Jelita Parasnya, wanita cantik yang berpura-pura tampil jelek agar suaminya tidak mencintainya.
Sakura Lerose, pria tampan yang tak pernah tahu bahwa istri jeleknya sedang menjebaknya untuk berkencan dengan wanita cantik.
Siapakah yang akan terjebak dalam jebakan cinta ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siska, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
004 - Kabar Baik Dan Kabar Buruk
Sakura Lerose.
Ia lebih sering dipanggil sebagai Saka.
Pria berusia tiga puluh lima tahun, yang begitu tampan, mapan, dan masih lajang.
Saka merasa hidupnya begitu sempurna dengan segala kesempurnaan yang ia miliki.
Saka tinggal bersama ibunya yang bernama Mira dan neneknya yang bernama Maryam.
Meski jarang bertemu, terkadang Saka akan makan pagi bersama ibu dan neneknya jika mereka semua sedang berkumpul di rumah.
"Saka!"
Mira berseru kegirangan begitu memasuki ruang makan dan menemukan anak laki-lakinya yang sedang menyantap makan paginya dengan tenang.
"Saka cucuku!"
Saka langsung menghentikan makan paginya saat melihat neneknya, Maryam ikut berseru kegirangan bersama ibunya.
"Saka, Ibu dengar kabarnya kau akhirnya memutuskan untuk menikah!" seru Mira.
"Kau keterlaluan, Saka! Bagaimana bisa kabar bahagia seperti ini tidak kau sampaikan sendiri dan malah harus kami dengar dari orang lain?" keluh Maryam.
Saka mendelik gusar, ia bisa menebak bahwa kabar rencana pernikahannya pasti tersebar berkat Ezra atau Toby yang jelas sudah menyebarkannya pada ibu mereka.
"Pokoknya pesta pernikahanmu harus jauh lebih mewah dan meriah daripada pernikahan Krisan yang terkesan disembunyikan karena Daisy tidak merestui pernikahan anaknya itu!" tukas Mira berapi-api.
Saka mendelik gusar setiap kali ibunya menyebut nama Krisan.
Krisan adalah saudara laki-laki Saka dari Tuan Lerose. Ia dan Krisan berasal dari ibu yang berbeda.
Sejak kecil ia dan saudara laki-lakinya itu hidup secara terpisah karena sengaja dipisahkan lantaran Krisan hanyalah anak dari istri kedua Tuan Lerose.
Sejak masih kecil, mereka harus hidup dengan cara mengungguli satu sama lain untuk membuktikan pada ayah mereka bahwa mereka adalah anak laki-laki yang lebih baik.
"Aku dengar Daisy bahkan tidak bersedia memperkenalkan menantunya itu. Entah apa sebabnya," kata Mira.
"Mungkin wajah istri Kris begitu buruk rupa, sehingga Tante Daisy merasa sangat malu," sahut Saka.
"Yang penting istri Saka adalah wanita yang cantik dan pantas mendampingi Saka," Maryam menimpali.
"Tenang saja, Nek, wanita yang akan menjadi istriku, adalah wanita yang memang sudah sepantasnya berada di sisiku," sahut Saka penuh dengan rasa bangga.
"Jadi, kapan kalian akan menikah?" tanya Mira.
"Secepatnya, Bu," jawab Saka.
"Secepatnya itu kapan, Saka? Minggu ini? Bulan depan? Atau tahun depan?" desak Mira.
"Atau tunggu nenekmu ini dikubur?" tanya Maryam.
"Nenek, tolong jangan bicara begitu," keluh Saka.
"Habisnya kau selalu bilang secepatnya bahkan sejak sepuluh tahun yang lalu," cibir Maryam.
"Kris bahkan sudah lebih dulu menikah darimu yang selalu gembar-gembor bilang bahwa kau akan menikah secepatnya," Mira menimpali.
Saka mendelik gusar, untunglah ia sudah terbiasa hidup bersama dengan ibu dan neneknya yang cerewet.
"Ibu, Nenek, dari dulu aku selalu bilang, yang penting persiapkan saja semuanya, toh, jika sudah waktunya, aku pasti akan menikah," ucap Saka dengan bijak.
"Ya, ya, kau memang paling jago bersilat lidah," cibir Mira.
Saka terkekeh sembari melirik jam tangannya.
"Ibu, aku harus pergi lebih awal, pagi ini aku ada janji dengan Dokter Frans,” kata Saka menyebutkan nama dokter pribadinya.
"Baiklah, hati-hati, segera kabari Ibu dan nenekmu untuk tanggal pernikahanmu," kata Mira.
...***...
