Tampan, kaya, pintar, karismatik mendarah daging pada diri Lumi. Kehidupan Lumi begitu sempurna yang membuat orang-orang iri pada kehidupannya.
Hingga suatu hari Lumi mengalami kecelakaan yang membuat hidupnya berada ditengah garis sial atau beruntung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mesta Suntana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 - Serigala bermulut Bebek
Kursi itu berjejer mengelilingi meja panjang tersebut. Setiap kursi memiliki jarak untuk jalan keluar masuk. Kursi - kursi disana tidak pernah benar-benar tergunakan. Tidak akan ada yang duduk di sana. Itu tak lebih hanya sebagai hiasan semata. Biasanya hanya ada satu kursi yang terpakai. Di meja besar dan mewah ini hanya Lumi seorang diri yang makan. Tidak pernah ada yang lain menemani Lumi. Seperti saat ini Lumi sedang menyantap makanannya di dampingi asisten dan pelayan yang sedang bertugas.
Lumi duduk di sudut meja memanjang. Asisten dan para pelayan bediri di samping kanan Lumi. Hentakan sendok, garpu dan juga pisau terdengar begitu berderit dan berdenting. Lumi menyantap makanannya dengan penuh rasa kesal.
" Ada apa dengan Tuan? " Bisik pelayan satu ke pelayan lain. " Entahlah, sepertinya mood Tuan sedang kacau. " Lana mendengar bisikan pelayan tersebut yang ketakutan melihat Tuannya yang tak biasanya.
Suram menyelimuti Lumi seorang. Tangan itu tidak henti memasukkan makanan secara ugal-ugalan. Terlihat jelas pikirannya sedang di tempat lain. Lumi menyantap makanan itu dengan mata penuh kekesalan. Pikirannya tidak sesuai dengan tindakannya sekarang.
" Akh, saking kesalnya Kau melampiaskannya pada makanan. " Lana menatap aneh Lumi di bagian sisi dirinya, hati Lana berdecak jengah.
Aura suram pekat yang menyelubungi Lumi, membuat Bu Sri yang lewat merasakan hal itu. Saat Bu Sri akan menghampiri Lumi, tak sengaja mata Bu Sri dan para pelayan bertemu. Pelayan itu menggelengkan kepalanya dengan raut wajah yang bingung. Ketika Bu Sri menghampiri Lumi. Bibir yang cemberut seperti bebek itu sedang melahap makanan seperti orang kelaparan.
" Ini bebek beneran kayanya. " spontan benak hati Bu Sri, Dia terbayang bebek di rumahnya yang sedang makan.
Saat Bu Sri menatap aneh Lumi dari samping, Dia menangkap sesuatu dalam pandangannya. Mata Lumi sesekali melirik tajam Lana yang berdiri di sampingnya namun, sepertinya Lana tidak menyadari hal itu. Seperti sekarang, Lumi tak menyadari Bu Sri ada di sampingnya.
" Ekhem. "Satu dehaman membuat Lumi mengalihkan pandangannya. Lumi memalingkan wajahnya pada suara tersebut.
Lumi menangkap sosok Bu Sri yang sedang menelaah jauh dirinya.
" Kenapa? "
Ke dua tangan yang mengepal alat makan serta bibirnya yang kotor penuh sisa makanan. Gelengan kepala pun tak terelakan Bu Sri. Pundak Lumi terangkat sebentar, lalu Dia melanjutkan kegiatannya kembali.
" Tuan pelan - pelan makannya! " Titah Bu Sri lembut.
" Aku sedang frustasi sekarang. " Ucap Lumi ada sedikit penekanan kesal dalam nada bicaranya. "Aku butuh energi yang banyak. " Pungkasnya.
Saat Lumi berbicara tadi tiba-tiba, tenggorokan Lumi tersedak. Dia memukul bagian dadanya tak teratur.
" Kan sudah saya bilang makannya pelan - pelan Tuan. " Gemas Bu Sri sambil menepuk-nepuk pundak Lumi.
Satu gelas terulur pada Lumi. Refleks Lumi langsung mengambil gelas tersebut. Dia teguk air itu dengan cepat tanpa tersisa sedikitpun.
" Terim.... " ucapan Lumi terhenti ketika mata itu bertemu.
Mata coklat Lana kini bertemu sapa dengan mata hitam Lumi. Seketika getir petir terpancar pada mata Lana. Lumi melengos kesal. Kesabaran Lana benar - benar di uji. Wajah sombong Lumi terlihat, walaupun Lumi memalingkan wajahnya dari Lana.
" Oh, terima kasih. " Lumi menyodorkan gelas kosong itu kepada Lana.
Saat gelas itu akan berpindah tangan. Gelas itu terlepas dari genggaman Lumi. Gelas itu tidak sampai ke tangan Lana. Lana dengan cepat segera menjatuhkan badannya. Tubuh Lana kini tertunduk di lantai. Tangannya berhasil menangkap gelas tersebut sebelum mencium lantai. Semua orang di sana terkejut serentak. Nafas mereka tercekat sesak. Jantung seketika berhenti berdetak begitu juga Lana. Wajah pucat mereka kembali normal bersamaan rasa lega keluar dari hembusan nafas mereka.
Sebelum Lana bangkit dari tumpuan lututnya. Secara tak sengaja Lana melihat sepatu hitam pekat Lumi tepat di depan matanya. Lana menggigit bibir bagian bawahnya ke dalam secara keras.
" Dia sengaja membuatku bersujud. "
" Om-om berotak bocah itu sengaja menjatuhkannya. " Geram Lana dalam hatinya. Rasa ingin melemparkan gelas yang ada di dalam genggamannya tidak tertahankan.
" Lana tahan. "
Saat di rasa tenang Lana mencoba bangkit, belum setengah jalan Lana untuk bangkit. Mata Lana merekam sesuatu yang membuat hatinya tercekat pilu. Mata Lumi yang gelap begitu gelap menatap tajam Lana dengan penuh hinaan. Hati Lana berdenyut begitu nyeri. Lana tahu bahwa dari Mata penuh hina itu, Lumi menyiratkan.....
...Bahwa itu adalah tempat Mu...
...Tempat paling rendah...
... Aku tidak pernah serendah ini dalam hidupku...