Indah, seorang gadis dari kampung yang merantau ke kota demi bisa merubah perekonomian keluarganya.
Dikota, Indah bertemu dengan seorang pemuda tampan. Keduanya saling jatuh cinta, dan mereka pun berpacaran.
Hubungan yang semula sehat, berubah petaka, saat bisikan setan datang menggoda. Keduanya melakukan sesuatu yang seharusnya hanya boleh di lakukan oleh pasangan halal.
Naasnya, ketika apa yang mereka lakukan membuahkan benih yang tumbuh subur, sang kekasih hati justru ingkar dari tanggung-jawab.
Apa alasan pemuda tersebut?
Lalu bagaimana kehidupan Indah selanjutnya?
Akankah pelangi datang memberi warna dalam kehidupan indah yang kini gelap?
Ikuti kisahnya dalam
Ditolak Camer, Dinikahi MAJIKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
Resti berjalan lesu meninggalkan kelas. Tas yang tergantung di pundak, nampak begitu berat. Seperti beratnya beban pikiran yang sedang dia tanggung. Ketidakadilan yang dia terima benar-benar menyakitkan. Tapi tak ada yang bisa dia lakukan.
Suara-suara bisik-bisik terdengar sumbang di telinga, mengiringi setiap jengkal langkahnya. Begitu jelas, seakan mereka memang sengaja mengeraskan suara agar Resti mendengarnya.
Gosip tentang perkelahiannya dengan Monica. Ada yang mempertanyakan keberaniannya, ada juga yang menyayangkan dirinya yang terpancing emosi. Resti tak menghiraukannya. Yang memenuhi pikirannya hanyalah bagaimana ia akan menjelaskan panggilan dari kepala sekolah kepada orang tuanya.
Dari arah berlawanan, sekelompok siswa paling populer di sekolah, sedang berjalan dengan gaya khas mereka. Di posisi paling tengah, Patrick, si cowok cool yang menjadi pujaan banyak siswi, berjalan dengan tanpa mempedulikan celotehan keempat temannya. Wajahnya yang selalu datar tanpa senyum, nyatanya justru semakin memikat banyak hati.
Patrick hanya berjalan dalam diam meski semua temannya tertawa dan bercanda, hingga suara mereka berempat bergema di koridor. Ada sesuatu yang lain yang lebih menarik perhatiannya. Yakni sosok yang berjalan ke arah mereka, Resti. Dengan ekor matanya, Patrick melemparkan pandangan singkat ke arah Resti yang terlihat murung. Sedikit mengernyitkan kening, benarkah Resti tak memperhatikannya.
Keduanya hampir berpapasan. Untuk sesaat, mata mereka bertemu. Namun, Resti lebih dulu memutuskan tatapannya, lalu melanjutkan langkah yang sesungguhnya terasa berat. Pikirannya hanya terpaku pada masalahnya.
“Eh,,, kenapa tuh cewek,,?” celetuk Dimas. "Tumben dia gak nyapa Elo, Pat?"
Deg…
Entah kenapa ucapan Dimas begitu tak enak terdengar di telinga Patrick.
Patrick, bisa dibilang dirinya adalah seorang idola. Semua siswi berlomba-lomba ingin dekat dengannya. Dan itu termasuk Resti, yang walaupun tak pernah berusaha mendekat, tapi Patrick tahu, gadis itu selalu menatap penuh kekaguman padanya.
Pernah, dulu sekali, Resti memang menunjukkan sikap ingin mendekat. Tapi Patrick tak menggubrisnya, bahkan terkesan jelas menolak. Baginya Resti sama saja seperti cewek-cewek lain, yang melihatnya karena dia adalah putra pemilik yayasan. Sejak saat itulah, Resti tak lagi mendekat.
Namun Patrick tahu, Resti masih tetap memperhatikannya. Dan Patrick tetap tak peduli. Lalu sekarang, saat Resti tak lagi memandangnya dengan tatapan memuja, saat Resti hanya melihatnya sekilas, lalu berpaling, kenapa rasanya sangat tidak nyaman?
“Dihukum kali. Dengar-dengar, Dia tadi berantem sama Monic, kalo gak salah?” Bagas menyahut.
“Hum, aku dengar juga tadi. Sayang ya, kita pas pergi nge-print tugas bikin makalah tadi,” sahut Reno.
“Yang bener? Kok aku gak tahu?" Adit terpekik heran. "Tapi,,, berani juga tuh cewek ngelawan si Monic?” .
“Lihat postingan di grup sekolah! Ada yang share video!”
Patrick tersentak dengan apa yang baru saja dia dengar dari celotehan teman-temannya. Benarkah ada kejadian seperti itu? Kenapa dia sampai tidak tahu? Kemana dia tadi? Dan apa yang sekarang terjadi pada Resti dan Monic? Ahh, sudah bisa ditebak dari wajah murung gadis itu tadi. Pasti seperti biasa. Tak ada hukum sekolah yang bisa menyentuh Monic, meskipun seandainya benar dia yang bersalah.
Bel tanda pelajaran dimulai telah berbunyi. Patrick dan kawan-kawan telah sampai di depan kelas. Namun, Tiba-tiba Patrick menghentikan langkahnya.
“Kalian masuklah lebih dulu, ada sesuatu yang ketinggalan.” Patrick membalikkan badannya, lalu berlari dengan cepat.
“Woee,,, Kamu mau ke mana?” Bagas berteriak melihat temannya yang telah bersiap menuruni tangga menuju lantai bawah dari gedung sekolah.
