Apa kamu bisa bertahan jika seorang yang kau kasihi dan kau hormati menorehkan luka begitu dalam.
Penghianat yang di lakukan sang Suami membuat Ellen wajib berlapang dada untuk berbagi segala hal dengan wanita selingkuhan Suaminya.
Ingin rasanya Ellen pergi menjauh namun Davit, Suaminya tidak mau menceraikan. Ellen di tuntut bertahan meski hampir setiap hari dia menerima siksaan batin. Bagaimana hati Ellen tidak sakit melihat lelaki yang di cintai membagi perhatian serta kasih sayang nya di pelupuk mata. Namun tidak ada pilihan lain kecuali bertahan sebab David tak membiarkannya pergi.
Suatu hari tanpa sengaja, Ellen di pertemukan dengan seseorang yang nantinya bisa menolongnya terlepas dari belenggu David.
Langsung baca ya👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluSi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 5
"Tidak tega melihat wanita cantik bersedih." Jawab Johan asal.
"Katakan alasan sejujurnya." Tanya Yuan masih tidak percaya.
"Niat awal memang memanfaatkan, tapi aku terlanjur berjanji padanya."
"Katamu dia tidak punya skill apapun?!"
"Ya."
"Terus untuk apa menampung nya?!" Ujar Yuan penuh penekanan.
"Selain kasihan, perbuatan Suaminya juga sangat menyenangkan." Yuan mengerutkan keningnya saat Johan tertawa kecil.
"Menyenangkan bagaimana?"
"Dia sedang memainkan peran sebagai orang yang paling berkuasa padahal gelar itu sudah Kak Yu dapatkan." Jawab Johan sengaja memancing agar Yuan menyetujui keinginannya.
"Memangnya dia melakukan apa?!"
"Merebut rekor pembunuh terbanyak." Yuan menempeleng kepala Johan sampai si pemilik mengusap-usapnya." Aku serius Kak. Dia tega membunuh semua lelaki yang berniat membawa Istrinya kabur padahal di sana dia sudah punya orang lain." Imbuhnya berusaha merayu.
"Tidak penting membicarakan itu!" Johan menarik nafas dalam-dalam. Nyatanya wanita itu ku biarkan hidup.
Tentu saja rayuan tidak berhasil sebab dirinya tahu betapa kaku watak Yuan yang seumur hidupnya hanya berjalan datar. Tidak pernah Yuan menyinggung soal wanita apalagi sampai berinteraksi. Wajar jika rasa perduli nya sangatlah rendah.
"Dia akan jadi tanggung jawab ku. Tolong untuk kali ini. Dia bisa membantu pekerjaan Mbok Lela. Itung-itung traning kalau nanti Mbok Lela mati, dia kan sudah tua Kak." Rayu Johan belum juga menyerah.
Yuan menghela nafas panjang seraya melirik malas. Hati Johan lebih lunak darinya meski keduanya memiliki jiwa pembunuh yang sangat mengerikan ketika berhadapan dengan musuh.
"Terserah kau saja! Kalau sampai terjadi sesuatu di rumah utama, kau yang akan ku bunuh!" Jawab Yuan ketus. Dia terpaksa menyetujui permintaan Johan walaupun nantinya akan ada orang baru di area rumah. Hal itu tentu sedikit mengikis perhatian sebab Yuan melarang sembarangan orang berkunjung di tempat yang di anggap penting.
"Terimakasih Kak." Semakin mencurigakan hahaha.
"Kalau seandainya kau tidak bisa menghandle pekerjaan. Lebih baik tidak di lakukan daripada ada korban. Kau paham sangatlah sulit mencari orang kepercayaan." Ujar Yuan seraya berdiri lalu mengenakan jasnya.
"Baik Kak."
"Baik tapi terus kau lakukan! Jangan lupa suruh wanita itu pelajari kontrak kerja selayaknya yang lain. Jika dia keberatan, lupakan niat sosial mu daripada rumahku kau jadikan tempat penampungan!" Pinta Yuan memberikan peringatan.
