NovelToon NovelToon
Hanum: Istri Cacat Dari Desa

Hanum: Istri Cacat Dari Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Konflik etika / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Penyesalan Suami
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Tinta Hitam

Demi menghindari perjodohan, Cakra nekat kabur ke sebuah vila- milik keluarga sahabatnya yang terletak di daerah pelosok Bandung.

Namun, takdir malah mempertemukannya dengan seorang gadis dengan kondisi tubuh yang tidak sempurna bernama Hanum.

Terdesak karena keberadaannya yang sudah diketahui, Cakra pun meminta pada Hanum untuk menikah dengannya, supaya orang tuanya tak ada alasan lagi untuk terus memaksa menjodohkannya.

Hanum sendiri hanyalah seorang gadis yatim piatu yang sangat membutuhkan sosok seorang pelindung. Maka, Hanum tidak bisa menolak saat pria itu menawarkan sebuah pernikahan dan berjanji akan mencintainya.

Lalu, apa yang akan Cakra lakukan saat ia mengetahui bahwa perempuan yang akan di jodohkan dengannya itu adalah sosok yang ia cintai di masa lalu?

Lantas bagaimana nasib Hanum kedepannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jawaban

Dua hari telah berlalu, selama itu pula Hanum tak lagi bertegur sapa dengan Cakra. Lebih tepatnya pria itu yang tidak pernah menegurnya lagi ketika mereka berpapasan.

Beda halnya ketika bertemu dengan Bu Ningsih, pak Ujang maupun Demian, pria itu akan menyapa dan berbicara seperti biasanya.

Hal itu jelas membuat Hanum kebingungan. Padahal terakhir kali mereka berbincang, pria itu tiba-tiba saja minta maaf padanya. Tapi sekarang, orang itu malah tidak menghiraukan keberadaannya sama sekali.

"Lagi liatin apa?"

Hanum terkejut, tiba-tiba saja Bu Ningsih sudah ada di sampingnya, turut memperhatikan apa yang Hanum lihat sedari tadi.

Posisinya saat ini tengah berdiri dibalik tembok pembatas antara ruang tengah dan ruang makan, mengintip dua pemuda yang sedang santai di sofa sambil di selingi obrolan.

Hanum gelagapan, "eng-enggak liatin apa-apa kok," jawab Hanum gugup seraya melarikan pandangannya dari tatapan Bu Ningsih.

Bu Ningsih terheran-heran sebelum akhirnya ia menahan senyum melihat gerak-gerik gadis ini yang terlihat salah tingkah.

"Hayo, lagi liatin siapa nih? Jujur sama ibu," godanya membuat Hanum semakin gelagapan.

"Enggak ada kok, Bu. Hanum- Hanum cuma liatin ruangan- takutnya ada pajangan yang masih kotor." Hanum berkilah yang jelas sekali bukan itu kenyataannya.

Ingin tertawa tapi masih Bu Ningsih tahan, ia pun mengangguk saja seraya ber-Oh panjang. Tak ingin semakin menggoda Hanum, kasihan pikirnya karena wajahnya sudah memerah.

"Ngomong-ngomong, ibu jarang liat lagi kamu ngobrol sama nak Cakra? Apa cuman perasaan ibu aja, ya?"

Menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, dengan tercicit Hanum menjawab, "enggak tau, Bu."

"Kalian lagi ada masalah?"

"Hah? Enggak ada, Bu. Kita baik-baik aja. Tapi-" Hanum menjeda ucapannya.

Bu Ningsih menunggu dengan kening berkerut.

"Tapi- semenjak dua hari lalu Cakra gak ngomong lagi sama Hanum." lanjutnya dengan suara mengecil di ujung. Mengenai Hanum yang memanggil namanya langsung pemuda itu, Bu Ningsih sudah tahu alasannya.

Bolak-balik Bu Ningsih memandang Hanum dan Cakra yang sedang tiduran di sofa dengan ekspresi bertanya. "Mungkin nak Cakra lagi ada masalah, makanya gak mau bicara dulu." tebaknya.

Mendengar itu Hanum tak yakin, karena rasa-rasanya tidak mungkin. Kalau misal ada masalah pasti ke semuanya pun Cakra tidak akan bicara, tapi situasinya saat ini Cakra hanya tak bicara dengannya, seperti menghindarinya?

"Iya kayaknya," lebih baik iya kan saja pikir Hanum. Daripada mikirin hal itu, mending lanjut kerja saja pikirnya.

Setelah berbincang sesaat, Bu Ningsih pergi karena harus membersihkan kolam yang sudah di jatuhi daun-daun dari pohon Kamboja yang ditanam dipinggiran kolam. Sedangkan Hanum memilih ke dapur, berinisiatif untuk membuatkan jus untuk dua orang itu.

