dayn seorang anak SMA intorvert yang memiliki pandangan hidup sendiri itu lebih baik daripada berinteraksi dengan orang lain, tapi suatu hari pandangan hidupnya berubah semenjak bertemu dengan seorang gadis yang juga bersekolah di sekolah yang sama, dan disinilah awal mula ceritanya dayn merubah pandangan hidupnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hamdi Kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa nyaman yang mulai tumbuh
Langkahku terasa canggung saat berjalan di samping Rika menuju kafe. Aku yang biasa hidup di dunia sendiri, kini terpaksa menghadapi kenyataan baru: berdua dengan Rika di tempat umum. Aku bahkan sampai menutupi wajahku dengan hoodie, khawatir kalau ada teman-teman sekelas yang melihat kami. Aku tahu betul bagaimana mereka akan melihatku—seperti orang aneh yang tiba-tiba dipilih oleh Rika, gadis paling populer di sekolah.
Rika tertawa kecil saat melihat aku memasang hoodie dan menutup wajah. "Hahaha, kamu lucu banget, Dayn. Kenapa kamu merasa malu sih?" katanya sambil menggandeng tanganku lebih erat.
Aku menggelengkan kepala, merasa sangat gugup. "Bukan malu, cuma... nggak enak aja kalau ada yang ngeliat," jawabku dengan suara pelan, berusaha agar suaraku tidak terdengar terlalu cemas.
Rika menatapku dengan tatapan serius. "Tenang aja, nggak ada yang bakal nyalahin kamu kok. Kalau mereka berani ngomong, bilang aja ke aku. Aku akan bantu kamu."
Aku hanya mengangguk, meskipun hatiku masih berdebar-debar. Rika berbeda dari gadis-gadis lain yang sering mengejekku. Bahkan saat kami nonton anime bareng di belakang sekolah, dia tidak menghina atau menyebutku wibu, seperti yang biasanya terjadi. Dia hanya menikmati waktu itu, seperti teman sejati.
Sesampainya di kafe, aku merasa sedikit lebih lega. Tempat ini kecil, tapi cukup tenang dan nyaman—seperti yang aku harapkan. Rika menarikku menuju meja dekat jendela. "Ayo, duduk dulu. Mau pesan apa?" tanya Rika dengan senyum lebar.
Aku ragu sebentar, lalu berkata, "Aku pesan kopi aja." Setelah itu, Rika memesan dua cangkir kopi dan kami duduk.
Suasana di kafe ini sedikit mengendurkan kegugupanku. Meski aku tetap merasa canggung, rasanya lebih nyaman dibandingkan dengan ketegangan yang kurasakan sebelumnya. Kami duduk dalam diam beberapa saat, hanya menikmati kopi sambil menatap keluar jendela.
Rika tiba-tiba memecah keheningan. "Dayn, aku sebenarnya penasaran banget, kenapa kamu lebih suka sendiri? Di sekolah, kamu sering banget nggak ada temen, selalu di belakang sekolah, dan nggak terlalu dekat sama orang lain."
Aku mengangkat kepala dan menatap Rika. Aku merasa terjebak, seperti ada sesuatu yang harus aku jelaskan, tapi aku tak tahu harus mulai dari mana. "Aku... nggak terlalu bisa percaya sama orang lain," jawabku akhirnya. "Pernah beberapa kali aku coba berteman, tapi selalu berakhir buruk. Jadi, lebih baik sendiri."
Rika mendengarkan dengan seksama, lalu mengangguk. "Aku paham kok. Tapi kamu nggak sendiri, Dayn. Kalau kamu butuh teman, aku ada di sini."
Aku terkejut dengan kata-kata Rika. Selama ini, aku merasa seperti aku nggak berhak untuk punya teman, tapi dia bilang begitu dengan tulus. Rasanya seperti ada secercah harapan yang muncul, meski aku tak tahu apa yang harus aku rasakan.
"Sama kayak waktu kamu nyelamatin aku di jalan," lanjut Rika, "Aku pikir kamu orang yang baik, cuma mungkin belum ada yang benar-benar ngerti kamu."
Aku menunduk, sedikit malu. Aku nggak tahu harus berkata apa. Semua yang Rika katakan terasa... jujur. Aku sudah terbiasa bersembunyi di balik dinding ketakutanku sendiri, tapi kini, ada seseorang yang membuka sedikit celah di antara dinding itu.
"Terima kasih, Rika," ucapku pelan. "Tapi aku... nggak tahu harus mulai dari mana."
Rika tersenyum. "Nggak usah buru-buru. Kita bisa mulai pelan-pelan. Yang penting kamu nggak sendiri lagi."
Aku hanya bisa mengangguk, merasa bingung sekaligus terharu. Aku nggak pernah membayangkan ada orang yang bisa memahami diriku begitu saja. Rika benar-benar berbeda.
Setelah beberapa saat, kami menyelesaikan minum kopi, aku dan Rika berdiri. "Mau pergi sekarang? Atau kamu ada tempat lain yang ingin kamu kunjungi?"
Aku ragu sebentar, tapi akhirnya berkata, "Ayo pulang. Aku rasa aku harus kembali ke rumah."
Kami berjalan keluar dari kafe, dan meskipun aku masih merasa canggung, aku juga merasa sedikit lebih ringan. Perjalanan pulang ini terasa lebih tenang, lebih nyaman daripada yang aku bayangkan sebelumnya.
Dan akhirnya kamipun sampai kembali di depan gerbang sekolah, dan kami berpisah dari situ.
"Sampai jumpa besok, Dayn," ujar Rika sebelum berpisah di depan gerbang sekolah.
Aku hanya mengangguk, merasa sedikit lebih tenang. "Iya, sampai jumpa."
Saat aku berjalan pulang sendirian, aku merasa ada sesuatu yang berubah dalam diriku. Mungkin aku belum bisa sepenuhnya mengubah cara berpikirku, tapi setidaknya aku tahu sekarang bahwa ada seseorang yang peduli.
Eps 4 bersambung...