“Kalau guru bertanya, katakan saja aku izin sebentar!” Patrick berseru tanpa menjelaskan alasannya. Dia segera berlari dan menghilang
Langkah Patrick telah sampai di halaman sekolah. Matanya memindai ke sana kemari, namun tak lagi ada bayangan yang dia cari. Bergegas dia berlari ke jalan. Nampak bayangan yang ingin dia temui, tapi sayang, dia sudah terlambat. Bayangan itu telah berlalu, dibawa oleh sebuah mobil angkot yang perlahan menjauh. Hanya terlihat samar, dari kaca bagian belakang mobil tersebut.
Patrick berlari menuju di mana sepeda motornya terparkir. Memasang helm di kepala, lalu naik ke atas jok motor gedenya. Kunci kontak sudah masuk ke tempatnya, sepeda motor siap distarter. Tapi,,,, urung. Patrick hanya duduk terdiam. Dia bahkan bingung, untuk apa tadi dia berlari, dan apa yang sebenarnya ingin dia lakukan sekarang.
“Benar-benar konyol!!!” Tiba-tiba saja Patrick ingin menertawakan dirinya sendiri yang telah berbuat sesuatu yang tidak masuk akal. Anak muda tampan itu lantas turun kembali dari jok motornya, menggelengkan kepala, lalu melangkah kembali masuk ke dalam sekolah. Dalam pikirannya terlintas bagaimana penampilan Resti yang dia lihat beberapa menit yang lalu. Benar-benar berantakan.
***
“Assalamualaikum,,,”
“Loh, kok kamu sudah pulang, Nduk?" Bu Narsih yang kaget dengan Resti yang pulang sekolah sebelum jam yang biasanya merasa heran dan kaget. "Ehh, wa’alaikumsalam," ucapnya terlambat.
“Iya, Bu. Karena baru hari masuk pertama, jadi belum ada pelajaran. Tadi di sekolah juga cuma disuruh bersih-bersih kelas saja. Kelas berdebu karena sudah dua minggu tidak digunakan.”
***
"Pak, Resti kok belum juga keluar dari kamar. Ini sudah hampir maghrib loh!”
Pak Wawan, yang sedang duduk tenang di kursi sambil memandang layar televisi yang sedang menyiarkan berita, menoleh. "Biarkan saja, Bu. Mungkin dia capek. Yang penting dia sudah makan, kan?”
"Tapi Pak, Ibu merasa ada yang tidak beres. Tadi dia pulang sekolah lebih cepat dari biasanya. Rambutnya acak-acakan, bajunya juga berantakan. Apa dia berantem sama temannya, ya, Pak?"
Pak Wawan mengernyit mendengar keterangan dari istrinya, lalu berdiri dan melangkah menuju kamar anaknya.
Tok… tok… tok…
Pak Wawan mengetuk pintu kamar Resti. “Nduk,,, Boleh bapak sama ibu masuk?”
Beberapa saat kemudian pintu terbuka, nampak Resti dengan wajah kusutnya. “Ibu, Bapak, ada apa?” tanyanya.
“Kata ibu, Kamu di kamar terus dari pulang sekolah? Kamu sakit?” Pak Wawan langsung masuk ke dalam dan duduk di tepi ranjang Resti.
"Resti tidak apa-apa, Pak, Bu." Resti berusaha membuat suaranya sebiasa mungkin.
“Benar begitu?” pak Wawan menelisik keadaan putrinya. Memang sedikit berbeda.
“Bapak ini. Memangnya ibu pikir, aku kenapa?” Resti berpura-pura bingung. “Resti cuma capek saja tadi, habis bersih-bersih di sekolah. Maaf ya, tadi Resti gak bantuin ibu bikin kue
Bu Narsih mendekat, memegang tangan Resti. "Nak, Ibu ini wanita yang melahirkan kamu. Ibu tahu kapan kamu bohong dan kapan kamu jujur. Jadi, katakan pada ibu dan Bapak. Ada apa sebenarnya.”
Resti menunduk, dia bingung bagaimana harus mengambil sikap. Dia tak ingin berbohong, tapi juga tak mungkin memberitahu ibunya. Beban mereka sudah berat, Resti tak ingin menambahnya.
“Emm, sebenarnya, tadi Resti memang berantem sama Rani sama Dinda Bu. Habisnya Resti kesel. Masa mereka ngeledekin Resti yang bawa bekal dari rumah. Dia bilang resti kaya anak TK.”
“Benar, hanya itu saja?” Bu Narsih merasa ragu dengan cerita Resti. Dia merasa masalahnya tak sesederhana itu.
“Iya, Bu. Cuma berantem biasa. Tapi kami sudah baikan lagi kok.” Dan akhirnya Resti memilih tetap menyembunyikan masalahnya seorang diri. Entah bagaimana dengan besok jika ibunya curiga karena dia tak masuk sekolah. Biar itu dipikir besok saja.
*
*
*
Salam, Pembaca Terkasih.
Di hari pertama bulan Ramadhan, author Mama Mia, mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa bagi Anda yang menjalankannya. Semoga langkah kita dalam menapaki jalan suci ini diiringi rahmat dan hidayah-Nya.
Di bulan yang penuh berkah ini, Mama Mia memohon maaf atas segala kekurangan dan khilaf yang tak sengaja maupun tertulis, baik dalam karya maupun dalam membalas komen-komen Anda. Semoga Ramadhan ini menjadi kesempatan kita untuk membersihkan hati dan jiwa, merengkuh ampunan, dan semakin dekat dengan-Nya.
Aamiin Yaa Robbal Alamin
🤲 🤲 🤲 🙏 🙏 🙏
bukan rama
tapi sama aja sih😅😅