Beberapa menit kemudian, jus mangga sudah siap. Dengan hati-hati Hanum membawa nampan berisi dua gelas jus itu dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya memegang kruk untuk menahan keseimbangan tubuhnya supaya tidak oleng.

Disisi lain, Cakra yang lebih dulu menyadari kedatangan Hanum terkejut, dan langsung beranjak begitu saja, berlari menghampiri gadis itu dengan sedikit emosi.

"Kan udah gue bilangin, lu gak usah bawa-bawa minuman lagi! Kalo lu jatuh gimana? Hah!?" bentaknya. "Sini gue yang bawa!" Cakra segera mengambil alih nampan itu.

Hanum terkejut, ia tidak menyangka akan dibentak begitu saja. Padahal ia hanya berniat membuatkan minum. Hanum meneguk ludah- menatap takut pada Cakra yang memandangnya tajam. "Ma-maaf,"

"Lu apa-apaan sih, main bentak anak orang aja." ucap Demian yang sudah berdiri disana. Menatap kasihan Hanum yang terlihat ketakutan. Lalu melirik Cakra dengan tajam.

Cakra terdiam, ia juga tidak tahu kenapa. Emosinya tiba-tiba muncul begitu saja melihat Hanum yang jalan tertatih-tatih sambil membawa gelas, itu membuatnya ... khawatir?

"Udah, gapapa. Ini jusnya buat kita?" tanya Demian berusaha mencairkan suasana, dan di angguki Hanum sekilas, tak berani melirik Cakra lagi.

"Kalo gitu makasih ya, lain kalo gak usah repot-repot lagi. Gue sama Cakra gak mau lu sampai jatuh karena harus bawa-bawa minuman apalagi bawa gelas kaca gitu." Demian tersenyum walaupun gadis itu tidak melihatnya karena masih menunduk.

"Mau gabung?" tawarnya kemudian yang seketika membuat Hanum mendongakkan wajahnya.

"Mmm-" belum sempat Hanum menjawab, Cakra sudah pergi begitu saja. Membawa nampan itu dan meletakkannya di meja, kemudian pria itu lanjut bermain HP.

"Gapapa, yuk, gabung aja. Lagian gak seru gue ngomong berdua ama tuh anak. Lagi badmood keknya, dari kemarin cemberut mulu."

Hanum menggigit bibir dalamnya seraya menimang sebentar, sebelum akhirnya dia mengangguk ragu.

Demian pun tersenyum senang. Sempat menawarkan Hanum untuk dibantu memapah tapi gadis itu menolak. Kemudian mereka pun berjalan menuju sofa, Hanum duduk di ikuti Demian yang duduk di sampingnya.

Cakra cuek-cuek saja bermain handphone sembari tiduran, padahal sudut matanya sudah melirik sinis melihat dua orang itu duduk bersebelahan.

"Bangun woy! Gak sopan!" celetuk Demian melempari kulit biji kacang tepat mengenai rambut Cakra.

"Dari tadi juga gue gini." ketus Cakra tanpa meliriknya.

"Tapi sekarang ada Hanum-"

"Enggak papa kok," sela Hanum tidak mau dua orang ini berdebat.

Demian pun mendengus, lalu menatap Hanum dengan tersenyum tipis. "Dimakan," tawarnya mengulurkan bungkusan kacang yang masih baru.

Dan diterima Hanum dengan sungkan. "Makasih." seingatnya tidak ada stok kacang di lemari cemilan, apa mungkin Demian bawa sendiri, tebaknya.

"Bentar ya, gue tinggal dulu, ada panggilan alam." ucap Demian tiba-tiba karena merasakan ingin buang air kecil.

Tanpa menunggu respon, Demian berlari begitu saja meninggalkan kedua orang itu.

Hanum kikuk karena tak tahu harus melakukan apa, sedangkan Cakra masih anteng-anteng saja dengan handphonenya. Mau mengajaknya bicara pun Hanum tidak berani.

Ragu-ragu Hanum menyobek bungkusan kacang di tangannya, hingga suaranya memancing perhatian Cakra.

"Makasih," tiba-tiba saja pria itu berucap.

"Hah?" Hanum kebingungan, makasih untuk apa? batinnya.

Mendengus, Cakra menggulirkan bola matanya sebelum bangun dan duduk menghadap Hanum.

Hanum kicep, tak siap karena Cakra sudah menatapnya begitu saja dengan lagak mengintrogasi.

"Makasih buat jus nya, dan gue minta maaf karena barusan bentak lu."

Akhirnya Hanum paham. "Enggak papa kok, kak."

"Lu gak marah?" tanya Cakra heran.

"Marah kenapa?" tanya Hanum balik seraya mengerutkan keningnya.

Menghela nafas, Cakra kembali berujar, "karena selama gue tinggal di sini, gue selalu ngomong ketus sama lu. Maaf juga karena dua hari ini gue cuekin lu."

