Xin Lian, seorang dukun terkenal yang sebenarnya hanya bisa melihat hantu, hidup mewah dengan kebohongannya. Namun, hidupnya berubah saat seorang hantu jatuh cinta padanya dan mengikutinya. Setelah mati konyol, Xin Lian terbangun di dunia kuno, terpaksa berpura-pura menjadi dukun untuk bertahan hidup.
Kebohongannya terbongkar saat Pangeran Ketiga, seorang jenderal dingin, menangkapnya atas tuduhan penipuan. Namun, Pangeran Ketiga dikelilingi hantu-hantu gelap dan hanya bisa tidur nyenyak jika dekat dengan Xin Lian.
Terjebak dalam intrik istana, rahasia masa lalu, dan perasaan yang mulai tumbuh di antara mereka, Xin Lian harus mencari cara untuk bertahan hidup, menjaga rahasianya, dan menghadapi dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah dia bayangkan.
"Bukan hanya kebohongan yang bisa membunuh—tapi juga kebenaran yang kau ungkap."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : Bisikan dari Kegelapan
Perjalanan menuju Negeri Kutukan memakan waktu berhari-hari. Mereka melewati hutan lebat, sungai deras, dan desa-desa kecil yang tersembunyi di antara pegunungan.
Xiao Chuan, meskipun sering dianggap ceroboh oleh Xin Lian, ternyata cukup berguna. Dia tahu jalur-jalur tersembunyi yang mempercepat perjalanan mereka, dan dia juga memiliki pengetahuan luas tentang tanaman obat dan jebakan di hutan.
Namun, tidak semuanya berjalan mulus.
Suatu malam, saat mereka berkemah di tepi sungai, Xiao Chuan mencoba menunjukkan trik perdukunannya kepada Xin Lian. Dia mengeluarkan jimat-jimat kecil dan mulai merapal mantra.
“Lihat ini,” katanya dengan penuh percaya diri. “Aku akan memanggil roh air untuk membantu kita.”
Namun, bukannya roh air yang muncul, seekor ular besar tiba-tiba meluncur keluar dari semak-semak, membuat Xiao Chuan melompat ketakutan.
Xin Lian tertawa terbahak-bahak. “Kau dukun atau badut? Bahkan ular pun tidak takut padamu.”
Xiao Chuan tersipu, mencoba menyelamatkan harga dirinya. “Itu hanya kesalahan kecil. Aku akan lebih baik lain kali.”
Tianlan, yang mengamati dari kejauhan, hanya menggelengkan kepala. “Kalian berdua seperti anak-anak.”
Xin Lian meliriknya dengan senyum menggoda. “Oh, Jenderal, kau hanya iri karena tidak bisa bersenang-senang seperti kami.”
Tianlan tidak menjawab, tetapi sudut bibirnya sedikit terangkat.
***
Terror Bayangan Hitam
Malam itu, saat semua orang tertidur, suara gemerisik terdengar dari hutan. Xin Lian terbangun lebih dulu, matanya yang tajam langsung memindai kegelapan.
“Bangun,” bisiknya kepada Tianlan.
Tianlan langsung terjaga, tangannya sudah menggenggam pedang. Xiao Chuan, yang mendengar suara itu, juga bangun dengan wajah pucat.
Dari dalam kegelapan, bayangan hitam besar muncul lagi. Kali ini, auranya lebih kuat dan menakutkan.
Xin Lian berdiri, matanya bersinar dengan keberanian. “Kau lagi? Sepertinya aku belum cukup mengajarimu pelajaran.”
Bayangan itu melayang mendekat, mengeluarkan suara seperti bisikan ribuan jiwa yang tersiksa. Xin Lian menggenggam jimatnya, tetapi kali ini dia tidak hanya mengandalkan benda itu. Dia menutup matanya, mencoba merasakan kehadiran roh di sekitarnya.
“Ayo, bantu aku,” bisiknya.
Sebuah roh kecil muncul, berbentuk seperti burung dengan cahaya biru lembut. Xin Lian tersenyum. “Bagus. Sekarang, mari kita usir makhluk itu.”
