Elowen, seorang wanita muda dari keluarga miskin, bekerja sebagai asisten pribadi untuk seorang model internasional terkenal. Hidupnya yang sederhana berubah drastis saat ia menarik perhatian dua pria misterius, Lucian dan Loreon. Keduanya adalah alpha dari dua kawanan serigala yang berkuasa, dan mereka langsung terobsesi dengan Elowen setelah pertama kali melihatnya. Namun, Elowen tidak tahu siapa mereka sebenarnya dan menolak perhatian mereka, merasa cemas dengan intensitasnya. Lucian dan Loreon tidak menerima penolakan begitu saja. Persaingan sengit antara keduanya dimulai, masing-masing bertekad untuk memenangkan hati Elowen. Saat Elowen mencoba menjaga jarak, ia menemukan dirinya terseret ke dalam dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah ia bayangkan, dunia yang hanya dikenal oleh mereka yang terlahir dengan takdir tertentu. Di tengah kebingungannya, Elowen bertemu dengan seorang nenek tua yang memperingatkannya, “Kehidupanmu baru saja dimulai, nak. Pergilah dari sini secepatnya, nyawamu dalam bahaya.” Perkataan itu menggema di benaknya saat ia dibawa oleh kedua pria tersebut ke dunia mereka, sebuah alam yang penuh misteri, di mana rahasia tentang jati dirinya perlahan mulai terungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Two Alpha's And Mate
"Kalau begitu, siapkan saja barang-barangmu. Nanti Loreon akan membantumu pindah," kata Valerie dengan senyum lembut.
Elowen masih terlihat ragu, tetapi akhirnya ia hanya mengangguk pelan. "Aku akan bersiap setelah ini."
Valerie tersenyum puas. "Bagus. Aku tahu ini bukan hal yang mudah untukmu, tapi percayalah, semuanya akan baik-baik saja."
Saat Valerie berbalik untuk pergi, Loreon tetap diam di tempatnya. Elowen merasa pria itu mengamatinya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Valerie berhenti di depan pintu dan menoleh pada Loreon. "Kau bisa membantu Elowen mengemasi barang-barangnya, Loreon. Aku harus pergi dulu. Harison menungguku di ruang rapat."
Loreon mengangguk singkat. "Baik, Luna."
Valerie melangkah keluar dari kamar, meninggalkan Elowen dan Loreon berdua. Suasana mendadak terasa canggung bagi Elowen. Ia mencoba menghindari kontak mata dengan pria itu, tetapi rasanya mustahil.
"Kau tidak perlu terburu-buru," ucap Loreon akhirnya, memecah keheningan. Suaranya terdengar datar, tetapi ada nada perhatian di baliknya.
Elowen menatapnya sekilas. "Aku tidak punya banyak barang. Aku hanya perlu beberapa menit."
Loreon mengangguk, lalu menyandarkan tubuhnya pada dinding dekat pintu. "Aku akan menunggu."
Elowen segera sibuk mengemasi barang-barangnya, meskipun pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. Mengapa mereka begitu ingin melindunginya? Apa benar ia sedang dalam bahaya?
Setelah beberapa menit, Elowen selesai mengemasi barang-barangnya ke dalam koper kecil. Ia berdiri dan menatap Loreon.
"Aku sudah siap," katanya pelan.
Loreon mendekat, mengambil koper itu dari tangan Elowen tanpa bertanya. "Aku akan membawanya. Ayo kita pergi."
Elowen hanya bisa mengikuti pria itu keluar dari kamarnya. Hatinya masih diliputi perasaan cemas, tetapi ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Ketika mereka berjalan menyusuri lorong istana menuju pintu keluar, Elowen mencuri pandang ke arah Loreon.
Suara langkah kaki mereka menggema, bersamaan dengan bunyi roda koper yang Loreon tarik. Elowen berjalan sedikit di belakangnya, satu tas kecil berada di tangan Loreon.
Saat mereka mendekati gerbang besar yang dijaga oleh prajurit, dua sosok familiar berdiri di sana, tampak menunggu. Elliot dan Aldrick saling bertukar pandang sebelum menoleh ke arah keduanya.
"Aku tidak salah lihat, kan?" tanya Elliot dengan nada menggoda, alisnya terangkat. "Loreon membawa koper? Dan... Nona Elowen?"
Aldrick menyandarkan punggungnya ke salah satu pilar, menyilangkan tangan di dada sambil menatap Loreon dengan pandangan tajam. "Kau mau ke mana membawa Elowen? Dan apa maksudnya membawa barang-barang itu?"
Loreon berhenti tepat di depan mereka, menarik napas panjang sebelum menjawab dengan nada tenang. "Aku membawa Elowen ke rumahku. Hanya sementara."
Elliot mendekat, menatap Loreon dengan senyum nakal. "Rumahmu? Wah, ini sesuatu yang baru. Kau akhirnya membuka diri untuk seseorang?"
"Elliot," potong Loreon dengan datar, mengisyaratkan agar pria itu berhenti bercanda. "Ini bukan seperti yang kau pikirkan."
Aldrick mengerutkan kening, pandangannya beralih dari Loreon ke Elowen, yang tampak gugup di belakangnya. "Apa Valerie dan Harison tahu soal ini? Kau tidak mungkin membawa seseorang keluar dari istana tanpa izin mereka, kan?"
Loreon menegakkan tubuhnya, tatapannya tajam. "Tentu saja mereka tahu. Aku sudah mendapat persetujuan mereka."
Elliot mendesah, lalu memiringkan kepala. "Baiklah, kalau begitu. Tapi tetap saja ini aneh. Kau tidak pernah membawa siapa pun ke rumahmu sebelumnya Loreon?"