Hanum menggigit bibir. Sejujurnya saat ini waktu yang tepat untuk bertanya apa alasan pria ini mendiaminya. Tapi lagi lagi Hanum tidak berani bersuara.

"Lu gak mau tanya gitu alasannya apa?"

"Hah?" Hanum nge-lag beberapa saat. "E-emangnya harus?"

Cakra mengangkat kedua bahunya sekilas, enggan menjawab dengan kata-kata. Tapi tatapannya menyorot Hanum datar.

Meneguk ludah, Hanum menggaruk pipinya dengan jari telunjuk sebelum bertanya, "e-emang alasannya apa?" cicitnya.

"Gue boleh tanya?" bukannya menjawab, Cakra malah balik bertanya dengan sorot mata berubah serius.

"Tanya apa?" Hanum merasa tak nyaman, sepertinya pertanyaan yang akan di ajukan bukan pertanyaan biasa.

"Lu-" Cakra menimang, apa harus bertanya sekarang? Tapi kenapa juga harus tanya soal itu? Dan juga apa untungnya buat dirinya? Tapi kalau tidak ditanyakan, malah bikin kepalanya pusing.

"Lu suka sama Demian?" akhirnya pertanyaan itu lolos dengan begitu cepat.

Lagi, Hanum nge-lag, bahkan lebih parah dari yang tadi. Tatapannya menatap kosong pada Cakra yang juga turut menatapnya menunggu jawaban.

"Hei!" Cakra melambaikan tangannya dihadapan wajah Hanum karena gadis ini malah terdiam dengan mulut menganga.

Hanum tersentak, reflek melipat bibirnya saat tersadar dari keterkejutannya.

"Sorry kalo pertanyaan gue bikin lu gak nyaman." kata Cakra yang melihat perubahan ekspresi Hanum menjadi gelisah.

"Kata siapa?" cicit Hanum menggaruk kepalanya yang tertutup kerudung. Darimana pria ini tahu rahasia besarnya itu, pikirnya panik plus malu.

"Pak Ujang yang bilang." Demian jujur saja, untuk apa juga berbohong mengenai siapa sumber yang memberi informasi itu.

Dalam hati Hanum menggerutu, bisa-bisanya pak Ujang membeberkan rahasianya itu. Apalagi pada orang baru seperti Cakra ini. Apa mungkin ... Demian juga sudah tahu!? Mampus, Hanum tidak tahu harus bersembunyi dimana untuk menutupi rasa malunya ini.

"Jadi bener, lu suka sama si Demian?" tanya Cakra lagi, ia menginginkan jawaban gadis ini.

Meneguk ludah, Hanum bingung harus menjawab apa. "I-itu dulu kok,"

"Maksudnya?" kening Cakra berkerut.

"I-itu dulu, sekarang enggak!" jawab Hanum terdengar nge-gas.

Mendengarnya sontak membuat Cakra ... lega? Bibirnya berkedut menahan senyum, ia tidak boleh terlihat senang.

"Jadi sekarang lu gak suka lagi sama Demian?" Demian ingin memastikan pendengarannya, yang di angguki langsung oleh Hanum.

Lagian, Hanum memang tidak bohong. Perasaan sukanya pada Demian hanyalah suka biasa, tidak lebih dari itu. Jujur saja, sekarang hatinya malah lebih deg-degan ketika berada di dekat pria ini ketimbang Demian yang rasanya sudah ia anggap seperti seorang kakak karena keramahan pria itu.

Tapi rasa ini tidak akan berujung suka kan?

Cakra sendiri sudah merasa kesenangan hatinya. Entahlah, Cakra masih belum yakin dengan perasaannya. Tidak mungkin kan dia suka pada Hanum? Lagian mereka belum ada satu Minggu berinteraksi, tidak mungkin rasa itu datang begitu cepat?

Tapi Cakra tak bisa menampik, pada saat awal bertemu saja dia memang langsung menyukai Hanum karena wajahnya jujur saja sangat cantik, tapi rasa suka itu seolah luntur saat melihat keadaannya yang kurang sempurna.

"Lagi ngomongin apaan? Serius amat keknya." kemunculan Demian pun mengalihkan perhatian keduanya.

1
Marwan Hidayat
lanjut kak semakin seru ceritanya 🤩
Tinta Hitam: siap kak, maksih ya
total 1 replies
Marwan Hidayat
lanjutkan thor
Tinta Hitam: siap kak, terimakasih sudah membaca ceritaku ini
total 1 replies
Marwan Hidayat
lanjut kak
Tinta Hitam: siap kak
total 1 replies
Marwan Hidayat
ceritanya sangat bagus, rekomendasi deh buat yang suka baca novel
Tinta Hitam: terimakasih
total 1 replies
Lina Zascia Amandia
Tetap semangat.
Lina Zascia Amandia: Sama2.
Tinta Hitam: makasih kak sudah mampir 🙏
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!