Dia mengarahkan roh burung itu ke bayangan hitam, sementara Tianlan menyerang dengan pedangnya. Bayangan itu melawan dengan ganas, mengeluarkan tentakel gelap yang mencoba mencengkeram mereka.
Xin Lian bergerak dengan lincah, menghindari serangan sambil memandu roh burungnya. Dia memanfaatkan kecerdasannya untuk menyerang titik lemah bayangan itu, sambil terus memprovokasinya dengan kata-kata tajam.
“Dasar makhluk bodoh! Kau tidak lebih dari asap yang berisik,” ejeknya.
Akhirnya, dengan kombinasi serangan roh burung dan pedang Tianlan, bayangan itu mulai melemah. Xin Lian mengangkat tangannya, mengeluarkan energi terakhir dari tanda di tangannya. Cahaya emas yang kuat menyelimuti bayangan itu, membuatnya lenyap dalam jeritan menyakitkan.
Namun, seperti sebelumnya, kekuatan itu menguras tenaga Xin Lian. Dia jatuh ke tanah, tetapi kali ini dia tersenyum puas.
“Aku menang,” katanya pelan sebelum pingsan.
Tianlan mengangkat tubuhnya dengan hati-hati, memeluknya erat. “Kau terlalu ceroboh,” gumamnya, meskipun ada nada kekaguman dalam suaranya.
Xiao Chuan menatap mereka dengan campuran rasa kagum dan takut. “Dia benar-benar luar biasa,” katanya pelan.
Dengan Xin Lian di pelukan Tianlan, mereka melanjutkan perjalanan mereka, semakin dekat dengan jawaban yang mereka cari di Negeri Kutukan.
***
Desa di Ujung Jalan
Perjalanan menuju Negeri Kutukan semakin menantang. Jalan setapak yang mereka lalui mulai menanjak, dikelilingi oleh hutan lebat yang tak ramah. Dahan-dahan pohon menjuntai seperti tangan-tangan yang ingin mencengkeram, sementara suara angin yang berdesir terdengar seperti bisikan roh-roh gentayangan.
Mereka harus mendaki bukit yang curam dan melewati medan terjal yang membuat setiap langkah terasa berat. Namun, setengah perjalanan menuju tujuan mereka, sebuah longsor besar telah memutus jalur utama. Tanah dan bebatuan menghalangi jalan setapak, membuat mereka tidak mungkin melanjutkan perjalanan.
“Bagaimana ini?” Tianlan bertanya, suaranya dingin seperti biasa.
Xiao Chuan menggaruk kepalanya, wajahnya terlihat bingung. “Sepertinya kita harus mencari jalur alternatif. Tapi...”
“Tapi apa?” Xin Lian memotong, menatapnya dengan alis terangkat.
“Ada sebuah desa tidak jauh dari sini,” jawab Xiao Chuan. “Tapi desa itu terkenal angker. Tidak banyak orang yang berani tinggal lama di sana.”
Xin Lian menyipitkan matanya, senyum licik menghiasi wajahnya. “Bagaimana kau tahu begitu banyak, Xiao Chuan? Apa kau pernah ke sana sebelumnya?”
Xiao Chuan menggeleng cepat. “Bukan begitu. Seniorku yang memberitahuku. Dia tahu banyak tentang tempat-tempat seperti ini.”
“Seniormu?” tanya Xin Lian, kini lebih tertarik.
Xiao Chuan mengangguk, matanya berbinar saat mengenang. “Dia adalah orang yang merawat anak-anak terlantar di desa Yuyang, tempat asalku. Aku adalah anak petani miskin, dan seniorlah yang mengajarkanku banyak hal. Dia sering berbicara tentang tempat-tempat aneh dan cerita-cerita mistis.”
Xin Lian tertawa kecil, nada sombongnya tidak bisa disembunyikan. “Semakin seseorang membuat reputasi, semakin busuk baunya. Bukankah ada pepatah seperti itu?”
Xiao Chuan tampak bingung. “Pepatah itu... sepertinya tidak begitu?”
Xin Lian melambaikan tangannya dengan malas. “Intinya, aku tidak mudah percaya pada orang yang terlalu dipuja. Tapi baiklah, mari kita lihat desa itu. Kalau memang angker, mungkin aku bisa mendapatkan sesuatu yang menarik.”