Loreon berhenti tepat di depan mereka, menarik napas panjang sebelum menjawab dengan nada tenang. "Valerie hanya menyuruhku untuk menjaga dia agar aman. Itu saja."
Elliot mendekat, menatap Loreon dengan senyum nakal. "Menjaga dia agar aman? Wah, ini mulai menarik. Sejak kapan kau menjadi pelindung seseorang, Loreon?"
"Elliot," potong Loreon dengan datar, mengisyaratkan agar pria itu tidak memperpanjang leluconnya. "Aku hanya menjalankan tugas. Tidak ada yang lebih dari itu."
Elliot mendesah, lalu memiringkan kepala. " Tapi tetap saja ini aneh. Apa alasanmu kali ini, Loreon?"
Loreon melirik sekilas ke arah Elowen, yang berdiri canggung di belakangnya, lalu kembali menatap kedua pria itu dengan ekspresi datar. "Alasan apa pun itu, tidak penting untuk kalian tahu. Aku hanya mengikuti perintah Valerie."
Aldrick menghela napas pelan, lalu menyilangkan tangan di dada. "Baiklah, kalau memang Valerie dan Harison yang memintanya, aku tidak akan bertanya lagi."
Loreon mengangguk singkat, lalu melanjutkan langkahnya. Elowen mengikuti dari belakang, merasa perhatian semua orang tertuju padanya.
Ketika mereka melewati gerbang, Elowen melirik ke arah Loreon, ingin bertanya, tetapi ia memilih diam. Ia hanya bisa mengikuti langkahnya, sambil mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi dan apa arti semua ini.
Tidak ada percakapan yang terucap di antara mereka, hanya suara langkah kaki Loreon dan Elowen yang memecah keheningan saat mereka mendekati sebuah bangunan kecil yang terletak tak jauh dari istana. Dari luar, rumah itu tampak sederhana, dengan dinding berbahan kayu gelap yang mulai menunjukkan usia, ditambah beberapa tanaman merambat yang menghiasi salah satu sisinya.
Namun, begitu pintu terbuka, Elowen terdiam. Interior rumah itu sangat bertolak belakang dengan eksteriornya yang sederhana. Langit-langit tinggi dengan balok kayu ekspos memberi kesan lapang, sementara dindingnya dihiasi ukiran bergaya tradisional. Sebuah chandelier kristal tergantung di tengah ruangan, memancarkan cahaya lembut yang membuat suasana terasa hangat.
Elowen melangkah ragu-ragu, matanya menyusuri detail ruangan. Ada rak buku yang penuh dengan koleksi tebal di sudut ruangan, meja kayu yang mengkilap dengan ukiran detail, dan sofa berlapis kain beludru yang tampak mahal. Lantai rumah terbuat dari marmer hitam yang begitu bersih hingga memantulkan cahaya chandelier. Aroma kayu yang hangat bercampur dengan wangi samar dari lilin aroma terapi memenuhi ruangan.
"Rumah ini..." gumam Elowen pelan, lebih kepada dirinya sendiri.
Loreon menoleh sekilas ke arahnya sebelum melanjutkan langkah. "Tidak sebesar istana, tapi cukup nyaman. Ikuti aku."
Elowen, meskipun masih terkesima, tetap mengikuti Loreon. Mereka melewati lorong sempit dengan beberapa pintu tertutup di sepanjangnya. Lukisan-lukisan klasik menggantung di dinding, membuat lorong itu terasa seperti galeri seni pribadi. Langkah mereka akhirnya berhenti di depan sebuah pintu yang lebih besar dari yang lain.
Loreon membuka pintu itu dengan perlahan, memperlihatkan sebuah kamar yang tidak kalah mewah dari ruangan sebelumnya. Tempat tidur berkanopi berdiri megah di tengah ruangan, dengan kain sutra berwarna gading menjuntai lembut dari atasnya. Di sebelah tempat tidur, ada meja kecil dengan lampu kuningan antik. Jendela besar di sisi ruangan memancarkan cahaya alami, memperlihatkan pemandangan taman kecil yang tampak terawat di luar.
"Inilah kamarmu," kata Loreon singkat, nada suaranya tetap datar.
" Apa ini... tidak terlalu berlebihan?" tanyanya dengan nada canggung, berbalik menghadap Loreon.
Loreon menatapnya sebentar, lalu berjalan masuk ke dalam ruangan. "Ini bukan kamarmu. Ini hanya sementara saja," ucapnya santai sambil menyandarkan tubuh ke dinding. "Kau akan tinggal di sini selama aku membersihkan kamar sebelah."
Elowen mengerutkan kening, merasa sedikit tidak nyaman. "Aku bisa tidur di tempat yang lebih sederhana. Ini... terlalu bagus untukku."
Loreon mengangkat alis, ekspresinya datar seperti biasa. "Tidak perlu terlalu dipikirkan. Lagipula, kamar sebelah sedang penuh debu. Jika kau bersikeras, mungkin kau ingin membersihkannya sendiri?" katanya dengan nada setengah menggoda, namun tetap serius.
Elowen menghela napas pelan, menyadari bahwa ia tidak punya pilihan lain. "Baiklah," ucapnya akhirnya, meskipun masih merasa sedikit ragu.
Loreon mengangguk kecil, kemudian berjalan menuju pintu. "Istirahatlah. Jika kau butuh sesuatu, panggil saja aku." Tanpa menunggu balasan, ia membuka pintu dan melangkah keluar, meninggalkan Elowen sendirian di kamar yang terlalu bagus untuk seseorang seperti dirinya yang hanya menumpang sementara.
oh iya mampir juga yuk dikarya baruku, judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