Saka akhirnya tiba di rumah sakit tempat janji temu dengan Dokter Frans, dokter pribadi Saka. Saka memang selalu melakukan pemeriksaan kesehatannya secara berkala. Baginya, kesehatan adalah investasi terbaik yang ia miliki. Tanpa kesehatan fisik dan mental prima, ia tidak akan bisa menjalankan perusahaan miliknya secara komprehensif.
Dokter Frans memasang ekspresi cemas yang tak bisa disembunyikannya saat Saka sudah menunggu pria paruh baya itu untuk membacakan hasil tes kesehatan.
"Ada apa, Dokter? Apa ada yang tidak beres?" tanya Saka.
"Saka, apa selama ini kau memang merasa baik-baik saja?" tanya Dokter Frans.
"Dokter, bukankah Dokter yang harusnya lebih tahu kalau ada apa-apa terhadap tubuhku ini?Dokter adalah orang pertama yang langsung kuhubungi," jawab Saka.
Dokter Frans menghela napas berat.
"Saka, kau didiagnosa mengidap kanker testis stadium dua," ucap Dokter Frans.
"A-apa?" seru Saka tertahan.
Detik berikutnya Saka langsung bangkit dari tempat duduknya.
"A-aku te-terkena kanker?! Bagaimana bisa?!" raung Saka.
Dokter Frans kembali menghela napas berat.
"Saka, tenanglah, dan kembalilah duduk," pinta Dokter Frans.
"Dokter, bagaimana aku bisa duduk dengan tenang di saat aku sebentar lagi akan mati?!"
"Saka!" Dokter Frans terpaksa meninggikan suaranya.
Saka terdiam dan akhirnya kembali duduk untuk mendengarkan penjelasan Dokter Frans yang kini menunjukkan hasil pemeriksaan pada layar monitor.
"Dokter, apakah aku sungguh mengidap penyakit itu?"
"Apa kau mau melakukan pemeriksaan ulang di tempat lain?" tanya Dokter Frans.
"Dokter, dari aku masih bayi, hanya Dokterlah, dokter yang paling kupercaya selama hidupku," jawab Saka.
“Saat ini yang bisa kita lakukan adalah fokus pada pengobatan agar jaringan kanker tidak semakin berkembang luas," kata Dokter Frans.
"Dokter, memangnya Dokter pikir testisku sebesar apa? Kelapa muda? Itu artinya aku tidak punya banyak waktu lagi kan?!" keluh Saka.
Dokter Frans berusaha menahan diri untuk tidak tertawa menanggapi ucapan Saka.
"Dokter, berapa lama lagi waktuku yang tersisa? Apakah masih memungkinkan bagiku untuk menikah dan punya anak?" tanya Saka.
"Saka, hidup dan mati sudah menjadi perjanjian setiap makhluk yang bernyawa. Kau mengidap kanker, bukan berarti besok kau langsung mati," ucap Dokter Frans.
"Tapi, Dokter..."
"Saka, yang bisa kita lakukan saat ini fokus pada proses pengobatanmu, kau masih muda dan masih banyak hal yang harus kau lakukan. Jadi fokuslah untuk sembuh," kata Dokter Frans.
Saka menghela napasnya, saat ini ia merasa dunianya sedang berguncang dengan begitu dahsyat.
"Aku akan memberi resep obat untukmu, dan tiga minggu lagi, kita lihat perkembangannya. Jika memang berkembang sangat signifikan, kau harus mulai jadwal kemoterapi," ucap Dokter Frans.
...***...
Saka melangkah gontai saat menyusuri koridor rumah sakit. Terutama saat ia melihat pasien dengan tubuh kurus dan berkepala botak duduk di kursi roda bersama perawat yang mengantarnya menuju ke ruang perawatan.
Saka tidak bisa membayangkan jika harus kehilangan tubuh atletis yang selama ini susah payah dibentuk dan dijaga konsistensinya.
Ia tidak rela harus nampak buruk rupa karena harus kehilangan rambutnya yang tebal.
Ia juga tidak ingin kehilangan kekasihnya yang bahkan belum genap satu tahun dikencaninya. Mereka bahkan belum melakukan perayaan anniversary.
Bagaimana jika Saka mati sebelum melangsungkan pernikahan?
Ia sungguh ingin melamar kekasihnya seperti di film-film romantis.
Menjalani pemotretan pra pernikahan di tempat-tempat eksklusif di dunia.
Lalu menggelar pesta pernikahan yang mewah dan meriah.
Kemudian pergi berbulan madu ke tempat-tempat yang hanya ada mereka berdua.
Dan semua itu ternyata agenda yang hanya menjadi wacana semata?
Saka memejamkan matanya sejenak sebelum menekan tombol panggil di layar gawai cerdasnya.
...----------------...