Rara Maharani Putri, seorang wanita muda yang tumbuh dalam keluarga miskin dan penuh tekanan, hidup di bawah bayang-bayang ayahnya, Rendra Wijaya, yang keras dan egois. Rendra menjual Rara kepada seorang pengusaha kaya untuk melunasi utangnya, namun Rara melarikan diri dan bertemu dengan Bayu Aditya Kusuma, seorang pria muda yang ceria dan penuh semangat, yang menjadi cahaya dalam hidupnya yang gelap.
Namun Cahaya tersebut kembali hilang ketika rara bertemu Arga Dwijaya Kusuma kakak dari Bayu yang memiliki sifat dingin dan tertutup. Meskipun Arga tampak tak peduli pada dunia sekitarnya, sebuah kecelakaan yang melibatkan Rara mempertemukan mereka lebih dekat. Arga membawa Rara ke rumah sakit, dan meskipun sikapnya tetap dingin, mereka mulai saling memahami luka masing-masing.
Bagaimana kisah rara selanjutnya? yuk simak ceritanya 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Jessi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Tunangan Arga
Pagi itu, suasana kantor terasa berbeda. Desas-desus tentang seorang tamu spesial yang akan datang ke perusahaan menyebar cepat di kalangan karyawan. Rara, yang tengah sibuk menyelesaikan laporan, tidak terlalu memedulikannya sampai Nanda mengetuk pintu ruangannya.
"Rara, kau sudah dengar?" tanya Nanda dengan nada antusias.
"Dengar apa?" Rara bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari komputernya.
"Dia datang hari ini. Tunangan Arga."
Rara berhenti mengetik. Kata-kata itu seperti petir di siang bolong. "Tunangan?" ulangnya, mencoba memastikan ia tidak salah dengar.
Nanda mengangguk. "Ya, keluarganya pernah membicarakan soal pertunangan itu sebelum kau menikah dengan Arga. Meski pernikahan kalian sudah terjadi, tampaknya wanita itu tetap ingin bertemu dengannya."
Seketika perasaan tak nyaman menyeruak di hati Rara. Ia mencoba mengabaikannya, tetapi rasa sakit itu terlalu nyata. Ia tahu pernikahannya dengan Arga hanyalah sebuah perjanjian, tetapi mendengar tentang tunangan pria itu membuat dadanya terasa sesak.
Beberapa jam kemudian, suasana kantor menjadi riuh saat seorang wanita elegan memasuki gedung. Wanita itu tinggi, cantik, dan tampak sempurna dalam balutan gaun formal yang menonjolkan aura percaya dirinya. Semua karyawan menatapnya dengan kekaguman, sementara ia berjalan langsung menuju ruang kerja Arga.
Rara, yang kebetulan melewati lorong, melihat wanita itu dari kejauhan. Tanpa sadar, langkahnya melambat, matanya mengikuti sosok yang kini masuk ke ruangan Arga.
Di dalam ruangan, Arga terlihat terkejut dengan kedatangan wanita itu. "Maya, apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dengan nada dingin.
"Aku datang untuk melihatmu, tentu saja," jawab Maya sambil tersenyum manis. "Kita belum sempat berbicara sejak... kau menikah."
Arga menghela napas. "Kau tahu pernikahan itu bukan sesuatu yang bisa didiskusikan sekarang. Ada hal lain yang lebih penting."
Namun, Maya tidak menyerah begitu saja. "Aku hanya ingin memastikan bahwa pernikahan itu tidak mengubah apapun di antara kita."
Sementara itu, di luar ruangan, Rara berdiri terpaku. Ia mendengar sepenggal percakapan itu melalui pintu yang sedikit terbuka. Hatinya semakin terasa sakit.
Tidak ingin terlihat lemah, Rara segera kembali ke ruangannya. Namun, sepanjang hari, pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan Maya dan hubungan wanita itu dengan Arga. Untuk pertama kalinya, ia merasa takut kehilangan sesuatu yang bahkan belum sepenuhnya ia miliki.
Di sisi lain, meskipun Maya terus berusaha mendekat, Arga tetap menjaga jarak. Dalam hatinya, ia tahu bahwa pernikahan dengan Rara, meskipun dimulai sebagai sebuah perjanjian, kini memiliki makna lebih baginya. Namun, ia masih mencari cara untuk menyampaikan perasaannya tanpa melanggar batas yang telah mereka sepakati.
Hari itu, Clara semakin gencar melancarkan aksinya untuk memprovokasi Rara. Ia tahu kabar kedatangan Maya, tunangan lama Arga, akan menjadi senjata yang sempurna untuk menghancurkan mental Rara.
Clara menghampiri meja Rara dengan langkah angkuh. "Rara, aku dengar kabar menarik. Kau tahu kan, Maya sudah datang? Dia adalah tunangan Arga. Wanita sempurna, cantik, dan kaya. Aku yakin Arga pasti lebih memilihnya daripada kau."
Rara yang sedang memeriksa dokumen hanya mengangkat alis tanpa mengalihkan pandangan. "Oh, begitu," jawabnya santai.
Respon Rara yang tenang membuat Clara semakin kesal. Ia mendekatkan diri, berbicara dengan nada lebih rendah namun tajam. "Jangan berpura-pura tidak peduli. Semua orang tahu kau hanya menumpang posisi itu. Jika aku jadi kau, aku sudah pergi sebelum dipermalukan."
Rara akhirnya menatap Clara dengan pandangan datar. "Jika kau begitu yakin, coba rebut saja Arga darinya."
Kata-kata Rara yang tegas namun tenang membuat Clara tercengang. Ia tidak menyangka Rara akan menjawab dengan nada seberani itu.
"Kau pikir aku tidak bisa?" tantang Clara, meskipun suaranya sedikit bergetar.
Rara mengangkat bahu. "Aku tidak peduli apa yang kau lakukan, Clara. Kalau Arga memang ingin bersamamu atau Maya, itu adalah pilihannya, bukan aku yang menentukan. Jadi, kalau itu yang kau inginkan, silakan coba."
Clara menggertakkan giginya, merasa semakin terpojok. Dalam hati, ia mengutuk keberanian Rara, tetapi ia juga tidak bisa menyangkal bahwa obsesi Arga terhadap Rara adalah penghalang terbesarnya.
Setelah Clara pergi, Nanda yang kebetulan melihat kejadian itu dari jauh menghampiri Rara. "Kau baik-baik saja? Clara benar-benar keterlaluan."
Rara tersenyum kecil. "Aku sudah terbiasa. Lagipula, dia hanya bertindak seperti itu karena dia terlalu terobsesi pada Arga. Aku tidak akan terpengaruh."
Nanda terkekeh. "Kau memang luar biasa, Rara. Tapi aku rasa Clara tidak akan menyerah semudah itu. Jadi, tetaplah waspada."
Rara mengangguk, tetapi di dalam hatinya, ia merasa lebih yakin. Ia tidak akan membiarkan siapapun, termasuk Clara, menghancurkan apa yang sudah ia bangun, baik di kantor maupun dalam hubungan pernikahannya, meskipun pernikahan itu masih penuh tanda tanya tentang perasaan yang sesungguhnya, tetapi rara hanya ingin menikah sekali seumur hidupnya.