"Anda yakin Mrs. Aquielo?"
"Jangan asal mengubah nama ku seenakmu, aku masih seorang Rainer asal kau tahu saja."
"Ya untuk sekarang kau mang masih seorang Rainer, tapi sebentar lagi kau akan segera mengganti nama belakangmu itu dengan nama keluargaku."
"Seperti aku mau saja dengan dirimu."
"Oh apa kau lupa yang aku katakan dipesawat kemarin Ms. Rainer."
Viona hanya dapat terdiam tentu ia tidak lupa dengan ancaman pria gila ini kemarin. Dan sialnya kalau semua yang dikatakan nya benar adanya maka tidak ada jalan lain lagi bagi Viona untuk menolak semua keinginan pria itu.
Itu buruk....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Panda Merah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
04
Sementara itu diIndonesia Sarah masih sibuk berdebat dengan Ibunya yang terus-terusan menyalahkan Viona yang meninggalkan dirinya sendiri disaat sedang jatuh seperti sekarang.
"Ma,,, cukup! Dia pergi bukan karena keinginannya sendiri, tapi karena aku yang memaksanya!" Seru Sarah sambil menatap Mamanya lelah.
"Dari dulu Kamu memang selalu membela mereka Sarah! Entah itu lelaki kurang ajar itu ataupun Anak-anaknya yang tak kalah kurang ajarnya." Sentak Mamanya marah.
"Ma... Mereka juga anak-anak Ku. Cucu Mama tidak baik bicara seperti itu. Jeremy mungkin bersalah tapi Anak-anak kami tidak tahu apa-apa Ma, putri ku tidak pantas menerima kebencian seperti itu!" Seru Sarah tak mau kalah dari Mama nya.
Ya... Dia seorang Ibu, hati Ibu mana yang tidak sakit saat Anak yang Dia lahirkan dengan penuh perjuangan dicaci-maki dihadapan nya sendiri apalagi orang itu merupakan bagian dari keluarganya sendiri.
"Bahkan disaat Kamu sudah seperti ini. Kamu masih saja membela mereka, Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana caramu berfikir Sarah!" Seru wanita tua itu.
"Aku tidak terluka karena Mereka, tapi karena pilihanku sendiri. Jadi berhenti menyalahkan Putri ku, walau bagaimanapun Viona itu darah dangingku Ma... Mama fikir Aku tidak sakit saat Mama mengatainya tepat dihadapanKu seperti sekarang. Mama juga seorang Ibu, jadi Aku berharap Mama bisa mengerti bagaimana perasaanku sekarang." Ucap Sarah sambil menahan tangis dihadapan Mamanya.
"Hhhh... Sudahlah, berdebat dengan dirimu memang tidak akan ada habisnya. Sekarang terserah apa maumu saja, Mama tidak perduli lagi!"
"Ma...!" Seru Sarah tampak putus asa melihat langkah Mamanya yang kian menjauh.
Sekarang dia memang sedang berada dirumah orang tuanya. Sejak Viona meninggalkannya sendiri Sarah bahkan tidak berani kembali kerumah mereka, yang dimana disana banyak sekali tertinggal kenangan mereka berdua selama beberapa tahun belakangan.
Sarah takut kalau ia kembali ke rumah itu pendiriannya akan goyah dan berakhir pergi menemui Viona. Untuk sementara biarlah dulu seperti ini, dirinya hanya perlu membiasakan diri.
Sendirian tanpa Putrinya.
Viona pasti bahagia disana Jeremy sudah berjanji akan membahagiakan Putrinya itu. Sarah yakin sekarang mungkin Viona sedang bersenang-senang disana bersama Kakaknya.
Audrey...
Sudah lama sekali Sarah tidak berjumpa dengan putri sulungnya itu rasanya ia ingin sekali terbang kesana sekarang juga. Dan kembali memeluk kedua Putrinya penuh cinta, tapi apa boleh buat kesalahan yang Dia lakukan delapan tahun silam membuat Sarah malu menampakan diri dihadapan Audrey sekarang.
