi seorang pemberontak, nakal, pembangkang dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar dalam arena balap liar, clubbing serta perkumpulan remaja bebas lainnya. Walaupun hati kecilnya menolak itu semua.
Masa SMA, ia memilih hidup bersama pengasuhnya sedari kecil. Hingga suatu ketika, ia memutuskan untuk tinggal bersama kakek dan neneknya di kota kelahiran sang Ibu.
Karena merasa khawatir dengan kelakuan Hasna, maka kakek serta neneknya memutuskan untuk menikahkan Hasna dengan Afnan Al-jaris, seorang Businessman yang bergelar Ustaz dan putra bungsu dari sahabat kakeknya yang merupakan seorang Kyai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Kehilangan Akal Sehat
Tok ...
Tok ...
Tok ...
Dari arah luar kamar Hasna, terdengar pintu di ketuk beberapa kali. Hasna sudah keluar dari kamar mandi dan sudah berganti pakaian pula. Kini ia duduk di atas tempat tidur, matanya terlihat sembab karena habis menangis sebelumnya.
"Iya. Masuk!" sahut Hasna. Terlihat Bi Rumi masuk kedalam kamar Hasna, membawa segelas jus untuk Hasna beserta camilannya.
"Neng, ini jusnya," ucap Bi Rumi.
"Terima kasih Bi, tolong letakan saja di meja belajar Nana. Nanti Nana minum." Hasna bergeser dan duduk di sisi tempat tidur dengan memalingkan wajahnya agar Rumi tidak melihat kalau dia baru saja menangis.
Hasna berusaha menyembunyikan wajahnya agar Rumi tak melihat mata sembabnya. Karena jika Rumi melihatnya, pasti ia akan tahu kalau Hasna habis menangis dan pasti akan bertanya, alasan Hasna menangis.
"Ya sudah Neng! Bibi ke bawah dulu ya, mau menyetrika pakaian," pamit Rumi.
"Iya Bi, terima kasih sekali lagi," ucap Hasna dan Rumi pun berlalu keluar dari kamar Hasna menuju lantai bawah.
***
Di tempat lain.
Tepatnya di pelataran parkir sebuah Masjid. Terlihat dua orang pria yang sama-sama tampan sedang duduk di bangku yang tersedia di lahan parkir tersebut.
Dua orang pria itu adalah, Afnan dan Ubaydillah yang sedang duduk dan berbincang bersama. Keduanya kini membahas tentang gelang milk Hasna sembari menunggu Azan Ashar.
"Bagaimana informasinya dari pihak toko perhiasan, Sob?" tanya Afnan pada Ubaydillah.
"Betul Bro! dari Photo yang kita kirim, gelang itu sama persis dengan gelang yang kita pesan tempo hari. Bahkan nomor kode pada gelang itu cocok dengan kode di sertifikat gelang itu. Karena Mereka punya copy-an sertifikatnya," jawab Ubaydillah yakin.
"Jadi benar 'kan, ini gelang Hasna? gelang khitbah dari Ana?" tanya Afnan, Ubaydillah mangut-manggut, "Dek Sob, perempuan di saung nomor lima yang bersama laki-laki itu adalah Hasna. Ana masih ingat matanya yang indah dan sorot mata yang jernih, walaupun tidak dekat Ana bisa melihat kilatan sinar matanya saat ia tertawa tadi," ucap Afnan.
"Ya A'a Bro! itu Hasna, tapi cowok itu siapa dan ada hubungan apa dengan Hasna?" tanya Ubaydillah.
"Entahlah. Yang Ana tahu ternyata Hasna cantik! sangat cantik," ucap Afnan sambil menimang gelang itu sembari tersenyum simpul.
"Deuh bucin." Ledek Ubaydillah, "Hasna sama cowok Aa Bro. Sadarkan diri Anta, jangan sampai kesambit Syaitan bucin!" cebik Ubaydillah.
"Astaghfirullah, tidaklah Sob. Ana masih sadar Alhamdulillah. Em, cowok itu, mungkin teman sekolahnya. Mereka masih mengenakan seragam sekolah sepertinya. Nanti kita akan cari tahu Dek Sob. Berusahalah Tabayyun. kalau pacarnya tidak mungkin. Kata Paman Arlen, Hasna baru beberapa bulan di sini," ujar Afnan.
Hati Afnan tak sedikitpun mempunyai kecurigaan tentang laki-laki yang bersama Hasna memiliki hubungan spesial dengan Hasna. Dari cara Hasna menatap laki-laki itu dan saat bercanda bersamanya, Afnan melihat itu layaknya seorang teman. Terlebih Afnan selalu Tabayyun, atau mencari kebenaran terhadap sesuatu hal yang belum jelas adanya.
"Ya, kita lihat saja nanti, pasti akan ada jawaban. Berarti Ana gak salah 'kan? pernah melihat perempuan itu?" tanya Ubaydillah sembari berpikir, "A, ya ya ya ... sekarang Ana ingat, A'a Bro!" seru Ubaydillah, ia begitu bersemangat. Ubaydillah mengagguk-anggukan kepalanya, karena ia yakin dengan ingatannya yang telah mengingat sesuatu.
"Ingat tentang apa Dek?" tanya Afnan belum memahami apa yang Ubaydillah ingat.
"A, ingat tidak? waktu Anta menyenggol perempuan di restoran, ketika kita ke Jakarta?" tanya Ubaydillah pada Afnan.
"Em," Afnan nampak berpikir. Lalu ia seperti mengingatnya, "Oh iya Dek, kenapa?" tanya Afnan kembali.
"Bro Ustaz, kalau semisal perempuan yang di resto tadi adalah Hasna. Berarti perempuan Gahar bermotor pink yang kita lihat di Jakarta juga Hasna dong. Dia yang sudah bersenggolan sama Anta dan hampir jatuh," ucap Ubaydillah penuh keyakinan. Ubaydillah mengingat semuanya. Ingatan Ubaydillah itu tajam, feelingnya kuat.
"Masya Allah, Jadi ...." ucap Afnan seperti berbisik kepada dirinya sembari menggelengkan kepalanya pelan, seakan tak yakin dengan yang baru saja ia dengar.
"Iya, A'a Bro. Insya Allah, Ana yakin dia Hasna karena Ana ingat betul. A'a Bro malah meluk doi, cie ...bco cuit, tak menyangka, peluk-peluk calon istri," ledek Ubaydillah meyakinkan dan menggoda Afnan.
"Hehe ... Apa sih, Anta ini Dek!" ucap Afnan malu.
"Kalau kamu itu Hasna, sesungguhnya misteri apa yang kamu miliki? dari awal jumpa di restoran itu, kamu sudah mampu meruntuhkan sebagian pertahan Imanku! dan hanya karena mendengar cerita tentangmu dari Nenekmu. kamu berhasil membuat aku merasa penasaran. Dan sejak aku bertemu langsung dengan kamu, berhias segala kekonyolan kamu yang sukses membuat aku kehilangan akal sehat." gumam Afnan, namun Ubaydillah masih pun dapat mendengarnya.
Afnan bersandar pada bangku taman sembari menggenggam kepalanya dengan kedua tangan lalu mengacak rambutnya. Wajahnya menengadah menatap langit. Lalu ia menghela napas panjang dan mengemembuskannya sedikit kasar.
"Hem, A'a Bro. Sebaiknya kita kembalikan tas Hasna ke Sekolahnya besok. Kita titipkan saja di kantor Guru. Katakan saja kita menemukanya. Lalu kita katakan juga, hanya menemukan alamat sekolahnya. Tidak tahu alamat rumahnya." saran Ubaydillah pada Afnan.
"Begitu, ya Sob,"ucap Afnan datar. Dia memajukan Bibirnya sambil manggut manggut, pertanda ia sedang berpikir, "oke, good idea. Tapi malam ini kita akan tetap menemui Hasna. Ana ingin melihat, apakah dia merasa kehilangan gelang itu, atau tidak," ujar Afnan kembali.
Lagi, Afnan menarik napas lalu mengembuskannya keras dan ia berdiri hendak masuk kedalam Masjid Karena Azan Ashar sudah berkumandang. Ubaydillah membarengi langkah Afnan.
Hijgga, beberapa saat kemudian, mereka sudah berada di dalam kantor Afnan. Tiba tiba terdengar dering ponsel yang agak lama.
Triing ...
Triinggn ...
"A'a Bro, terima dulu tuh teleponnya. Dari tadi berdering terus," ucap Ubaydillah.
Afnan mengernyit kening. "Bukan ponsel Ana, Dek sob," jawab Afnan, memang betul adanya.
"Lalu ponsel siapa? punya Ana juga bukan," tukas Ubaydillah. Lalu Afnan dan Ubaydillah, mengikuti sumber suara ponsel tersebut.
Suara Ponsel itu terdengar dari dalam tas Hasna. Afnan Segera membuka resleting tas, lalu ia meraba raba, dan ponsel itu ada di slot kecil tas bagian dalam. Benar saja ada panggilan masuk di ponsel Hasna. Afnan melihat layar ponsel dan tertera nama NINEN. Afnan faham siapa itu NINEN.
"Hem, bahkan dia meninggalkan ponselnya didalam tas," ucap Afnan. Senyuman tipis nan hambar terlihat dari sudut bibirnya.
"Berarti, tadi dia tergesa-gesa tuh A'a Bro," ucap Ubaydillah.
"Mungkin!" balas Afnan singkat. sembari mengintip pupop pesan di sudut Atas layar ponsel Hasna. Karena ponsel di kunci memakai kode dan Afnan tidak tahu kodenya.
"Nana sayang, kamu dimana? Ninen telepon, kok tidak di angkat. Ninen dengan Kiki, malam ini tidak akan pulang ya, Sayang. Kami ada urusan penting di Cianjur, kamu baik-baik ya di rumah. Wasalamualaikum." popup notifikasi pesan dari Nenek Hasna di sudut atas ponsel berhasil Afnan baca.
"Sob, lihat Popup pesan dari Nenek Hasna. mereka sedang tidak di rumah, berarti kalau kita kesana malam ini, tidak harus mencari alasan lebih," Ucap Afnan.
"Bagus Bro. Ya sudah ba'da maghrib kita kesana. Sekarang Ana mau lapor bahwa Ama lapar Boss!"
ucap Ubaydillah sambil tertawa kecil.
"Ya sudah! pesan makan dulu sana, Ana juga lapar Sob," timpal Ubaydillah.
"Wokkeh, Boss Ustaz!" Ubaydillah berlalu untuk memesan makanan.
Tak berapa lama, makanan yang Ubaydillah pesan, sudah terhidang di atas meja dekat sofa, ruangan kerja Afnan. Kini Afnan dan Ubaydillah segera makan, sembari kembali membahas tentang Hasna, gelang dan juga rencana mereka nanti malam menyambangi rumah kakek Hasna, untuk menemui Hasna.
Bersambung ....
dan terima kasih