Tianlan hanya mendengarkan percakapan mereka tanpa banyak komentar, meskipun matanya tetap waspada terhadap lingkungan sekitar.
***
Aura Mencekam Desa Angker
Ketika mereka akhirnya tiba di desa yang dimaksud, suasana berubah drastis. Desa itu dikelilingi oleh kabut tipis yang terasa dingin meskipun matahari masih bersinar di langit. Rumah-rumah kayu berdiri sunyi, beberapa di antaranya tampak kosong dan tak terurus.
Aura gelap menyelimuti tempat itu, membuat bulu kuduk meremang. Bahkan Tianlan, yang biasanya tidak bisa melihat roh, merasakan sesuatu yang berbeda.
“Ada sesuatu di sini,” gumamnya, tangannya refleks menyentuh gagang pedangnya.
Xin Lian melirik Tianlan dengan senyum kecil. “Oh? Jenderal besar mulai peka terhadap hal-hal yang tidak terlihat?”
Tianlan tidak menjawab, tetapi tatapannya tetap tajam, mengawasi sekeliling.
Xiao Chuan tampak gugup, memegang erat jimat-jimatnya. “Tempat ini... auranya sangat berat. Tidak heran tidak ada yang betah tinggal lama di sini.”
Xin Lian menghela napas panjang, melangkah dengan percaya diri menuju sebuah penginapan yang terlihat masih beroperasi. “Baiklah, mari kita cari tempat untuk beristirahat dulu. Tidak ada gunanya berdiri di sini seperti orang bodoh.”
***
Kamar untuk Dua Orang
Di dalam penginapan, suasana tidak jauh berbeda. Pemiliknya, seorang pria tua dengan wajah muram, melayani mereka dengan sedikit bicara. Setelah beberapa percakapan singkat, mereka berhasil memesan dua kamar.
“Kau dan aku di satu kamar, Tianlan,” kata Xin Lian dengan nada santai, lalu menoleh ke Xiao Chuan. “Dan kau akan mendapatkan kamar sendiri.”
Xiao Chuan terkejut. “Tunggu, kenapa aku tidak sekamar dengan Tianlan? Bukankah lebih baik begitu?”
Xin Lian menyeringai licik, matanya berkilat penuh godaan. “Tianlan tidak akan bisa tidur jika aku tidak di sampingnya.”
Xiao Chuan tertegun. “Apa maksudmu?”
“Tentu saja, dia akan terus merengek dan meminta pelukan. Jangan tertipu oleh penampilannya yang dingin. Saat di kamar, dia berubah menjadi anak kecil yang manja.”
Tianlan, yang sedang memeriksa pedangnya, membeku. Dia menatap Xin Lian dengan tatapan tajam, tetapi gadis itu hanya tertawa kecil, tampak sangat puas dengan reaksinya.
“Gadis ini benar-benar tidak tahu malu,” gumam Tianlan, suaranya terdengar pelan namun penuh penekanan.
Xiao Chuan menatap mereka dengan bingung, tidak tahu apakah harus percaya atau tidak.
***
Malam yang Mencekam
Malam itu, suasana desa menjadi semakin mencekam. Angin berhembus kencang, membawa suara-suara aneh yang terdengar seperti tangisan.
Di dalam kamar, Xin Lian duduk di dekat jendela, menatap bulan yang tertutup awan gelap. Tanda di punggung tangannya mulai terasa hangat, seperti memberi peringatan.
“Tianlan,” panggilnya.
“Apa?” jawab pria itu, yang sedang duduk di sudut ruangan dengan pedangnya di pangkuan.
“Menurutmu, apa yang sebenarnya terjadi di desa ini?”
Tianlan menggeleng. “Aku tidak tahu. Tapi apa pun itu, kita harus tetap waspada.”
Tiba-tiba, suara keras terdengar dari luar. Suara itu diikuti oleh teriakan yang memecah keheningan malam.
Xin Lian segera berdiri, matanya bersinar dengan kegembiraan yang aneh. “Sepertinya ada sesuatu yang menarik.”
