Aditiya Iskandar, seorang Menteri Pertahanan berusia 60 tahun, memiliki satu obsesi rahasia—game MMORPG di HP berjudul CLO. Selama enam bulan terakhir, ia mencuri waktu di sela-sela tugas kenegaraannya untuk bermain, bahkan sampai begadang demi event-item langka.
Namun, saat ia terbangun setelah membeli item di game, ia mendapati dirinya bukan lagi seorang pejabat tinggi, melainkan Nijar Nielson, seorang Bocil 13 tahun yang merupakan NPC pedagang toko kelontong di dunia game yang ia mainkan!
dalam tubuh boci
Bisakah Aditiya menemukan cara untuk kembali ke dunia nyata, atau harus menerima nasibnya sebagai penjual potion selamanya?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodiat_Df, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ujian Masuk: Misi Bocil Jenius
Pagi hari di dalam toko kelontong keluarga Nielson, Nijar dan Lizna duduk di meja makan, menikmati sarapan sederhana.
Namun, suasana terasa agak aneh.
Lizna terus memperhatikan Nijar dengan tatapan curiga. Nijar, yang sedang mengunyah roti, mulai merasa tidak nyaman.
"Uh… Kak? Kok liatin aku terus?" tanya Nijar, berusaha tetap tenang.
Lizna menyipitkan mata. "Akhir-akhir ini kamu agak aneh, Nijar."
"Aneh? Maksud Kakak?"
Lizna menaruh gelas susunya di meja dan menatapnya serius.
"Kemarin, setelah toko tutup, aku pergi ke gereja buat belanja stok potion. Aku ketemu Elsa di sana, dan dia cerita kalau kamu tiba-tiba tertarik sama sihir."
Nijar langsung tersedak rotinya.
"Uhuk! Uhuk! Dia cerita ke Kakak?!"
Lizna mengangguk.
"Iya. Dia khawatir sama kamu."
Nijar menahan rasa malu.
"Terus? Memangnya Kakak percaya aku segitunya?" Nijar berusaha menghindari pembicaraan.
Lizna mendesah.
"Nijar… Kakak tahu kamu kecewa. Tapi kamu nggak apa-apa kan, mendengar kenyataan kalau kamu nggak punya potensi sihir?"
Nijar terdiam sejenak.
"Oke, memang aku kecewa. Tapi kalau aku terus-terusan ngeluh soal ini, aku nggak bakal berkembang."
Nijar menelan makanannya dan mengangguk mantap. "Aku baik-baik saja, Kak! Lagipula, sihir nggak menentukan segalanya, kan?"
Lizna tersenyum kecil. "Itu bagus. Kakak lega dengarnya."
Namun, tiba-tiba ekspresi Lizna berubah serius lagi.
"Tapi, kalau kamu benar-benar ingin belajar sesuatu… Mungkin aku bisa mendaftarkan kamu ke Academy."
Nijar yang tadinya santai langsung duduk tegak.
"Hah?! Masuk Academy?!"
Lizna mengangguk.
"Iya. Di Academy, kamu nggak cuma belajar sihir, tapi juga berbagai ilmu lain—sejarah, strategi, perdagangan, bahkan seni bela diri. Mungkin kamu bisa mempelajari sesuatu yang berguna untuk masa depanmu."
Mata Nijar berbinar-binar.
"Kalau aku belajar lebih keras, apakah aku bisa membangkitkan sihirku?"
Lizna langsung menyentil dahi Nijar.
"PLAK!"
"Aww! Kenapa nyentil lagi?!" Nijar mengusap dahinya yang memerah.
Lizna menghela napas.
"Dengar, bocil. Seberapapun kerasnya kamu belajar, kamu nggak akan tiba-tiba punya bakat sihir. Itu hal yang mustahil."
Nijar mengembungkan pipinya kesal.
"Huh! Dunia ini beneran nggak adil! Kenapa aku nggak bisa punya kekuatan spesial?!"
Lizna terkekeh melihat wajah kesalnya.
"Tapi kalau kamu mau belajar tentang dunia ini, masuk Academy adalah pilihan yang bagus."
Nijar memandang Lizna dengan penuh semangat.
"Aku setuju! Aku mau masuk Academy!"
Lizna tersenyum puas.
"Baiklah. Aku akan mengurus pendaftarannya. Bersiaplah, karena ini akan jadi perjalanan panjang untukmu, Nijar."
Nijar menggenggam tangannya erat.
"Baik! Aku akan belajar keras! Dan… aku akan menemukan caraku sendiri untuk menjadi kuat di dunia ini!"
—
Hari pendaftaran pelajar baru di Academy Kemiren pun tiba.
Nijar, dengan mata berbinar-binar, berdiri di depan gedung akademi yang megah dan menjulang tinggi.
"Wah… Ini lebih keren dari yang kulihat di dalam game!" pikir Nijar dengan kagum.
Lizna yang berdiri di sampingnya tersenyum bangga.
"Tentu saja. Akademi ini didirikan langsung oleh Raja Edwar Maximus VII."
Mendengar nama itu, Nijar semakin antusias.
Dalam hatinya, dia tahu bahwa Raja Edwar memang salah satu NPC terbaik di game.
