Obsesi Tuan Pemaksa
Viona berdiri didepan bandara sambil mengecek ponselnya, dan sesekali ia melihat kearah jalan tampak sedang menunggu sesuatu.
Ting....
Terdengar notif pesan masuk diponselnya dengan cepat Viona memeriksa pesan tersebut yang memang sudah ia tunggu.
Papa: "Viona maafkan Papa yang tidak dapat menjemputmu dibandara seperti janji Papa sebelumnya. Namun tenang saja, Papa sudah menyuruh sopir untuk menjemput mu. Kamu akan langsung diantar kerumah kita dan beristirahatlah disana. Mungkin Papa tidak akan pulang malam ini karena masih banyak pekerjaan dikantor."
Hanya pesan singkat yang dikirim oleh Papa nya, awalnya Viona merasa kesal karena bukan Papa nya sendiri yang menjemputnya sekarang
Karena jujur saja setelah beberapa tahun tidak bertemu, kini dirinya jadi merindukan pria paruh baya tersebut.
Viona: "Baiklah tak apa-apa terima kasih sudah repot-repot mengirim sopir untukku." Meski begitu Viona tetap membalas pesan tersebut, kembali memasukan ponselnya kedalam saku jaketnya.
Tak lama kemudian mobil yang menjemputnya datang. Viona segera memasukan beberapa kopernya dibawanya kedalam bagasi mobil dengan dibantu oleh sopir itu.
Tak ada percakapan yang terjadi diantara keduanya selama perjalanan, untuk mengusir bosan Viona hanya mendengarkan musik dari earpods yang Dia pakai sambil menatap pemandangan gedung-gedung pencakar langit disekitar jalan yang ia lalui.
Sudah lama sekali sejak terakhir ia menginjak tempat ini, saat itu Viona baru saja lulus Junior High School dan harus meninggalkan Negara ini karena kedua orang tuanya yang bercerai. Kemudian ia memilih untuk ikut bersama Ibunya pulang keIndonesia meninggalkan Papa dan kakak perempuannya disini.
Saat itu Ibunya bersumpah tidak akan membiarkan Viona kembali menginjakan kakinya kenegara ini lagi, apalagi sampai bertemu Papanya. Tapi sekarang semuanya telah berbeda.
Seiring berjalannya waktu Ibunya sadar kalau Dia tidak bisa memberikan yang terbaik untuk putrinya. Viona, sehingga akhirnya Sarah meruntuhkan egonya. Dengan membiarkan satu-satunya putri yang menemaninya selama ini pergi, untuk tinggal bersama dengan mantan suaminya yang dianggap lebih mampu mengurus putri mereka dibandingkan dirinya.
Sementara Viona... Jangan salah faham Dia bukannya tega meninggalkan ibunya sendirian di Indonesia. Viona bahkan sempat marah besar saat tahu rencana Ibunya yang ingin mengirimnya kembali pada Papanya.
Bukan tanpa alasan Ibunya melakukan hal itu, keadaan ekonomi mereka yang semakin sulit semenjak pandemi melanda membuat niat ibunya semakin mantap untuk membiarkan Putrinya kembali tinggal bersama mantan suaminya itu.
Tak terasa air mata Viona jatuh saat sekelebat bayangan wajah Ibunya yang sedang menangis melintas dibenaknya.
Flasback on*
"Kau akan kembali tinggal bersama Papa mu diAmerika kami sudah membicarakannya dan juga sudah menyiapkan jadwal keberangkatanmu," ucap Sarah berusaha tegar meski tatapan sendunya tak dapat membohongi perasaannya yang hancur saat kata itu terucap.
"Apa! Tidak... Aju tidak mungkin meninggalkan ibu disaat-saat seperti ini!" seru Viona tak terima.
Mendengar penolakan dari putrinya Sarah hanya dapat terdiam, Dia juga sebenarnya belum rela. Tidak! Dia bahkan tidak akan pernah rela berpisah dari Vionanya. Tapi apa boleh buat lagi-lagi keadaan menempatkan dirinya diantara dua pilihan yang sulit. Yang dimana, apapun keputusan yang akan Ia ambil akan berakhir luka untuk dirinya sendiri.
"Nak ibu tahu ini berat, tapi ini semua demi masa depan kamu kalau kamu tetap berada disisi ibu sekarang_" Sarah terkejut saat dirinya tiba-tiba mendapat pelukan dari Viona Dia bahkan kehilangan kata-kata dan hanya membalas pelukan itu.
"Bu... Kita hanya sedang jatuh aku yakin dengan tetap berusaha kita bisa bertahan dan kembali bangkit seperti sedia kala." Ucap Viona optimis sambil mengelus punggung ibunya.
Sarah tak kuasa menahan air matanya, akhirnya tangis yng semula ingin Ia pendam sendiri pecah dihadapan putrinya.
