Vivian Candrama seorang perempuan cerdas yang cantik. Ia diangkat menjadi cucu dari seorang pengusaha sukses bernama Farhan Candrama. Kehidupannya ternyata tak sesuai keinginannya yang ingin melupakan cinta pertama yang ia anggap sebagai cinta monyet yang menyakitinya.
Tapi saat ia ingin menjauh dari laki-laki yang membuatnya patah hati, lagi-lagi ia harus kecewa karena laki-laki itu kembali datang dan sengaja memaksanya untuk menikah. Gemal Candrama nama laki-laki itu. Ia adalah cucu kedua dari Farhan Candrama. Semua media tahu jika ia adalah tunangan dari Gunadarma Candrama pewaris Candrama grup tapi kemudian ia terpaksa menikah dengan Adik kandung Gunadarma Candrama. Gemal membencinya dan menyatakan perang padanya. Vivian tahu tidak ada cinta untuknya dihati Gemal. Gemal menikahinya hanya untuk menyiksa hidupnya.
Bagimana kehidupan Rumah tangga Vivian dan Gemal?
ayo baca dan jangan lupa vote dan komentarnya...terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puputhamzah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Air mata
Mobil Vivian memasuki pagar tinggi yang merupakan kediaman orang tua Gemal. Vivian memarkirkan mobilnya dan setelah itu melangkahkan kakinya dengan pelan masuk kedalam Rumah. Ada keraguan dihati Vivian untuk melangkahkan kakinya mendekati pintu utama dan ingin masuk kedalam rumah ini. Vivian tahu sebenarnya ia tidak disambut oleh Elin, yang masih merasa terpaksa untuk menerimanya sebagai menantu.
"Asslamualikum," ucap Vivian. Seorang maid membuka pintu dan tersenyum kepada Vivian.
"Waalaikumsalam, Masuk Non!" ucapnya. Vivian tersenyum dan melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah.
Vivian melihat canda dan tawa dari arah dapur membuatnya segera melangkahkan kakinya menuju dapur. Ia melihat Elin sedang tertawa bersama Ayunda membuatnya ikut tersenyum namun ketika ia sadar jika sikap Elin dengannya tidak seakrab itu, membuatnya rasa percaya dirinya untuk mendekati Ibu Mertuanya itu pupus sudah. Ada keraguan darinya, jika Elin akan bersikap baik padanya dan Ia semgaja membangun dinding tinggi dihatinya, agar hatinya tidak terlalu berharap akan segera diterima oleh Elin. Ia tidak ingin merasa kecewa karena terabaikan. Terbaikan? satu kata yang selalu memenuhi otaknya, karena sejak dulu ia selalu mengalaminya.
"Assalamualikum Mi," ucap Vivian.
"Waalaikumsalam Vian, sini Vian!" ajak Elin.
Vivian melangkahkan kakinya mendekati Elin. Sejujurnya ia merasa masih sangat canggung kepada Ayunda, karena sikapnya yang dulu sangat keterlaluan. Malu? tentu sajan ia malu dan tidak memiliki muka bertatapan dengan Ayunda. Vivian memiliki harga diri yang tinggi dan kemudian jatuh terhempas karena permintaan sang Kakek yang memintanya merebut Guna dengan cara apapun saat itu. Vivian tidak akan pernah ingin menghancurkan hubungan orang lain, karena ia tahu betapa sakitnya rasa kecewa, sakit hati dan terabaikan. Tentu saja ia menghindari semua itu dan berharap tidak akan terjadi lagi dalam hidupnya. Tapi permintaan orang yang selalu melindunginya selama ini, membuatnya terlihat begitu kejam, pelakor itulah yang pernah ia sandang.
Vivian melangkahkan kakinya mendekati mereka. Ia mencium punggung tangan mertuanya walaupun ia bisa menduga jika Elin terlihat agak egan saat ia mengulurkan tangannya.
"Gemal bilang katanya kamu mau belajar memasak dari Mami, hmmm...jadi mau kita mulai memasaknya sekarang?" tanya Elin terlihat berhati-hati saat berbicara dengan Vivian.
"Ya, Mi" lirih Vivian kembuat Elin menghela napasnya dan menganggap jawaban Vivian itu terlihat terpaksa.
"Mami tahu Vian kamu terpaksa dan tidak terlihat suka untuk datang ke Rumah ini," ucap Elin.
"Mami, kok bicara seperti itu sama Vian, Mi? Vian kan mau belajar memasak sama kita!" ucap Ayunda tidak ingin melihat keributan antaran Elin dan Vivian
Aku harus bagaiamana? apa aku mengatakan jika aku tidak suka datang ke Rumah ini. Aku tidak bermaksud begitu. Aku hanya tidak ingin Mami merasa tertekan karena kehadiranku disini. Apa yang harus aku lakukan Mi agar Mami menerimaku dan bersikap akrab sepert**i Mami saat bersama Ayunda.
"Mau tidak mau, kamu harus bisa menyesuaikan diri tinggal disini nantinya dan sebagai Ibu mertua kamu, saya wajib mengingatkan kamu agar kamu bisa bersikap baik Vian. Selama ini kamu selalu bersikap sesuka hati kamu dan hidupmu diluar negeri pasti terasa bebas. Kamu tidak bisa lagi seperti itu mulai dari sekarang!" ucap Elin membuat Vivian menatap nanar Elin.
Seperti itu? apa yang telah Vian lakukan di luar negeri Mi? Vian hanya kuliah dan bermain bersama teman-teman. Vian bukan perempuan liar yang hidup bebas Mi.
Vivian tidak sanggup lagi menahan perasaannya. Air matanya menetes dan ia berusaha sekuat tenaganya agar tidak terisak dan membuatnya begitu terpuruk didepan mertuanya terlebih lagi didepan Ayunda.
Elin dan Ayunda menyadari ekspresi wajah sendu Vivian dan juga air mata Vivian yang menetes. Elin tidak menyangka ucapannya membuat Vivian menangis. Ia menatap mata Vivian dan terlihat jelas ada luka di mata nanar yang saat ini memilih diam dan berdiri kaku, bahkan terlihat linglung.
Ayunda mendekati Vivian dan memegang tangannya."Mi, Ayu antar Vian ke kamar Gemal dulu ya Mi!" ucap Ayunda.
"Iya," ucap Elin. Ia merasa menyesal dengan ucapannya yang membuat Vivian terlihat sangat terluka.
Ayunda memegang tangan Vivian. Vivian yang merasa tertekan dan pikirannya berkecamuk saat ini memilih untuk mengikuti
langkah kaki Ayunda. Ayunda membuka pintu kamar Gemal. "Istrihata saja dulu Vian, kamu baru pulang dari kantor. Besok aja kita masak sama-sama. Jangan dipikirkan ucapan Mami ya Vian!" ucap Ayunda.
"Terimakasih" ucap Vivian membuat Ayunda menganggukkan kepalanya. Ayunda segera keluar dari kamar Gemal dan meninggalkan Vivian.
Tangis Vivian pecah dan ia terisak begitu memilukan. Hari ini adalah hari terberatnya, ingin sekali ia membantah uncapan Elin dan menjelaskan semuanya tapi ia tahu jika penjelasaannya saat ini akan meperburuk keadaan. Vivian mengambil obat tidur yang biasanya ia konsumi dan meminumnya. Ia membaringkan tubuhnya diranjang dan mencoba tertidur lelap agar tidak mengingat ucapan-ucapan yang selalu memojokkannya.