Suami Di Alam Mimpi

Nenek Satia memilih menginap di rumah keponakannya. Besok lamaran anak Welas dilaksanakan. Sementara Widuri memilih pulang ke rumah. Jam dinding menunjukkan pukul lima sore. Gegas ia mandi, setelah itu ia kembali ke kamar membaringkan badan di ranjang.

Widuri teringat dengan setangkai ilalang yang disimpan di laci.

"Ah, pegal sekali," keluhnya. Badannya pegal karena seharian berkutat bantu-bantu di acara keluarga.

Matanya berat menahan kantuk yang tak tertahan. Tak alam berselang, suara pria terdengar memanggilnya namanya.

"Widuri, sayang .." Suara pria itu nyaring tapi terdengar lembut.

Siapa lagi kalau bukan Kailash, pria berahang tegas dengan senyuman seperti musim semi. Hangat dan dirindukan kehadirannya.

"Kailash," Widuri berlari kecil menghampiri pujaan hatinya.

Keduanya berpelukan saling melepas rindu. Widuri menghirup aroma wangi yang menyeruak dari tubuh prianya. Maskulin, begitu candu bagi Widuri.

"Aku ingin kamu tahu, aku mengakui pada sepupuku jika aku telah memiliki kekasih, tapi aku belum sebut namamu," kata Widuri.

Kailash yang sudah lebih dulu tahu hanya mengangguk. Dia tidak keberatan dengan pengakuan Widuri tentang hubungan mereka.

"Kamu tidak apa-apa 'kan kalau aku memberitahu nama mu di depan mereka?" tanya Widuri lagi. Ingin sekali ia memamerkan kekasihnya itu pada orang disekitarnya.

Namun, kali ini Kailash menggeleng. Bukan tidak setuju, hanya saja bum saatnya Widuri memberitahu nama Kailash pada keluarganya. Kailash memikirkan resiko yang akan menimpa Widuri. Pandangan sebelah mata dan hinaan akan tertuju pada Widuri. Widuri bum boleh memberitahu dan menceritakan tentang kisah cintanya dengan Kailash.

"Belum boleh, sayang."

"Kenapa? kamu tampan dan baik, kamu juga punya tempat yang indah, rumah yang bagus, kamu mencintaiku, tidak ada salahnya aku menceritakan mu pada sepupuku," Ujar Widuri yang memang sangat ingin membanggakan Kailash didepan keluarganya.

"Belum saatnya, sayang. Nanti, jika hubungan kita sudah lama, dan aku akan memikirkan caranya."

"Aku rindu, kenapa kamu selalu menghilang tiba-tiba?" tanyanya.

Kailash tertawa. Dia mencium pucuk kepala Widuri.

"Bukan aku yang menghilang, aku selalu disamping kamu. Hanya saja kamu memang harus bangun."

Widuri tercenung. Dia memikirkan kalimat Kailash yang sulit ia pahami.

"Apakah ini mimpi? benarkah kita hanya bisa bertemu lewat mimpi?"

Kailash mengangguk, tetapi dia ragu juga mengatakan tidak. Sebenarnya dia juga ingin sekali berbicara dengan Widuri secara nyata. Namun, tabir itu tertutup karena kesalahan orang tua Widuri.

"Kailash jawab, kenapa kita hanya bisa bertemu lewat mimpi?" Widuri masih belum bisa mencerna baik latar belakang kekasihnya.

"Karena aku bukan manusia seperti kamu, Widuri. Kita berbeda alam, aku hanya bisa menyentuhmu dan berbicara denganmu ketika kamu tidur. Aku sudah lama menantikan ini."

Widuri gamang, menatap nanar Kailash. Widuri melihat tangannya yang menggenggam erat tangan Kailash. Dia bisa merasakan kehangatan dari tubuh kekasihnya.

"Aku sedikit paham dengan ini. A-aku jatuh cinta kepada pria yang bukan manusia," ujar Widuri dengan suara bergetar.

Kailash dapat merasakan Widuri mulai ketakutan. Dia melepaskan tangan Widuri agar wanitanya dapat memutuskan pilihan.

"Semua pilihan ada ditangan mu, Widuri. Saya akan menerima apapun itu," ucap Kailash berlapang dada.

Kailash siap menerima jika Widuri memutuskan hubungan dengannya. Walaupun hatinya akan sakit jika tidak bersama Widuri lagi.

"Perasaan aku nyata, tapi kamu tidak nyata." Widuri geleng-geleng kepala. Dia mundur selangkah dari Kailash.

Angin sepoi berhembus. Kedua mata Widuri berkaca-kaca, dia memandangi kasihan ke arah Kailash. Di sisi lain ia juga takut sebab pria yang menjadi kekasihnya bukanlah manusia.

"Maafkan aku Widuri, aku memang bukan manusia," ucap Kailash sekali lagi.

Widuri perlahan mundur. Kelopak matanya melepas buliran bening yang tertampung sejak tadi. Kailash dapat memahami perasaan terkejut Widuri.

"Aku mau pulang, kembalikan aku!" Pinta Widuri sedikit meninggikan nada.

Kailash menatap sendu kekasihnya. Ia harus menerima keputusan Widuri.

"Aku akan memulangkan mu, Widuri. Maafkan aku yang telah nekat mencintaimu. Aku pikir, kau akan menerima cintaku dan juga latar belakang ku, tapi ternyata cintaku hanya sepihak." Ucap Kailash.

Raut wajahnya sangat bersedih. Ia terpukul dengan rekasi Widuri yang takut dengan dirinya. Sementara Widuri, ada nyeri di sudut hatinya setelah Kailash mengatakan isi hatinya.