Seorang pemimpin yang adil, tegas, dan selalu mendukung petualang—bahkan pemula sekalipun.
"Hmm… Kalau sistemnya masih sama seperti di game, berarti dunia ini memang nggak jauh beda dari yang aku tahu…"
Dengan penuh semangat, Nijar memasuki area pendaftaran.
Academy Kemiren terkenal di seluruh negeri. Ratusan calon pelajar dari berbagai kota datang untuk mengikuti tes masuk.
Nijar memperhatikan sekelilingnya.
"Gila, banyak banget yang daftar…"
Berbeda dengan akademi sihir lain, ujian masuk di Academy Kemiren hanya berupa tes tulis.
200 soal teori umum
80 soal matematika
Minimal nilai kelulusan: 60%
"Hah? Segini doang?" Nijar tersenyum santai.
Sebagai mantan Menteri Pertahanan yang terbiasa dengan laporan strategi, perhitungan logistik, dan geopolitik, ujian ini hanyalah sekadar soal latihan pagi hari baginya.
Tanpa ragu, Nijar mengerjakan ujian dengan kecepatan tinggi.
Sementara murid lain masih berkutat dengan soal pertama, Nijar sudah sampai di soal nomor 50.
Lizna yang menunggu di luar merasa sedikit khawatir.
"Kenapa bocil ini pede banget…? Jangan-jangan dia nggak ngerti soalnya…?"
Tapi setelah 20 menit, Nijar sudah selesai mengerjakan SELURUH SOAL.
Guru pengawas sampai menatapnya dengan ekspresi bingung.
"Kamu yakin sudah selesai, Nak?"
"Yakin, Pak! Mau saya periksa lagi nggak?" tanya Nijar santai.
Pengawas hanya menggelengkan kepala. Biasanya, orang pertama yang selesai ujian adalah yang nilainya jelek.
Setelah semua peserta selesai, kertas ujian pun dikumpulkan dan diperiksa.
Sementara itu, semua calon murid berkumpul di aula besar untuk mendengarkan pidato kepala sekolah, Fredrik Jorgen.
"Selamat datang di Academy Kemiren. Kalian semua adalah generasi penerus yang akan membawa perubahan bagi dunia ini. Jika kalian lulus, belajarlah dengan sungguh-sungguh. Jika tidak, jangan menyerah! Tahun depan masih ada kesempatan!"
Setelah pidato selesai, hasil ujian diumumkan.
"Sekarang, saya akan menyebutkan lima murid dengan nilai tertinggi! Yang dipanggil, harap naik ke panggung!"
Suasana aula menjadi hening, semua orang menahan napas.
"Peringkat 5: Jay Andrew, nilai 70%!"
Seorang anak lelaki naik ke panggung dengan wajah bangga.
"Peringkat 4: Erika Aegir, nilai 75%!"
"Peringkat 3: Sebastian Lucas, nilai 77%!"
"Peringkat 2: Frey Erling, nilai 80%!"
Saat nama-nama itu diumumkan, orang-orang mulai berbisik-bisik.
"Wah, nilai tertingginya 80%? Siapa peringkat satu ya?"
"Pasti anak bangsawan elit yang jenius!"
Lalu, Kepala Sekolah mengumumkan nama terakhir.
"Dan peringkat pertama dengan nilai tertinggi…"
"Nijar Nielson! Dengan nilai sempurna: 100%!"
Hening.
Lalu…
"HAAAAAAAAAAAH?!?!?!"
Seketika, aula menjadi heboh.
"Siapa Nijar Nielson?!"
"Pasti dia anak bangsawan tinggi!"
"Mungkin dia punya sihir yang langka!"
Sementara itu, Lizna membeku di tempat.
"...Adikku… seorang… jenius?"
Dia melirik Nijar yang sedang dengan santainya naik ke panggung.
"APA INI NYATA?!"
Sementara semua orang masih dalam kebingungan, Kepala Sekolah meminta Nijar memberikan pidato.
"Anak muda, silakan berbicara beberapa patah kata."
Nijar mengangguk dengan percaya diri, mengambil posisi di podium… dan mulai berbicara layaknya Menteri Pertahanan di dunia lamanya.
"Saudara-saudaraku! Kita semua berdiri di sini hari ini, bukan karena keberuntungan, tetapi karena kerja keras! Akademi ini adalah tempat kita menempa diri, untuk menjadi pribadi yang lebih kuat dan berguna bagi negeri ini! Kita tidak boleh lengah, tidak boleh puas diri! Karena di luar sana, dunia masih penuh tantangan!"
Suaranya tegas, menggelegar memenuhi aula.
Semua orang terdiam.
Kepala Sekolah tercengang.
"Anak ini berbicara seperti panglima perang… Bocah 13 tahun macam apa ini?!"
Sementara itu, Lizna… ingin pingsan.
"Kenapa bocil ini pidatonya kayak veteran perang?!"
Namun, bagi Nijar, ini hanya hal biasa.
Di dunia lama, dia terbiasa berpidato di depan ribuan tentara.
Bagi mereka, ini kejutan. Bagi Nijar, ini hanya nostalgia.