Flashback on*
"Bu... Jangan pergi. Jangan bawa Viona!" Seru Audrey sambil terus mengis meraung-raung.
Sementara Sarah tetap tidak menggubris permohonan remaja itu. Dia tetap melangkah keluar dari rumah itu sambil menyeret sebuah koper besar ditangan kirinya dan juga menggandeng tangan Viona yang tampak muram dengan tangan kanannya.
Remaja lima belas tahun itu tampak bingung, takut,dan juga ragu saat langkah mereka sudah sampai didepan gerbang. Ditatapnya wajah penuh air mata Audrey yang terus memohon-mohon agar mereka tetap tinggal.
"Sudahlah Audrey... Jangan mempersulit ini semua . Aku dan Papa mu sudah berakhir tidak ada alasan lagi kami tinggal disini!" seru Sarah frustrasi.
"Jangan Bu... Jangan!" tangis Audrey semakin menjadi melihat mobil yang akan membawa Ibu serta adiknya sudah datang. Audrey bahka bersujud dikaki Sarah agar wanita itu sudi mengurungkan niatnya.
"Audrey.... Lepaskan. Tolong mengertilah Ibu sudah sangat sakit selama ini hidup bersama Papa mu. Ibu sudah tidak sanggup lagi Nak... Kumohon mengertilah." Pinta Sarah tampak putus asa sambil menangis.
"Setidaknya jangan tinggalkan Negara ini, jangan bawa Viona menjauh dari Kami." Mohon Audrey sambil menatap wajah Sarah penuh lagi.
"Maaf Audrey keputusan Ibu sudah bulat!" Tegas Sarah sambil menarik kakinya dengan kasar, kelewat kasar sehingga membuat Audrey jatuh terhempas dan kepalanya terbentur pagar.
Hal tersebut sontak membuat Sarah terkejut. Dia sendiri tidak mengira akan terjadi seperti itu sebelumnya.
Sementara dari jauh Jeremy tampak berlari dengan wajah yang mengeras penuh amarah saat melihat darah mengalir dari pelipis Audrey.
"Kalau Kau ingin pergi. Pergi saja sialan... Tapi Jangan kau sakiti Putriku!" Seru Jeremy murka.
"Siapa yang menyakitinya? Salahnya sendiri tidak mau melepaskan kakiku." Balas sarah tak mau kalah. Ia bahkan tidak memperhatikan raut terluka yang dipancarkan kedua Putrinya saat ini.
"Sungguh... Awalnya aku ragu melepaskan dirimu Sarah. Tapi melihat sekarang kau bahkan tega melukai Putrimu sendiri, Aku jadi menyesal sempat ragu untuk bercerai dengan Dirimu." Ucap Jeremy sambil merangkul tubuh lemas Audrey, anak itu tidak lagi meraung-raung seperti tadi dan hanya diam saat Jeremy menuntunnya kembali kedalam rumah.
Flashback off*
Tangis Sarah kembali pecah saat bayangan wajah terluka Audrey melintas begitu saja dibenaknya. Apa yang sudah ia lakukan? Dengan tubuhnya sendiri Sarah telah melukai putrinya itu.
Sekarang Anaknya itu pasti sangat membencinya apalagi setelah membuat dia terluka Sarah malah pergi begitu saja, tanpa berniat meminta maaf padanya.
"Apa yang sudah kulakukan...!" Seru Sarah frustrasi sambil memukul kepalanya beberapa kali berusaha menghilangkan ingatan tentang betapa kejamnya Dirinya dahulu.
"Kak sudah hentikan!" Seru Lusi Adik Ipar Sarah, perempuan itu tampak khawatir melihat kondisi Sarah sekarang.
"Jangan sakiti dirimu lagi kak," ucapnya lemah sambil memeluk tubuh Sarah.
Sementara Sarah hanya dapat menangis menumpahkan sesak yang menyiksa batinya sejak beberapa hari terakhir.
***
Viona terbangun merasakan belaian lembut dipipinya, perlahan ia membuka mata dan mendapati Audrey yang sudah duduk disampinya sambil terus tersenyum menatapnya.
