KEHADIRANMU MENGUBAH HIDUPKU bukan sedekar bicara tentang Cinta biasa namun tentang perjalanan hidup yang mereka lalui.
Diambil dari sebuah kita nyata perjalanan Hidup sebuah keluarga yang berasal dari keluarga miskin. Perselisihan dalam rumah tangga membuat Anak mereka yang baru lahir menjalani kehidupan tanpa seorang ayah. Sampai anaknya tumbuh dewasa. Perjalanan sebuah keluarga ini tidaklah mudah deraian air mata berbaur dalam setiap langkah mereka. Kehidupan yang penuh perjuangan untuk sebuah keluarga kecil tanpa adanya kepala keluarga. Mereka lalui dengan ikhlas hingga mereka menemukan kebahagiaan yang sedikit demi sedikit mereka dapatkan dan membuat mereka semua bahagia.
Bagaimanakah perjalanan kisahnya?
Ikuti terus Kisah ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SitiKomariyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panggil Bapak
“ Cepat Marni nanti dokternya pergi menemui pasien yang lainnya,” ucap ibu marni.
“ Iya bu ini sudah selesai,” jawab marni yang baru selesai menyusui.
Mereka bergegas kebidan atau dokter didesa marni orangnya sangat baik dan sabar tapi entah kenapa banyak warga kampung yang lebih suka lahiran dengan dukun bayi dibandingkan dengan bidan atau dokter. Mungkin karena faktor dari biaya.
Sesampainya disana, Tisna segera ditangani oleh dokter karena kejang-kejang. Marni begitu panik melihat anaknya. Ia hanya bisa menangis, namun rasa panik dan khawatir hilang saat terlihat keadaan anaknya mulai stabil.
“ Dokter anak saya kenapa tadi bisa seperti itu?," tanya Marni.
“ Tidak mengapa bu, itu sering terjadi pada anak-anak disebabkan suhu panas di tubuh yang tinggi. Beruntungnya ibu datang tepat waktu kesini. Tapi saya sarankan pada ibu jika suatu hari nanti tubuh anak ibu mulai panas kembali. Segera dikompres saja sebagai pertolongan pertama, jika panasnya tak kunjung reda nanti dibawa saja kesini bu," ujar dokter menjelaskan.
“ Iya dokter, terimakasih," jawab marni.
Setelah Tisna ditangani oleh dokter, marni merasa tenang. Marni belum diperbolehkan pulang oleh dokter karena cuaca sedang tidak baik, air hujan mulai turun. Beruntungnya dokter sangat baik dan marni diminta untuk menginap saja karena jika terjadi sesuatu pada Tisna bisa segera ditangani.
Marni menyetujui permintaan dokter, Marni menginap dirumah bu dokter ditemani ibunya.
“ Yang sabar ya nak, insyaallah besok Tisna pasti sudah sembuh. Kamu fokus saja pada anakmu, jika kamu terlalu bersedih nanti bisa berpengaruh pada anakmu. Ini makanlah, kamu belum makan dari kamu pulang. Dijaga kesehatannya, tadi adikmu Iman mengantarkan nasi untukmu," ujar ibu marni.
“ Iya bu, lalu dimana sekarang Iman bu?," tanya marni.
“ Dia sudah pulang, dirumah tidak ada orang. Kakakmu Yanti lagi rewang dirumah uwak. Katanya mau ada hajat, sudah kamu makan saja yang kenyang. Ibu tadi sudah makan duluan," jawab ibu marni.
Dengan lahapnya marni makan makanan yang diantar oleh adiknya. Ibu memandangi marni keheranan, tidak biasanya marni makan begitu lahap seperti orang kelaparan yang tidak makan 3 hari. Namun ibu marni mencoba menepis fikiran buruknya. Ia berharap semua baik-baik saja tidak seperti yang ia fikirkan.
Alhamdulillah sekitar pukul empat pagi Tubuh tisna sudah tidak panas lagi. Marni sudah lega, ia sampai terjaga semalaman demi anaknya. Ibu marni baru saja terbangun.
“ Kamu tidur dulu nak, biar Tisna ibu yang jaga," ujar ibu marni.
“ Aku belum mengantuk bu, sebentar lagi juga subuh. Aku mau ke toilet dulu bu, titip Tisna ya bu," ujar marni melangkahkan kaki ke toilet.
Ibu marni mencium Tisna dengan rasa haru dihatinya. Tak menyangka jika anak sekecil ini sudah harus mendapatkan penderitaan. Seharusnya ia mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah, namun ayahnya begitu tega padanya. Tak terasa air mata berlinang membasahi pipi ibu marni. Cepat-cepat ia usap air matanya, sebab marni sudah keluar dari toilet.
Kemudian bergantian ibu marni ke toilet untuk membasuh wajahnya agar terlihat segar. Tak berselang lama hari sudah mulai terang. Dokter datang menghampiri marni dikamar tamu menanyakan keadaan Tisna.