"Tempat itu juga rumah masa kecil ku. Akan ku lakukan sesuai prosedur. Akupun tidak ingin kenangan di sana hilang."
"Hum. Antar aku pulang. Aku malas menyetir."
Yuan melangkah pergi di ikuti Johan. Saat keduanya mencapai lobby, beberapa lelaki melakukan pengawalan tanpa di suruh. Sengaja pengawalan di lakukan dari jarak aman karena tidak ingin menyita perhatian sekitar.
Sementara di kediaman David, Ellen berjalan melewati ruang keluarga tanpa perduli pada keberadaan David, Paula dan Bu Sarah. Jujur saja jika Ellen muak melihat para penghuni rumah terutama David.
Dulu Ellen pikir David seorang lelaki tegas dan berpegang teguh pada prinsip. Satu tahun setelah membina rumah tangga, Ellen baru mengetahui jika David hanyalah lelaki acuh tanpa arah tujuan. Selayaknya pohon tak berakar, David hidup sesuai kemana arus air membawanya walaupun nanti dia harus kehilangan sesuatu yang berharga.
Nasi sudah menjadi bubur. Mau tidak mau Ellen wajib menerima kekurangan tersebut. Tidak segan-segan Ellen melontarkan pendapat juga ketidaksetujuan, berharap David memprioritaskan keinginannya namun lagi lagi Ellen di buat terkejut dengan kenyataan bahwa David selalu memasukkan nama Bu Sarah dalam menghadapi segala macam permasalahan.
Memang tidak ada salahnya melibatkan orang tua. Ellen berusaha menghormati keputusan tersebut tapi semakin hari sikap Suami dan Mertuanya seolah mencekik leher. Lilitan kian terasa erat ketika tiba-tiba David membawa Paula lalu memperkenalkan nya sebagai madu. Sejak detik itu, Ellen tidak lagi menaruh rasa hormat pada David ataupun Bu Sarah. Ellen bahkan berusaha bersikap menyebalkan agar David mengusir nya dari rumah.
"Lihat kelakuan Istri tuamu Vid." Ujar Bu Sarah ketus.
"Orang pendidikan nya rendah ya seperti itu Ma. Aku sih maklum." Sahut Paula.
Ellen pura-pura tidak mendengar dan terus berjalan masuk kamarnya. David menghela nafas panjang lalu beralih menatap Paula.
Tua? Umur Paula bahkan lebih tua dariku!! Umpat Ellen dalam hati.
"Ingat pada aturan saling menghormati." Tegur David.
"Aku kurang apa sih sayang?" Protes Paula.
"Tidak ada. Kamu wanita yang sempurna." Paula tersenyum menang." Tapi kesempurnaan mu belum cukup membuatku lebih mencintaimu daripada dirinya. Ingat Paula, aku berusaha adil dengan mengutamakan kepentingan mu karena janin yang kamu kandung. Selebihnya, aku lebih mencintai Ellen dari wanita sempurna manapun. Tolong atur bicaramu atau ku antar ke rumah yang sudah ku sediakan." Paula mendengus seraya membuang muka." Malam ini aku tidur dengannya. Ma tolong temani Paula. Sudah beberapa bulan aku mengabaikan nya." Setelah mengatakan itu, David melangkah ke kamar tamu.
Kerenggangan hubungan yang semakin terasa jauh membuat David takut kehilangan Ellen. Apalagi sekarang Ellen mulai berani menolak sentuhan sehingga David takut jika mimpi buruknya benar-benar terjadi.
"Kamu telat 10 menit." Sapa David, dia berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan Ellen yang tengah menghapus riasan wajah.
"Belilah mobil yang bisa terbang untuk melewati kemacetan." Jawab Ellen ketus." Ada kecelakaan di jalan Malino. Kau bisa memeriksanya di berita terbaru agar tidak perlu bersusah payah menyelidiki." Imbuhnya.
"Tomi sudah melapor."
"Lantas untuk apa bertanya?!"
"Entahlah. Sudah lama kita tidak mengobrol." Bergegas Ellen berdiri saat David akan mencapai kursi rias.
