aku tidak tahu apakah pernikahanku akan berjalan sempurna atau tidak...
aku juga tidak tahu apakah aku mampu melewati pernikahan ini hingga akhir atau tidak...
hanya Tuhanlah yang tahu akhir kisah cinta pernikahanku ini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Racun Di Tangan Kiriku
Alishba mengeratkan genggaman tangannya pada kain gaunnya.
Mendengar ucapan Sulaiman telah menyadarkan dirinya bahwa suaminya ingin menekankan jika pernikahan mereka hanyalah aliansi pernikahan belaka.
Jangan berharap adanya cinta di dalam pernikahan yang mereka jalani ini.
Tidak ada cinta, tidak ada pengertian dan tidak ada perasaan mendalam dalam hubungan pernikahan ini.
Semua terlewati layaknya aliran air yang tidak berujung apapun di masa depan.
Alishba menghela nafas pelan, berusaha tegar meski itu sangatlah sulit baginya.
"Apa harga yang mesti aku bayar mahal agar perusahaan Rayaz diselamatkan ?" kata Alishba tercekat dingin.
"Kau sudah tahu betul bahwa tugas istri melayani suami, melahirkan anak-anak bagi suami serta melayaninya disetiap saat suami menginginkannya", sahut Sulaiman.
"Hanya itu ?" ucap Alishba.
"Apa ?" sahut Sulaiman terkejut.
"Apa hanya itu tugas seorang istri dalam konteks pikiranmu ?" kata Alishba yang mulai membalas menyerang.
Alishba berdiri tegak lalu berjalan ke arah Sulaiman perlahan-lahan.
"Apa tugas istri diharuskan demikian agar selamanya dia terkungkung dalam penjara palsu suami ?" kata Alishba.
Sulaiman tertegun diam saat Alishba melawannya.
"Aliansi ! Aliansi ! Aliansi ! Itu yang sedari tadi aku dengar dari ucapanmu !" kata Alishba menggeram tertahan.
Alishba menatap tajam Sulaiman lalu meraih ujung jas suaminya seraya menggenggamnya kuat.
"Lantas bagaimana dengan pacarmu itu ???" ucap Alishba.
Sulaiman semakin terhenyak kaget, kebingungan dengan ucapan Alishba yang menyinggung tentang Nisa.
"Pacar ? Siapa ?" sahut Sulaiman lupa.
"Apa ?'' kata Alishba yang giliran tersentak kaget.
"Siapa yang kamu maksudkan itu ?" ucap Sulaiman.
"Oh, kau sudah lupa padahal baru tadi, satu jam yang lalu, kamu berdiri di hadapanku dan mengatakan kepadaku bahwa kau akan menikahi perempuan bernama Nisa", kata Alishba.
Sulaiman semakin tertegun diam saat mendengar ucapan Alishba.
"Aku tidak pernah lupa dan aku mengingatnya telah mengatakan bahwa aku akan bersama Nisa jika itu yang kau harapkan", kata Sulaiman.
"Yang aku harapkan ?" ucap Alishba kebingungan. "Aku tidak mengerti dirimu, Sulaiman", sambungnya.
"Apalagi aku !" sahut Sulaiman.
Alishba berdiri diam, tatapannya bingung saat melihat Sulaiman.
"Tidak ada yang perlu di mengerti memang, hanya yang perlu kamu tahu bahwa kini, kau adalah istriku dan aku berhak atas dirimu", kata Sulaiman.
Giliran Sulaiman berjalan menghampiri Alishba lalu ditariknya kuat-kuat pergelangan tangan istrinya.
"Seharusnya kamu membujukku agar kemarahanku reda dan agar aku tidak berpaling kepada wanita lainnya tapi kamu tidak melakukannya untukku, Alishba", kata Sulaiman.
"Apa ?" sahut Alishba.
"Kau ! Kau adalah istriku ! Apapun yang aku inginkan darimu, tidak seorangpun dapat menghalanginya jika aku menginginkannya !" kata Sulaiman.
"Kuharap kau tidak pernah mengharapkannya", sahut Alishba memasang wajah dinginnya.
"Malam ini seharusnya aku telah mengambil keperawananmu tapi aku menundanya sampai kau sendiri yang merintih memohon-mohon kepadaku", kata Sulaiman.
"Jangan harap itu terjadi !" sahut Alishba seraya memejamkan kedua matanya.
"Jika tidak malam ini kamu tidak datang memohon padaku maka aku akan segera menikahi Nisa sebagai istriku !" kata Sulaiman.
"Lebih baik kau memberiku racun dengan cepat !" sahut Alishba.
"Racun ?" kata Sulaiman.
"Ya, racun !" jawab Alishba membuka matanya.
Alishba menatap tajam ke arah Sulaiman.
"Sebaiknya kau tawarkan aku racun dari tangan kirimu untukku karena itu adalah obat paling mujarab buatku saat ini !" ucap Alishba dengan kedua mata berkaca-kaca.
Sulaiman terbelalak tak percaya saat Alishba menginginkan racun untuknya.
"Apa kau akan meminumnya jika aku memberikannya kepadamu ?" kata Sulaiman.
"Ya !" sahut tegas Alishba.
Sulaiman tertawa pelan seraya membelai wajah Alishba.
"Sangat disayangkan bagi perempuan secantik dirimu jika aku harus memberimu racun sebelum aku mencicipi seluruh tubuhmu", bisik Sulaiman.
Alishba menatap jijik ke arah Sulaiman, menggeram tertahan dengan sorot mata dinginnya.
"Kau sangat menjijikkan, Sulaiman !" sahut Alishba.