"Tidak Viona! Sudah cukup kamu hidup menderita menemani ibu selama ini. Ibu menyerah... Memang seharusnya dari awal Ibu tidak membawamu kesini." Ucap Sarah parau sambil terus menangis.
"Apa yang ibu katakan. Aku tidak menderita justru aku bahagia tinggal bersama ibu!" Seru Viona sambil berusaha menahan tangis.
"Kau bisa lebih bahagia lagi kalau ikut tinggal bersama Papa mu... Ingat. Disaat kamu bahagia dapat dibelikan baju yang harganya ratusan ribu. Audrey kakakmu setiap harinya selalu memakai baju dari brand-brand ternama yang harganya puluhan juta. Apa kau masih tidak mengerti sekarang!" Seru sarah putus asa sambil melerai pelukan mereka, dia benar-benar merasa gagal menjadi orang tua yang baik untuk putrinya sekarang.
"Ya... Mungkin Aku akan bahagia bila tinggal bersama mereka. Tapi bagaimana dengan Ibu? Apa Ibu yakin akan baik-baik saja disini sendirian tanpa aku?. Bu... Meski kita tak sekaya mereka tapi setidaknya kita tidak pernah kelaparan disini dan itu sudah lebih dari cukup bagiku." Tekan Viona.
"Tidak Viona. Kamu berkata demikian hanya untuk membohongi Ibu karena kau kasihan bukan! Kau juga pasti ingin merasakan apa yang Audrey rasakan dan kau pantas mendapatkannya. Maafkan Ibumu ini yang teramat egois, yang memaksakan dirimu untuk tinggal bersama dirinya yang miskin ini. Maafkan Ibu Viona." Ucap Sarah sambil menangis lalu masuk kekamarnya meninggalkan Viona sendiri.
Flasback off*
Tok...
Tok...
Tok...
Bunyi kaca mobil yang diketuk tiga kali membuat Viona kembali tersadar dari lamunannya, tampak sopir tadi sudah berada diluar dengan kopernya yang sudah dikeluarkan dari bagasi.
Viona pun segera turun dari dalam mobil dan membawa kopernya kedepan rumah sambil dibantu oleh sopir itu, yang lalu meninggalkannya saat Viona sudah sampai didepan pintu.
Viona sempat tercengang melihat rumah dua lantai dengan halaman luas dihadapannya saat ini. Apa mungkin dia salah rumah? Ah tidak...
Meski sudah delapan tahun berlalu, Viona ingat betul kalau lokasi rumah mereka yang dulu memang disini.
Tapi rumah mereka yang dulu tidak sebesar dan semewah rumah ini. Setelah beberapa saat terdiam didepan rumah itu akhirnya Viona memberanikan diri menekan bel dan tak lama kemudian seorang perempuan paruh baya dengan seragam maid_nya membukakan pintu untuknya.
Sejenak meneliti wajah serta penampilan Viona. Setelah merasa yakin kalau Gadis itu merupakan anak Tuannya yang kabarnya akan tiba diRumah ini. Maid itu pun langsung membungkuk memberi hormat pada Viona, dan langsung mempersilahkan dirinya masuk sambil membawa dua buah koper besar Viona ditangannya.
"Aku bisa membawanya sendiri," pinta Viona saat ingin merebut kopernya namun segera ditolak oleh maid itu.
"Tidak Nona. Ini memang sudah menjadi tugas Saya sebagai pelayan dirumah ini!" Serunya sambil membawa Viona kedalam rumah mewah itu.
Lagi-lagi Viona dibuat tercengang saat melihat dua tangga mewah yang terletak ditengah-tengah rumah itu dengan lampu gantung yang berada tepat ditengahnya membuat kesan rumah ini seperti istana para Putri diDunia Disney.
"Para pelayan akan segera mengantar koper Anda keatas sekarang mari ikuti Saya. Saya akan menunjukan dimana letak kamar Anda." Masih dengan kekagumannya Viona hanya berjalan terus mengikuti langkah kaki maid itu.
Sampai saat mereka sudah berada dilantai dua dan melewati satu lorong pendek akhirnya mereka sampai didepan pintu kamar Viona.
"Semua sudah kami siapkan didalam, dan kalau Nona perlu sesuatu tinggal panggil pelayan mereka akan segera membantu Anda." Jelasnya lalu sekali lagi wanita itu membungkuk dihadapan Viona dan setelahnya ia pergi meninggalkan Viona seorang diri didalam kamar itu.
Viona menutup mulutnya terkejut, dia nyaris memekik saat melihat begitu mewahnya kamar yang akan ditempatinya kini. Tidak cukup sampai disitu Dia kembali dikejutkan saat mengetahui bahwa kamar itu masih memiliki satu ruangan lagi yang ternyata tak kalah mewahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments