Eleanor tak pernah membayangkan akan bertemu Nicholas lagi, mantan suami yang bercerai darinya tujuh belas tahun silam. Semua berawal dari pesta rekan kerja yang ia datangi demi menemani sahabat kecilnya, William. Malam yang mestinya biasa berubah kacau saat tatapannya bertemu dengan Nicholas, lelaki yang dulu pernah ia cintai habis-habisan sekaligus orang yang paling ia hindari saat ini. Pagi hari setelah pesta, Eleanor menemukan dirinya terbangun tanpa pakaian di samping Nicholas. Pertemuan malam itu membawa hubungan baru dalam hidup keduanya. Apalagi setelah Nicholas dikejutkan dengan keberadaan remaja berusia enam belas tahun di rumah Eleanor.
Bagaimana takdir akan membawa hubungan mantan suami istri itu kembali? Atau justru Eleanor akan menemukan cinta yang baru dari seorang berondong yang sudah lama mengejar cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Lagi
Eleanor memarkirkan mobilnya halaman depan gedung kaca yang menjulang di distrik bisnis Paris. Ia melangkah anggun masuk elewati lobi, tumit sepatunya berdetak mantap penuh kepercayadirian. Beberapa rekan menyapanya ketika ia melewati ruang kerja terbuka.
“Bonjour, Madame Chen.”
Eleanor hanya membalas dengan senyum tipis dan anggukan singkat. Profesional, tidak berlebihan tapi hangat seperlunya. Ia adalah sosok yang disegani di kantor ini. Konsultan budaya senior, ketua tim dan jembatan antara perusahaan-perusahaan Eropa dan pasar Asia yang rumit. Reputasinya bukan sekadar kemampuan analisis, melainkan juga kefasihan berbicara, keanggunan dan aura yang membuat klien merasa aman berada di bawah arahannya.
Ia langsung menuju ruang rapat. Pagi ini ada rapat penting dengan investor penting. Para anggota timnya sudah duduk rapi dengan berkas masing-masing. Eleanor mengambil tempat di ujung utara, tempat ketua tim seharusnya berada.
“Baik,” katanya dengan suara tenang dan penuh kendali. “Hari ini kita akan presentasi strategi adaptasi pasar Asia Timur untuk perusahaan mereka. Fokus pada bahasa, simbol budaya dan etiket pertemuan. Pastikan semua detail dan terorganisir.”
Anggota timnya mengangguk. Mereka terbiasa dengan gaya Eleanor yang dingin, namun selalu tepat sasaran. Pencapaian mereka tahun ini terbukti jadi yang terbaik diantara semua departemen.
Beberapa menit kemudian, pintu rapat dibuka dari luar. Klien yang mereka tunggu masuk dan langsung mengambil tempat duduk di kursi yang sudah ditentukan.
Eleanor menyalakan proyektor, membuka presentasinya dengan percaya diri. Nada suaranya santai tapi jelas, mengalir tanpa ragu menuntun setiap orang di ruangan untuk mengikuti ritme pikirannya. Tidak ada tanda-tanda dalam dirinya bahwa kurang dari lima jam lalu, ia meninggalkan hotel mewah dengan gaun kusut dan tubuh penuh bekas tanda malam panas. Yang ada berdiri di depan sekarang adalah Eleanor Chen, wanita Asia dengan pengalaman kerja tiga belas tahun yang anggun, kristis, dan cerdas.
Presentasi berjalan mulus. Eleanor menekankan poin-poin penting, sesekali memberi jeda untuk mendengar masukan dari klien. Aura kendali yang ia pancarkan membuat seluruh ruangan tertib dan semua mata mengikutinya.
Tiba-tiba, pintu rapat terbuka. Suara engsel yang berderit pelan memecah konsentrasi. Seorang pria masuk dengan jas hitam melekat sempurna, kemeja putih bersih dan dasi sutra berwarna gelap.
Eleanor membeku sepersekian detik, merutuki waktu yang membawanya lagi bertemu pada pria ini. Ia menelan ludah kasar lalu cepat-cepat menegakkan bahu dan memalingkan pandangan ke layar presentasi, seakan tak terjadi apa-apa.
Klien bangkit menyambut. “Monsieur Leclair,” sapanya hormat. “Senang akhirnya Anda bisa bergabung. Kami tahu jadwal Anda padat sekali.”
Nicholas mengangguk singkat, senyumnya tipis tapi mematikan. Matanya melintas ke seluruh ruangan… dan berhenti tepat pada Eleanor. Sekejap mata mereka bertemu, panas dan penuh memori.
Tapi Eleanor tidak bergeming. Ia hanya mengangkat alis sedikit, lalu kembali menatap catatannya seolah Nicholas hanyalah nama dalam daftar panjang investor yang pernah ia temui.
“Silakan duduk, Monsieur,” ucapnya datar dengan nada formal yang dingin. “Kami baru saja membahas adaptasi strategi komunikasi lintas budaya.”
Beberapa anggota tim menoleh, kagum pada ketenangan Eleanor. Mereka tak tahu di balik ekspresi datarnya, perut Eleanor terasa melilit.