"Pelan-pelan rasa jijik pada dirimu akan berubah menjadi rasa senang yang tidak akan pernah tergantikan oleh rasa nikmat", kata Sulaiman.
Sulaiman masih membelai-belai wajah Alishba tiada hentinya.
"Dan kau akan terus memohon-mohon kepadaku akan rasa kenikmatan itu, Alishba sayang", kata Sulaiman.
"Itu tidak akan terjadi, Sulaiman", sahut Alishba sembari menatap tajam.
"Jika itu terjadi maka apa yang akan kau lakukan sedangkan kau harus menyelamatkan seluruh perusahaanmu dari kebangkrutan, Alishba sayang", kata Sulaiman.
"Perusahaanku tidak akan pernah mengalami kebangkrutan meski aku tidak lagi berhubungan denganmu", sahut Alishba.
"Sayangnya itu tidak akan pernah terjadi" kata Sulaiman.
Sulaiman mengeluarkan iPhone dari saku pakaiannya lalu menelpon seseorang.
"Hallo, Ibrahim ! Tolong kirimkan kepadaku dokumen perusahaan milik Rayaz dan antarkan segera ke kamarku sekarang juga !" ucap Sulaiman sambil terus memandangi Alishba.
Sulaiman menutup teleponnya lalu tersenyum ambigu ke arah Alishba yang berdiri menatapnya dingin.
"Sebentar lagi, kau akan tahu yang sebenarnya terjadi pada perusahaan milik keluargamu, Alishba", kata Sulaiman.
Sulaiman memasukkan iPhone keluaran terbaru ke dalam saku pakaiannya.
Tidak semenit, datang Ibrahim ke dalam kamar mereka.
"Ini dokumen yang kau minta tapi ini adalah salinannya karena saya tidak bisa mengambil dengan cepat ke kantor", ucap Ibrahim.
Ibrahim menyerahkan sebuah map kepada Sulaiman.
"Terimakasih, Ibrahim", sahut Sulaiman.
Ibrahim melangkah pergi dari ruangan kamar setelah menyerahkan map berisi salinan dokumen.
"Kau bisa melihatnya sekarang, bukti itu !" kata Sulaiman sembari membuka map di tangannya.
Alishba tak bergeming, tetap diam terpaku di tempatnya berdiri saat ini.
"Kenapa ? Kau takut melihat kenyataannya bahwa ucapanku benar ?" kata Sulaiman.
"Untuk apa aku takut !?" sahut Alishba terlihat bimbang.
"Jika kau tidak takut maka kenapa kau tidak melihat dokumen ini sendiri, dengan kedua matamu sendiri jika dirimu sangatlah berani, Alishba", kata Sulaiman.
"A-aku !?" sahut Alishba gugup.
Alishba tak berkutik saat Sulaiman menyebutnya penakut.
"Ambillah ! Dan lihatlah sendiri !" ucap Sulaiman seraya menyodorkan map dokumen ditangannya kepada Alishba.
Alishba tampak ragu-ragu untuk menerimanya, dengan cepat dia melangkah maju.
Diraihnya map dari tangan Sulaiman lalu membacanya serius.
Sret ! Sret ! Sret !
Alishba membuka lembar demi lembar dokumen di dalam map yang ada di tangannya, dokumen itu sangat tebal bahkan Alishba tidak mampu menyelesaikan membacanya saat ini juga.
Kedua tangan Alishba bergetar cepat saat melihat salinan dokumen yang ada di tangannya.
"A-apa ini ???" ucapnya gelisah.
Pandangan mata Alishba terlihat kebingungan ketika dia mencoba membaca isi dokumen tersebut.
"Kau bisa membacanya nanti lagi, tidak perlu terburu-buru menyelesaikannya sekarang karena halaman dokumen itu sangatlah tebal untuk dibaca saat ini juga", kata Sulaiman.
Alishba mendongakkan kepalanya ke arah Sulaiman, menatapnya panik saat dirinya melihat pria tampan itu.
"Ka-kau bercanda bukan ?" sahut Alishba dengan bibir bergetar.
"Bercanda ? Mana mungkin aku bercanda dengan keseriusan dan pekerjaan, tidak mungkin itu aku lakukan, Alishba !" ucap Sulaiman.
Sulaiman tersenyum masam ke arah Alishba, istrinya.
"Aku akan menyelesaikan membaca isi dokumen ini sekarang", ucap Alishba dengan tubuh gemetaran.
"Tidak usah terburu-buru untuk melakukan hal itu sekarang, kamu bisa melanjutkannya nanti setelah membersihkan dirimu dan selesai sarapan", sahut Sulaiman.
Alishba tertunduk dalam dengan tangan menggenggam map berisi dokumen.
"Cepatlah mandi dan berganti pakaian sekarang !" kata Sulaiman seraya berjalan menuju pintu.
Sulaiman lalu menghentikan langkah kakinya kemudian menoleh kembali ke arah Alishba sembari berkata.
"Aku tunggu dirimu di ruang makan, kita akan sarapan hari ini, dan kau juga harus ingat bahwa ini adalah sarapan pertama untuk kita sebagai pasangan suami-istri", kata Sulaiman.
Sulaiman memperhatikan lagi ke arah Alishba yang duduk ditepi ranjang tidur.
"Dan jangan lupa berdandanlah secantik mungkin agar seleraku sarapan terjaga baik, kuharap kau mengerti dengan tugasmu ini !" ucap Sulaiman lalu melangkah pergi.
serem amat nikah kayak gini, thor !
aliansi pernikahan, gak ada tulus-tulusnya, gak ada cinta juga klo nikah seperti iniiii...