"Itu karena kau sudah bukan lagi pendengar yang baik. Tak ada gunanya mengobrol." Sekalipun David tidak pernah menunjukkan kemarahan sebab dia paham akan kesalahannya.
"Malam ini aku tidur di sini." Dengan ekspresi datar, David mengendurkan dasinya. Dulu Ellen selalu melakukan pekerjaan sederhana itu dan sejak ada Paula, perkerjaan itu di gantikan.
"Terserah. Ini rumahmu." Ellen mengambil satu bantal dan selimut lalu berjalan ke arah sofa.
"Kenapa pindah? Sudah lama kita tidak tidur..."
"Terlalu lama sampai aku terbiasa." Sahut Ellen. Dia meletakkan bantal dan selimut di salah satu ujung sofa.
"Aku sudah menjelaskan alasannya."
"Meski kau jelaskan alasan itu jutaan kali, aku tidak mungkin bisa paham!" Jawab Ellen tanpa menatap ke David. Saat kebencian terbentuk di hati, Ellen enggan melihat wajah dan memilih menghindari kontak mata.
"Hanya sampai dia melahirkan, setelah itu perhatian akan ku bagi sama. Dia juga berjanji mau pindah ke rumah yang sudah ku belikan." Ucap David menjelaskan.
Ellen terkekeh renyah, apa yang di torehkan David berhasil membuatnya gila. Dia sering menertawakan nasibnya sendiri juga semua penjelasan David yang di anggap seperti lelucon. Umur David yang terpaut empat tahun, gagal menciptakan rasa nyaman dan malah membuat Ellen muak. Bagaimana mungkin lelaki dewasa tidak bisa menjaga perasaan wanita yang di cintai nya bahkan memaksanya paham tanpa mau melepas.
"Apa kau berpura-pura bodoh David!! Wanita itu mau menggeser posisi ku!!" Teriak Ellen geram.
"Itu hanya perasaan mu saja El. Sampai kapanpun posisimu akan tetap sama."
"Maka pilih salah satunya! Aku tidak mau ada dua ratu di sini!" David terdiam sesaat sebelum menjawab dengan nada bicara pelan.
"Kalian sama-sama penting. Eum aku membahas soal anak yang di kandung, bukan Paula." Jawab David memang sesuai apa yang ada di dalam hati.
Perhatian David untuk Paula adalah wujud rasa perduli nya pada si jabang bayi. Menurut David, belum ada wanita manapun yang mengungguli kecantikan Ellen.
Apa yang David rasakan juga di rasakan lelaki sekitar Ellen. Mereka pun sangat mengagumi kecantikan Ellen namun David selalu menyingkirkan gangguan sehingga mereka takut untuk mendekat.
"Lepaskan aku." Pinta Ellen lirih.
"Aku mencintaimu Ellen."
"Astaga, aku mengharapkan apa."
Ellen melangkah keluar kamar. Dia membuka pintu dan menutupnya keras sampai menghasilkan bunyi dentuman. Perbuatannya tentu mengejutkan Paula dan Bu Sarah yang masih ada di ruang tengah.
"Apa-apaan ini Ellen! Kau mau membunuh Ibu mertua mu sendiri!" Protes Bu Sarah.
"Akan ku lakukan kalau bisa. Sayangnya aku sulit mengawalinya." Jawab Ellen tanpa menatap. Dia masuk ke kamar tamu yang terletak di samping dan memutuskan tidur di sana untuk menghindari David.
Di dalam kamar, Ellen menarik nafas dalam-dalam agar rasa sesak di dada bisa reda. Bukan tidak merelakan, tapi pasti sulit melakukannya jika dia masih berada di rumah tersebut.
Ellen melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Dia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang lalu menatap langit-langit kamar. Ellen tahu bahwa malam ini akan terasa panjang sebab hampir setiap hari dia sulit menutup mata.
Tiba-tiba terdengar suara kegaduhan, Ellen bergegas duduk untuk memastikan. Baru saja Ellen berdiri, pintu kamarnya di dobrak secara paksa.
🌹🌹🌹