Nicholas menarik kursi lalu duduk perlahan. Tatapannya tetap menaruh atensi hanya pada Eleanor. Namun Eleanor tidak memberi celah. Ia menatap layar, melanjutkan presentasi dengan suara lancar seolah mereka tidak pernah mengenal sebelumnya.
Pointer di tangannya bergerak tenang, menyusuri slide demi slide. “Di Tiongkok, warna merah adalah simbol keberuntungan. Namun di Jepang, warna yang sama bisa membawa konotasi yang berbeda bila digunakan dalam dokumen resmi. Hal-hal kecil seperti ini akan memengaruhi kepercayaan mitra bisnis.”
Setiap kalimat Eleanor sangat meyakinkan dan memberi pengaruh. Caranya menjelaskan membuat orang yang mendengar akan masuk kedalam perencanaan yang dimaksud. Para klien mengangguk lalu mencatat dengan serius. Timnya menatap Eleanor dengan tatapan bangga, menjadi bagian dari tim ini adalah berkat apalagi untuk pemula.
“Dalam budaya Asia, komunikasi non-verbal seringkali lebih penting dari kata-kata. Diam bisa berarti persetujuan… atau penolakan halus. Itulah mengapa observasi detail menjadi kunci.”
Di seberangnya, Nicholas bersandar santai di kursinya. Tangannya menyatukan jari-jari dengan wajah tenang tapi matanya… tak pernah lepas dari Eleanor.
Ada keterkejutan yang besar di sana. Ia tidak menyangka akan bertemu lagi dengan Eleanor setelah ditinggalkan begitu saja di kamar hotel. Dan bagaimana wanita itu bekerja hari ini begitu mengejutkan Nicholas. Perempuan yang tujuh belas tahun lalu bercita-cita menjadi ibu rumah tangga yang baik kini berdiri di depannya dengan kemandirian yang pasti.
Eleanor bahkan tidak membalas tatapannya… tidak sekali pun. Ia bersikap seakan Nicholas hanyalah salah satu peserta rapat yang kebetulan hadir. Profesional dan tenang.
Saat ia menutup presentasinya, ruangan hening sejenak sebelum riuh tepuk tangan kecil dari klien. Seorang direktur berkata, “Madame Chen, analisis Anda sangat berharga. Saya yakin strategi ini akan membantu kami menghindari banyak kesalahan.”
Eleanor hanya mengangguk ringan, senyum tipis menghiasi wajahnya. “Itu memang tujuan kami. Memastikan komunikasi lintas budaya berjalan dengan saling menghormati.”
Rapat berlanjut dengan sesi diskusi. Beberapa pertanyaan dari pihak klien mengalir, sebagian teknis, sebagian bersifat strategis. Eleanor menanggapi semuanya dengan tenang dan tetap stabil.
Hingga Nicholas mengangkat tangan hendak bicara.
“Madame Chen,” ucapnya, nadanya datar tapi mengandung tantangan. “Strategi Anda terdengar elegan di atas kertas. Namun, bagaimana Anda memastikan mitra bisnis Asia benar-benar mengikuti arahan ini, sementara mereka cenderung… menyembunyikan maksud sebenarnya?”
Ruangan menegang, nada itu bukan sekadar pertanyaan biasa namun seperti hendak menjatuhkan. Anggota tim Eleanor saling berpandangan gugup. Pasalnya yang sedang bertanya ini adalah investor penting bagi perusahaan mereka.
Eleanor menoleh perlahan, matanya bertemu langsung dengan Nicholas. Tak ada keraguan dalam tatapannya.
“Dengan observasi yang tajam, Monsieur Leclair,” jawabnya tenang. “Itulah sebabnya kami tidak hanya membaca kontrak, tapi juga membaca bahasa tubuh, pola komunikasi, dan simbol budaya. Kami tidak meminta mereka berubah. Kami menyesuaikan diri agar kesepahaman bisa tercapai. Itu bedanya antara strategi di kertas… dan strategi langsung di lapangan.”
Hening sejenak, sebelum klien di samping Nicholas mengangguk penuh persetujuan. “Tepat sekali. Itulah alasan kami memilih tim Anda, Madame Chen.”
Nicholas masih menatapnya dengan sudut bibir yang terangkat tipis menikmati pertarungan kecil ini. Eleanor mengalihkan pandangan kembali ke berkas dan menanggapi pertanyaan diskusi dari klien lain dengan professional.
Sepanjang sisa rapat, Nicholas beberapa kali melempar tatapan intens dan panas. Semua orang di ruangan bisa merasakan sesuatu. Ada ketegangan aneh dan listrik halus yang melintas antara dua orang itu, meski keduanya tak menunjukkan secara terbuka.
𝚋𝚒𝚊𝚛 𝚋𝚒𝚜𝚊 𝚝𝚊𝚖𝚋𝚊𝚑 𝚞𝚙𝚍𝚊𝚝𝚎 𝚡.. 🤭
𝚊𝚞 𝚖𝚎𝚗𝚞𝚗𝚐𝚐𝚞 𝙺𝚎𝚕𝚊𝚗𝚓𝚞𝚝𝚊𝚗 𝚡.. 💪