sinopsis:
Nama Kania Abygail tiba tiba saja terdaftar sebagai peserta Olimpiade Sains Nasional.
Awalnya Kania mensyukuri itu karna Liam Sangkara, mentari paginya itu juga tergabung dalam Olimpiade itu. Setidaknya, kini Kania bisa menikmati senyuman Liam dari dekat.
Namun saat setiap kejanggalan Olimpiade ini mulai terkuak, Kania sadar, fisika bukan satu - satunya pelajaran yang ia dapatkan di ruang belajarnya. Akan kah Kania mampu melewati masa karantina pra - OSN fisikanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zuy Shimizu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#Chapter 23: Pernyataan Yang Terabaikan
"Jangankan bicara denganти, memikirkanmu saja sudah membuat anganku terbang tinggi menuju langit ketujuh."
\#\#\#
"Buku-bukuku kok.... nggak ada, ya?"
Kania terus mengacak-acak rak, meja, hingga tasnya sendiri. Gadis itu berpikir sembari terus mengingat-ingat, padahal sebagian besar bukunya ada di meja. Dan Kania ingat benar, tadi siang ia masih melihatnya!
5 menit berpusing kepala, Kania mendesah panjang. Ia nyaris menyerah, namun detak jantungnya yang kian panik memerintahkan gadis itu untuk terus mencari.
"Nyari apa, Kania?" Levia menepuk pundak Kania.
"Bukuku, catatan, silabulus, rangkuman, kumpulan soal, semuanya nggak ada, Via! Kamu tau nggak dimana? Kamu beresin, kah?"
"Hah??" Levia mengerutkan dahinya. "Nggak, aku pulang sore. Tepat pas kamu mandi tadi, terus sekalian nyobain jas sama Kak Renatta"
"Ada apa?" sahut Renatta sembari melangkah mendekat.
"Bukunya Kania bersih semua, Kak." sahut Levia menjelaskan. "Kak Renatta tau, nggak? Aku kan pulang telat tadi, soalnya."
Renatta terdiam cukup lama. Dalam diamnya, gadis itu berpikir. "Kalo setahuku, tadi pagi masih ada. Aku juga nggak beresin. Megang aja enggak."
Air muka Kania kian menegang. Gadis itu dapat merasakan bulir darahnya yang kian berpacu begitu cepat. Kania rasa kepalanya begitu berat, seolah akan pecah.
Di tengah keheningan ruangan, satu pesan tiba-tiba masuk ke ponsel Kania. Gadis itu pun langsung membuka ponselnya dengan sigap. Dan hanya butuh hitungan detik untuk membuatnya menaikkan alis.
Unknown:
Butuh buku dan jas lo balik? Buruan ke ruangan 829 Sendirian. Awas aja sampe lo bawa orang. -Leona
Sejenak, Kania dapat bernafas lega karena tahu semua buku pentingnya masih ada di bumi. Namun sedetik kemudian ia sadar, bukunya berada di orang yang salah.
Ia berpikir sejenak. Semua berputar dalam kepalanya, semua kemungkinan buruk. Namun bagi Kania, ada yang lebih penting dari semua kemungkinan itu.
Ia menarik nafasnya panjang, siap menghadapi kenyataan.
Kalau memang ada niat buruk Leona kali ini, Kania tidak akan mundur.
Gadis itu pun bangkit. "Aku ngecek dulu ke tempat lain, ya." pamitnya.
Namun hanya beberapa langkah, Renatta angsung menahan lengan Kania dan membuat langkah gadis itu terhenti. "Mau nyari dimana? Butuh ditemenin nggak?"
Kania menarik segaris senyumnya. Ia tahu Renatta khawatir, dan sungguh, Kania juga. Tapi gadis itu berusaha meredamnya.
"Nggak usah, Kak. Aku cuma keliling bentar, kok."
---- Olimpiaders ----
Liam mengacak-acak rambutnya frustasi. Hanya tinggal beberapa langkah, pemuda itu tinggal mengetuk pintu kamar Kania dan mengajaknya keluar sebentar untuk bicara.
Liam sudah mempersiapkan skenarionya serapi mungkin, namun rasanya setiap langkah kekhawatirannya semakin besar.
Liam bahkan tak yakin ia bisa biacara lantang di hadapan Kania. Jangankan menyentuh tangannya, mendengar suara Kania saja sudah dapat membuatnya kacau.
Ceklek
"Eh-"
"Liam?"
Kedua insan itu mematung di tempat. Kania masih menggenggam gagang pintunya, sedangkan Liam masih menjambak rambutnya sendiri.
"Eh, Kania. Kebetulan kamu disini. Aku mau ngom-"
"Nanti dulu ya, Liam. Kania mau ketemu temen Kania dulu di lantai 8." potong gadis itu begitu tenang. Dan tanpa jawaban Liam, gadis itu segera berlalu begitu saja menuju ke lift.
Liam pun terdiam di tempatnya.
Ia berpikir sejenak, memangnya Kania punya teman lain selain Syera? Dan untuk apa Syera memesan kamar di lantai 8 bila hanya untuk menemui Kania? Lagipula, kalau pun Syera datang kemari, Jayden pasti sudah mengiriminya spam chat untuk mengawasi Syera sejak beberapa jam lalu.
Tunggu, ada yang aneh.
Liam memutuskan untuk membuntuti Kania dari belakang, cukup jauh. Bahkan ia membiarkan dirinya menaiki satu lift setelah Kania.
---- Olimpiaders ----
"Permisi,"
Tak ada jawaban. Sudah 5 menit Kania mengetuk pintu, dan tidak ada sahutan sama sekali. Gadis itu memutuskan untuk memutar gagang pintu, dan dengan mudahnya pintu itu langsung terbuka lebar.
Ruangan ini tidak di kunci.
Dan sungguh, isinya tidak biasa. Tidak ada meja, lemari pendingin mini, atau ranjang sekali pun. Kosong melompong, dan hanya ada sebuah kardus cukup besar di tengah lebarnya karpet berwarna merah.
Kania masuk, dan melangkah mendekati kardus itu. Di bagian samping karus itu tertuliskan 'tim fisika'. Kania membuka kardus itu dengan ragu.
Matanya membelalak.
"AAAAAAAAAHHH!"
Kania memekik begitu mendapati bukunya telah menjadi abu. Masih ada beberapa bagian yang belum terbakar, dan Kania segera mengambilnya.
Benar saja.
Masih ada tulisan tangannya disana. Pun juga ada nama Kania Abygail kelas XI bidang fisika. Jantungnya berdebar hebat. Ia mengacak-acak seisi kardus, dan rupanya abu itu berisi semua bukunya yang hilang.
Kania tidak percaya.
Air matanya jatuh begitu saja, dan detik berikutnya isakan Kania terdengar. Suara tangis itu benar-benar pecah, mengisi sunyi di kamar itu.
Namun hanya selang beberapa menit, tangisan itu mulai mengering. Kini amarah mulai membakar buta hati Kania. Jantungnya berpacu cepat. Ia mengedarkan pandangannya, mencari seseorang yang menjadi dalang dari ketidak adilan ini.
✩₊̣̇. To Be Continue