Tianlan menghela napas, tetapi mengikuti Xin Lian keluar dari kamar.
Di tengah desa, mereka melihat sosok bayangan besar yang melayang di udara. Makhluk itu tampak seperti asap pekat, dengan mata merah menyala yang memancarkan kebencian.
Penduduk desa berlarian ketakutan, sementara bayangan itu mengeluarkan suara raungan yang membuat udara terasa semakin berat.
“Tianlan, ini tugasmu,” kata Xin Lian dengan nada santai.
Namun, sebelum Tianlan sempat bergerak, bayangan itu menyerang dengan kecepatan luar biasa. Xin Lian melompat mundur, matanya menyipit.
“Sepertinya aku harus turun tangan lagi,” gumamnya.
Dia mengangkat tangannya, mencoba merasakan keberadaan roh di sekitar. Kali ini, roh-roh kecil mulai bermunculan, tetapi mereka tampak ketakutan.
“Jangan takut,” bisik Xin Lian, suaranya lembut namun tegas. “Aku butuh bantuan kalian.”
Salah satu roh kecil, yang tampak seperti anak kecil dengan mata besar, mendekat. Xin Lian tersenyum. “Bagus. Sekarang, mari kita lihat apa yang bisa kita lakukan.”
Dengan bantuan roh-roh kecil itu, Xin Lian menciptakan lingkaran cahaya yang mengelilingi bayangan besar tersebut. Bayangan itu melolong, mencoba melarikan diri, tetapi Xin Lian tidak memberinya kesempatan.
Namun, energi spiritual yang dia gunakan mulai menguras tenaganya. Tubuhnya gemetar, tetapi dia tetap berdiri tegak, matanya penuh dengan tekad.
“Xin Lian, cukup!” teriak Tianlan, yang akhirnya melompat maju untuk membantunya.
Dengan satu serangan pedangnya, Tianlan memecahkan bayangan itu menjadi serpihan-serpihan kecil yang akhirnya menghilang.
Xin Lian jatuh ke tanah, kehabisan tenaga. Tianlan segera menangkapnya sebelum dia menyentuh tanah.
“Berhenti bertindak gegabah,” katanya dengan nada dingin, tetapi ada kekhawatiran di matanya.
Xin Lian tersenyum lemah. “Kau harus mengakuinya, aku hebat, bukan?”
Tianlan hanya menghela napas, menggendongnya kembali ke penginapan tanpa berkata apa-apa lagi.
***
Malam semakin larut ketika Xin Lian akhirnya terlelap, tubuhnya kelelahan setelah pertempuran tadi. Namun, di dalam kegelapan kamar, sebuah suara samar terdengar, seperti bisikan yang mengalir di udara.
“Xin Lian... kau pikir kau bisa lari dari takdirmu?”
Mata Tianlan terbuka seketika, tatapannya tajam menyapu ruangan. Namun, bayangan gelap yang melintas di sudut kamar membuatnya membeku. Untuk pertama kalinya, dia melihat sesuatu yang lebih dari sekadar bayangan—sesuatu yang mengawasinya dengan mata merah menyala.
“Siapa di sana?” suaranya tegas, tetapi makhluk itu hanya tertawa kecil sebelum menghilang, meninggalkan tanda hitam yang membakar lantai kayu.
Ketika Tianlan menoleh ke arah Xin Lian, dia mendapati gadis itu berkeringat dingin dalam tidurnya, tangan kanannya yang bersinar samar seolah merespons sesuatu yang tidak terlihat.
“Xin Lian,” panggil Tianlan, suaranya rendah namun penuh kewaspadaan. Tapi sebelum dia bisa menyentuhnya, mata Xin Lian terbuka perlahan, dan senyumnya yang biasa berubah menjadi tatapan kosong yang dingin.
“Jenderal Feng Tianlan,” katanya dengan suara yang bukan miliknya. “Apakah kau siap untuk menebus kesalahanmu?”
Apa yang terjadi pada Xin Lian? Siapakah sosok misterius yang mengancam mereka?
Temukan jawabannya di bab berikutnya!
awal yg menarik 😍