KESHI SANCHEZ tidak pernah tahu apa pekerjaan yang ayahnya lakukan. Sejak kecil hidupnya sudah bergelimang harta sampai waktunya di mana ia mendapatkan kehidupan yang buruk. Tiba-tiba saja sang ayah menyuruhnya untuk tinggal di sebuah rumah kecil yang di sekelilingnya di tumbuhi hutan belukar dengan hanya satu orang bodyguard saja yang menjaganya.
Pria yang menjadi bodyguardnya bernama LUCA LUCIANO, dan Keshi seperti merasa familiar dengan pria itu, seperti pernah bertemu tetapi ia tidak ingat apa pun.
Jadi siapakah pria itu?
Apakah Keshi akan bisa bertahan hidup berduaan saja bersama Luca di rumah kecil tersebut?
***
“Kamu menyakitiku, Luca! Pergi! Aku membencimu!” Keshi berteriak nyaring sambil terus berlari memasuki sebuah hutan yang terlihat menyeramkan.
“Maafkan aku. Tolong jangan tinggalkan aku.” Luca terus mengejar gadis itu sampai dapat, tidak akan pernah melepaskan Keshi.
Hai, ini karya pertamaku. Semoga kalian suka dan jangan lupa untuk selalu tinggalkan jejak🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fasyhamor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Pencegahan
Nina menatap tajam pada pria paruh baya di hadapannya. Kedua tangannya terikat kuat, kakinya yang terkena tembakan sudah di obati dan juga di lilit dengan perban putih.
“Halo, paman Rio.” sapa Nina, tersenyum lebar pada pria itu seolah mereka tidak sedang berseteru.
Rio menggeram marah melihat perubahan raut wajah gadis di hadapannya.
“Apa kamu berpikir bahwa keluargaku yang membunuh ibumu?” tanya Rio.
Ekspresi Nina berubah lagi, ia mengetatkan rahangnya dengan tatapannya kembali tajam.
“Kamu membunuh ibuku.” tuduh Nina.
Gadis itu hendak bangkit untuk menerjang Rio dan memukulinya, tetapi seorang penjaga menahan bahunya supaya Nina tetap duduk dan diam.
Rio mendengkus, kepalanya menunduk menatap jam yang melingkar di tangannya.
“Kalau aku jawab bukan aku yang membunuh ibumu, apa kamu akan percaya?” tanya Rio lagi, tidak ada nada marah yang keluar dari mulutnya.
Nina semakin menggeram marah, tidak mudah mempercayai perkataan ayahnya Keshi.
“Kamu yang membunuhnya!”
“Ayahmu sendiri yang membunuh ibumu.” secepat kilat Rio menjawab.
Nina terpaku diam, wajahnya tidak lagi memunculkan gurat-gurat amarah. Mata gadis itu mengerjap pelan, sedetik kemudian ekspresinya kembali marah.
“Dasar pembohong! Kamu pembunuh! Kamu membunuh ibuku!” Nina berteriak marah, meronta-ronta untuk lepas dari pegangan seorang penjaga supaya dirinya bisa melukai Rio.
Rio bangkit berdiri sambil berdecak kesal, berbicara dengan gadis muda di hadapannya ini tidak akan mudah. Mata rio memandang isi rumah Nina sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
“Kamu sedang di manfaatkan oleh ayahmu sendiri.” celetuk Rio, menatap lama pada berontakan gadis itu.
Nina mendongak, kedua matanya memerah karena marah.
“Ayahku lebih baik daripada dirimu. Bertahun-tahun kamu menyembunyikan pekerjaan aslimu dari putrimu sendiri. Aku yakin jika Keshi tahu, dia akan sangat membencimu.” ucap gadis itu dengan tawa sinisnya.
Rio mengepal kuat telapak tangannya, menahan diri untuk tidak melayangkan pukulan pada bocah muda di hadapannya.
“Oh, bagaimana kondisinya sekarang? Apa Keshi baik-baik saja? Aku menikam dia dengan pisau yang sudah kulumuri racun.” lanjut Nina, memprovokasi Rio.
Pria paruh baya itu menyeringai sinis.
“Tenang saja, nak. Putriku anak yang kuat, sekarang dia sudah sadarkan diri dan baik-baik saja.” jawab Rio dengan bangga.
Nina kembali menunjukkan gurat kemarahan, matanya memanas dan semakin memerah.
Rio menunjuk seorang penjaga yang sedang menahan Nina dan mengatakan, “bawa dia keruang bawah tanah,”
Penjaga itu mengangguk, tangannya menarik kasar lengan Nina dan membawanya berdiri.
“Dan juga….katakan pada penjaga yang lain untuk berjaga di rumah ini. Mikael sudah melarikan diri dan pastinya anak buahnya tidak akan tinggal diam.” Rio melanjutkan perkataannya.
“Baik, boss.” penjaga itu mengangguk lagi dan segera menyeret tubuh Nina dengan kasar guna keluar dari rumah tersebut.
“Dasar pembunuh!” tak henti-hentinya gadis itu terus memaki dan berteriak.
Rio tidak mengacuhkannya, ia membalik tubuh dan kembali menatap penjuru rumah ini. Pria itu berdecak dan berjalan menuju luar rumah untuk pergi kerumah sakit, melihat putrinya yang sudah sadarkan diri.