"Aku akan memulangkan mu, pejamkan matamu, Widuri." Ucap Kailash. Dia memejamkan mata lalu menggapai tangan Widuri.

Hembusan angin dingin tak berasa lagi. Widuri tersentak dari tidurnya. Ia terbangun dengan nafas yang memburu, keringat berembun di dahinya. Mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamarnya.

"A-aku, aku sudah di kamar," gumamnya.

Widuri mematung. Mengingat momen mimpinya belakangan ini, ditambah lagi pengakuan Kailash jika dirinya bukan manusia. Widuri tidak habis pikir, mengapa pertemuannya dengan Kailash begitu mengerikan sehingga alam mimpi menjadi tempatnya memadu kasih.

"Kenapa aku sesakit ini, hatiku malah sakit," gumamnya mengusap dadanya.

Logikanya menolak keras melanjutkan kisah cintanya. Namun, hatinya menginginkan Kailash. Pria yang terlanjur ia cintai, menghiburnya disaat ia lelah dan bersedih. Kailash selalu hadir setiap malam menanyakan hari-harinya yang berat, menanyakan kesehatannya, dan menanyakan rencananya.

"Tidak, ini tidak benar, pria itu pasti jahat, pasti dia akan menyakitiku. Pria manusia saja banyak yang menyakiti wanita, apalagi yang bukan manusia." Tegas Widuri pada dirinya sendiri.

Waktu sudah memasuki subuh. Widuri bergegas mandi lalu membuat sarapan. Hari ini jadwal kerjanya harus mengisi shit pagi. Setelah masa istirahat diberikan oleh stafnya. Widuri harap, tak ada masalah lagi yang akan ia hadapi di tempat kerja.

***

Zaria juga sedang sarapan dirumahnya. Entah mengapa, Ibunya malah mengajaknya mengobrol serius. Rahma, Ibu kandung Zaria selalu penasaran dengan informasi yang tersaring ditelinga.

"Benarkah, Zaria?" tanya Rahma mendekati putrinya yang sedang menikmati sarapan.

Zaria mendadak heran. "Benar apa, Bu?"

"Heh, itu Widuri, kata Irma kemarin waktu kami cuci piring, Widuri katanya sudah punya pacar. Orang mana? siapa namanya? pekerjaannya apa?" Cecar Rahma.

Zaria terhenyak. Dia sampai lupa jika salah satu sepupunya bersifat mulut ember bisa menampung dan menuang dimana saja. Zaria yang kesal, mendadak tidak nafsu makan.

"Aku tidak tahu, Bu. Irma mungkin bercanda, tau kan dia itu bagaimana," ketus Zaria.

Sebagai sepupu yang sangat akrab dengan Widuri, dia ingin menjaga nama baik Widuri. Sebab Zaria meyakini jika kekasih yang dimaksud Widuri hanya kebohongan belaka agat terhindar dari celaan orang-orang sekitar.

"Ah, masa sih, kamu itu selalu sama Widuri, bahkan bisa dibilang dua puluh empat jam, masa dia tidak cerita sama kamu. Atau kamu sengaja menyembunyikannya? kamu pasti diam-diam punya pacar kan?"

Rahma malah menuduh putrinya. Mulutnya yang ceriwis kerapkali membuat orang-orang sekitarnya menjadi kesal.

"Ck, Ibu. Aku belum punya pacar. Kalau ada pasti dibawa datang ke rumah, tidak akan sembunyi-sembunyi, aku juga takut sama bapak. Kalau Widuri, aku enggak tahu, semua orang punya rahasia, tidak semuanya harus diceritakan. Lagi pula Irma dipercaya."

Sengaja Zaria melahap habis makanannya dalam semenit. Dia ingin segera enyah dari harapan Rahma yang masih mengharapkan jawaban pasti.

'Ah, Ibu. Benar-benar tukang gosip deh.' Keluh Zaria dalam hati.

Rahma cemberut setelah diabaikan putrinya. Dia kembali melanjutkan aktivitas memasaknya. Sementara Zaria bergegas berangkat kerja. Seperti biasa, Widuri sudah ada menunggunya di depan.

"Ayok," ajak Zaria yang hanya dibalas anggukan oleh Widuri.

Keduanya berjalan ke tempat perhentian bus. Sepanjang jalan, Zaria merasa aneh dengan sikap Widuri. Tidak seperti biasanya, sepupunya itu berdiam diri tanpa bercerita apapun. Wajah Widuri muram tak bergairah pagi ini.

"Kamu sakit?" tanya Zaria.

Widuri hanya menjawab dengan gelengan kepala. Zaria merasa Widuri sedang ada masalah.

"Kamu berantem lagi ya, sama nenek?"

Widuri kembali memberi gelengan kepala tanpa menoleh ke Zaria. Tatapannya kosong lurus ke depan.

"Atau sedang rindu dengan adik dan mama mu?" tanya Zaria menebak-nebak.

Widuri menggeleng. Dia menyadari Zaria sedang khawatir terhadapnya, tetapi Widuri tetap saja enggan bersandiwara agar kesedihannya tak dicurigai oleh Zaria. Dia sungguh tak bisa berpura-pura baik-baik saja sekarang. Hatinya sedang sakit, galau tak karuan. Tanpa Widuri sadari, berpisah dari Kailash ternyata hal yang menyakitkan setelah kedua orang tuanya berpisah.

'Aku tidak bisa memungkiri jika aku memang sudah mencintai Kailash. Aku sangat mencintainya, aku mengakui perasaanku, tapi .. Oh,' Widuri berkeluh kesah dalam hati.

Angin dingin kembali menyapu punggungnya. Bulu tengkuk Widuri dan Zaria meremang. Widuri yang galau mengabaikan kejanggalan disekitarnya.