"Akhirnya Putri tidur kita bangun juga!" serunya.
"Kakak habis darimana?" tanya Viona.
"Aku baru saja pulang dari Butik." Jawab Audrey.
"Butik,,,?"
"Ya Butik, Papa memberikannya sebagai kado ulang tahun ku yang kedua puluh enam, sekarang sudah dua tahun Aku mengelola tempat itu sendiri," jelas Audrey tampak senang.
"Jadi sebenarnya seberapa kaya kalian sekarang?" tanya Viona penasaran.
"Hm.... Entahlah, tapi yang pasti sekarang Papa kita dapat dikatakan sebagai pembisnis properti yang lumayan kaya diNegara Bagian ini." Jawab Audrey.
"Aku tidak mengerti mengapa bisnis Papa bisa menjadi sebesar sekarang bahkan dalam waktu kurang dari sepuluh tahun," gumam Viona bingung.
"Sudahlah... Tidak usah difikirkan, yang harus kau tahu sekarang keluarga Kita sudah tidak selemah dahulu lagi. Jadi kalau ada yang berani mengganggu mu jangan ragu untuk mengadukannya pada Papa."
Viona hanya mengangguk mendengar perkataan Audrey, entah sudah sebesar apa sekarang keluarganya Dia tidak tahu. Tapi yang pasti seperti yang dikatakan kakaknya sekarang mereka sudah tidak seperti dahulu lagi.
"Cepat mandi. Kau bisa jadi Itik buruk rupa kalau tidak segera membersihkan dirimu, dan apa-apaan ini... Kau hanya memakai kaos buluk ini!" Seru Audrey sambil memperhatikan penampilan Viona dari atas kepala sampai ujung kaki.
"Tidak ada Itik buruk rupa yang secantik ini!" seru Viona kesal sambil memanyunkan bibirnya tampak menggemaskan.
"Memang tidak ada, maka dari itu cepat bersihkan dirimu sebelum kau benar-benar berubah menjadi Itik buruk rupa."
Dengan kesal Viona turun dari tempat tidurnya dan langsung pergi kekamar mandi untuk membersihkan tubuhnya disana.
Setelah selesai mandi Viona mendapati kalau Kakaknya sudah tidak ada dikamarnya lagi, dengan hanya menggunakan handuk putih yang membungkus tubuh rampingnya Viona berjalan kearah walk in closet berniat mengambil baju, sampai ia melihat sudah ada sebuah mini dress hitam serta tas dan sepasang sepatu yang tampaknya baru saja diletakan disofa bundar yang ada ditengah ruangan serta sebuah kertas note diatasnya yang berisi
catatan.
"Aku sudah memilihkannya untukmu, pakailah dan segera kebawah aku menunggumu."
Itu semua pasti ulah Audrey memang sejak mereka berdua beranjak remaja kakaknya itu senang sekali mengatur outfit yang akan dipakai oleh Viona dengan alasan selera berpakaian Viona yang sangat buruk.
Tanpa berlama-lama Viona pun segera memakai pakaiannya lalu turun kebawah seperti yang diminta oleh Audrey.
Sementara dibawah Audrey sudah tampak rapi dengan dress berwarna senada dengan yang dipakai oleh Viona.
"Akhirnya Kau datang ayo_" ajak Audrey sambil menggandeng tangan Viona keluar rumah, dan betapa terkejutnya Viona saat keluar melihat ada banyak sekali bunga yang bermekaran ditaman mini yang ada dihalaman depan rumah itu.
Malam tadi mungkin karena gelap dan kelelahan jadinya Viona tidak menyadari keberadaan taman yang indah ini.
"Viona senyum!" Seru Audrey beserta kilatan blitz dari ponsel yang sedang ia pakai.
"Wow adikku memang yang paling cantik!" seru Audrey tampak senang dengan hasil jepretan kamera ponselnya.
"Aku khawatir bunga-bunga disekelilingmu akan layu karena merasa kalah cantik darimu," puji Audrey.
"Kau berlebihan sekali kak!" seru Viona sambil tersipu malu.