...\~\~\~...
Rio mendorong pintu kamar ruang inap sepelan mungkin, matanya mendapati sosok Luca yang duduk di sebelah bangsal putrinya.
“Luc.” Rio masuk sambil memanggil pria itu.
Luca bangkit berdiri dan menoleh. “Sir Sanchez.”
“Apa dia … ?” Rio berjalan mendekati bangsal itu, Keshi terlihat sedang memejamkan matanya dengan nyaman.
“Dia tertidur lagi.” Luca menjelaskan raut bingung di wajah Bossnya.
Rio mengangguk, pandangannya teralihkan dari wajah Keshi ke tangan putrinya yang sedang menggenggam erat tangan Luca. Kedua alis Rio naik, bingung melihat putrinya selalu memegang tangan bodyguardnya. Apa mereka sedekat itu sampai Keshi tidak ingin di tinggal oleh Luca dan terus menggenggam tangannya?
Luca menyadari ke mana arah tatapan Rio, ia hendak melepas pegangan tangan Keshi, tetapi Rio mencegahnya.
“Biarkan saja, jangan di lepas. Nanti dia terbangun.” ucap Rio.
Mau tidak mau Luca mengangguk ragu.
“Sir, bagaimana dengan mereka?” Luca bertanya, matanya memperhatikan Rio yang sedang berjalan menuju sisi lain bangsal dan mengelus lembut puncak kepala Keshi.
“Gadis itu sudah di cuci otaknya dan sedang di manfaatkan oleh ayahnya sendiri, dia memaki ku sebagai pembunuh.” jawab Rio berbisik, tidak ingin membangunkan putrinya.
Luca membungkam mulutnya erat, tidak tahu ingin menanggapi bagaimana.
“Aku senang karena sepertinya menjadikanmu bodyguard untuk putriku bukanlah pilihan yang salah. Kamu bisa melindunginya.” Rio menatap bangga pada pria tampan di hadapannya.
“Saya tidak berhasil melindunginya…”
“Tidak, kamu selalu berhasil. Tentang penembakan itu, tentang alerginya, kamu juga selalu berada di sebelah putriku.”
Luca terdiam sejenak, lalu membalas, “itu sudah menjadi tugas saya.”
Rio mengangguk puas, matanya kembali menatap sayang pada Keshi.
“Aku membuat sebuah pencegahan,”
Luca menatap bingung pria itu. “Ya?”
“Musuh kita di luar sana akan semakin banyak, Mikael pun sekarang berhasil melarikan diri, entah dia akan membuat rencana apalagi nantinya. Jadi aku memutuskan akan mengatakan pada Keshi untuk sementara waktu tinggal di tempat lain, jauh dari jangkauan orang-orang.” jawab Rio.
“Lalu?”
“Sebagai bodyguard, tentu saja kamu harus ikut dengannya pergi ke rumah lain itu. Menjaganya tetap aman dari para musuh.”
Luca terdiam, berusaha mencerna perkataan bossnya. Sedetik kemudian dahinya mengerut lembut.
“Apa Anda juga akan ikut?” tanya Luca.
Rio menggeleng. “Tidak, aku tidak ikut pindah kerumah lain. Hanya kamu dan Keshi, mungkin nanti jika memungkinkan aku akan membiarkan Daya untuk ikut bersama kalian.”
“Hanya kami berdua?” Luca bertanya lagi, wajahnya semakin mengernyit kasar.
Rio mengangguk mantap. “Tentu saja kamu bisa, bukan?”
Apa ini? Mengapa mendadak menjadi seperti ini? Tinggal berdua saja dengan Keshi? Ini benar-benar di luar ekspetasinya.
“Aku akan mencari rumah kecil yang jauh dari jangkauan mereka.“ ucap Rio sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menelepon seseorang di seberang sana.
Luca menatap kepergian Rio yang keluar dari kamar inap ini, kepalanya tiba-tiba saja terasa pusing.
Haruskah Luca menolak? Atau membiarkannya saja?
...\~\~\~...
Keshi membuka kedua matanya perlahan, silau cahaya matahari yang masuk lewat jendela di sebelahnya membuat gadis itu mengernyit bingung. Ruangan ini terasa asing.
Gadis itu hendak bangun untuk duduk, seseorang menahannya supaya tidak bangun.
“Jahitanmu bisa lepas.”
Keshi mendongak, melihat Luca menahan kedua bahunya untuk kembali berbaring.
“Luca?” dahi Keshi mengerut dalam.
“Jangan duduk karena jahitannya bisa lepas.” ucap Luca, tangannya menyelimuti selimut ke tubuh mungil gadis itu.
“Di mana ini?” tanya Keshi.
Luca mengangkat alisnya, kenapa gadis ini tiba-tiba saja lupa ingatan?
“Ini di rumah sakit.” jawab Luca datar.
Dahi gadis itu masih mengerut bingung.
“Rumah sakit? Kenapa aku di sini?”
Luca terdiam, tidak segera menjawab pertanyaan aneh dari Keshi. Apa serius gadis itu lupa ingatan? Kepalanya bahkan tidak terbentur apapun.
“Karena sebuah insiden. Nona Keshi, kamu ingin makan sesuatu?” Luca secepatnya merubah topik pembicaraan mereka.
“Ayahku?