“ Alhamdulillah dokter anak saya sudah reda panasnya, maaf sudah merepotkan dokter,"ucap marni.
“ Tidak merepotkan, anggap saja seperti saudara sendiri bu. Jika anaknya sakit jangan sungkan untuk dibawa kesini bu, tak perlu memikirkan masalah biaya. Yang terpenting adalah kesehatan anak ibu," jawab dokter.
“ Masyaallah terimakasih bu dokter," ujar marni.
“ Panggil saja saya Noni atau mba Noni bu, terlalu canggung jika dipanggil bu dokter. Biar lebih akrab panggil nama saja," jawab bu dokter sembari menggendong anak marni yang menggemaskan.
“ Baik mba Noni, terimakasih banyak atas semua bantuannya. O..iya berhubung hari sudah siang, adik saya juga sudah menjemput saya izin pulang dulu," ucap marni.
“ Iya bu, ini anaknya. Hati-hati dijalan bu," sembari memberikan anak marni.
Marni pulang dibonceng oleh Iman sedangkan ibu marni di bonceng keponakan Marni. Sesampainya di rumah, marni meletakkan anaknya di atas ayunan yang baru saya dibuat oleh Iman. Iman memperhatikan marni dengan penuh haru didalam hatinya. Lagi-lagi air mata tak terbendung oleh iman, namun lekas ia usap air matanya lalu mendekati Tisna.
“ Tisna sayang ini om Iman, nanti biar om Iman saja yang mengurus semua kebutuhan Tisna ya nak. Nanti kalau udah bisa ngomong panggil Bapak ya nak hahaha," ucap iman sedikit tertawa menghibur kakaknya.
Marni yang baru saja keluar dari dapur membawakan Iman satu gelas teh hangat. Ia tersenyum melihat adiknya yang bersikap seperti seorang ayah berbincang-bincang dengan anaknya.
“ Iman iman, ada saja tingkahmu. Kalau kamu dipanggil bapak saat dia udah mulai bicara apa kamu tidak malu? Belum menikah kok dipanggil bapak, nanti dikira ini anak kamu beneran lho, hahaha," ucap marni sedikit tertawa.
Kini Iman merasa sedikit bahagia melihat marni tertawa.
" Buat apa malu, sudah sana mba mandi biar Tisna saya yang urus. Hehehe aku bisa sambil belajar rawat anak mba. Kalau aku sudah menikah dan punya anak tidak kaget nantinya saat mengurus anak keci," ujar Iman sedikit tertawa sembari menyeruput teh hangat yang dibuat marni.
Marni kemudian pergi mandi sedangkan ibu marni sedang sibuk didapur masak, mencuci piring-piring kotor serta membersihkan dapur karena belum sempat ia dibersihkan. Dari dapur ibu marni memangil iman diminta memanggilkan mbah sastro setelah sarapan untuk mengurut marni. Selesai sarapan dan memandikan tisna dan memakaikan baju serta minyak kayu putih agar tisan harum.
Kemudian ibu mendekati Iman untuk segera menjemput mbah sastro.
"Iya bu tunggu sebentar, mba marni sedang mandi, aku menjaga Tisna dulu," jawab iman yang masih menggendong Tisna.
“ Sini biar ibu saja yang gendong, kamu cepat pergi jemput mbah sastro nanti kesiangan, orangnya pergi kesawah," ujar ibu.
“ Baik bu, nanti kalau mba marni sudah selesai mandi. Bilang padanya Tisna sudah saya mandikan, sudah harum pokoknya," ujar iman sembari berjalan menuntun sepeda.
“ Iya nanti ibu sampaikan, tapi tidak di sampaikan juga sudah terlihat jika Tisna sudah mandi," jawab ibu.
“ Hahaha, baiklah bu kalau begitu aku berangkat dulu," jawab iman berpamitan pada ibu dan mengayuh sepedanya.
Marni baru saja selesai mandi, ia mencari-cari anaknya. Karena ia sudah menyiapkan air hangat untuk memandikan anaknya. Marni keluar dari rumah lalu mendekati ibunya yang sedang duduk diteras.
“ Anakmu sudah mandi nak, tadi iman yang memandikannya. Ini lihatlah udah cantik dan harum," ujar ibu.
“ Sejak kapan iman bisa memandikan anak sekecil ini bu? Aku kira belum mandi, jadi tadi sudah ku siapkan air hangat untuk tisna," ujar marni.
“ Ibu juga tidak tau, tapi sudahlah yang penting anak sudah mandi. Kamu sarapan dulu selesai sarapan disusui anaknya, sepertinya Tisna sudah haus. Jangan lupa jamu diminum, tadi ibu letakkan diatas meja," jawab ibu sembari menimang cucunya.