NovelToon NovelToon
Luka Dan Cinta

Luka Dan Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Selina Navy

Di tengah gelapnya kota, Adira dan Ricardo dipertemukan oleh takdir yang pahit.

Ricardo, pria dengan masa lalu penuh luka dan mata biru sedingin es, tak pernah percaya lagi pada cinta setelah ditinggalkan oleh orang-orang yang seharusnya menyayanginya.

Sementara Adira, seorang wanita yang kehilangan harapan, berusaha mencari arti baru dalam hidupnya.

Mereka berdua berjuang melewati masa lalu yang penuh derita, namun di setiap persimpangan yang mereka temui, ada api gairah yang tak bisa diabaikan.

Bisakah cinta menyembuhkan luka-luka terdalam mereka? Atau justru membawa mereka lebih jauh ke dalam kegelapan?

Ketika jalan hidup penuh luka bertemu dengan gairah yang tak terhindarkan, hanya waktu yang bisa menjawab.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Selina Navy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Namanya Ricardo

Makan malam itu berlangsung dalam keheningan yang menegangkan.

Adira duduk di meja, tangannya menggenggam garpu dan sendok, memandangi hidangan yang beragam di depannya.

Meskipun perutnya sudah keroncongan karena lapar sejak siang, rasa takut dan kebingungan membuatnya ragu untuk menyentuh makanan.

Namun, aroma sedap dari hidangan yang tersaji tak bisa dipungkiri membuatnya merasa lapar.

Dengan hati-hati, Adira mulai mengambil sedikit makanan, mengangkatnya ke mulut.

Setiap suapan terasa seperti pelarian dari ketegangan yang mengikatnya.

Dia berusaha menelan tanpa suara, menghindari tatapan kepala mafia yang duduk di seberangnya.

Namun, tidak bisa dipungkiri, dia merasakan ada sepasang mata yang terus mengamati setiap gerak-geriknya.

Kepala mafia itu menikmati makan malamnya dengan tenang, sesekali mengambil suapan dari piringnya.

Namun, perhatian utamanya tampaknya teralihkan pada Adira. Dia mencuri pandang ke arah gadis itu, mengamati setiap ekspresi yang muncul di wajahnya.

Tatapan biru gelapnya menyoroti kebingungan dan ketakutan yang masih tersisa di mata Adira, dan meskipun dia tidak berkata-kata, ada kesan ketertarikan yang dalam dalam sikapnya.

Adira, yang menyadari bahwa dia sedang diamati, berusaha untuk tidak menatap balik.

Dia lebih memilih fokus pada makanannya, berusaha mengabaikan ketegangan di antara mereka.

Namun, rasa tidak nyaman itu membuatnya tertegun sesekali, matanya melirik ke arah kepala mafia, dan segera mengalihkan pandangannya kembali ke piringnya.

Hening yang menguasai ruangan itu terasa semakin tebal. Suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring adalah satu-satunya yang mengisi ruang tersebut.

Adira merasa setiap detik berlalu lambat, menambah rasa canggung di antara mereka. Dia ingin sekali mengajukan pertanyaan, untuk memahami lebih banyak tentang situasi ini, tetapi kata-kata itu seolah tersangkut di tenggorokannya.

Kepala mafia, di sisi lain, tampaknya tidak terganggu oleh keheningan itu. Dia terus menikmati makanan dengan santai, sesekali menatap Adira, menunggu momen ketika gadis itu merasa cukup nyaman untuk berbicara, atau mungkin hanya sekadar mencuri pandang padanya.

Keduanya terjebak dalam suasana yang aneh, Adira yang ketakutan dan bingung, sementara kepala mafia menyimpan rasa penasaran dan ketertarikan yang mungkin lebih dalam dari yang terlihat.

Makan malam berlanjut dalam hening, diwarnai oleh kebisingan piring dan perut Adira yang sesekali bergetar, seakan ingin berbicara lebih banyak daripada dirinya.

Setelah beberapa saat, Adira dan kepala mafia selesai makan.

Suasana hening yang menyelimuti meja makan mulai pecah saat pintu terbuka lebar, dan seorang pelayan masuk dengan sigap, siap untuk membersihkan sisa-sisa makanan.

Pelayan itu terlihat profesional, mengenakan pakaian rapi dan bergerak dengan cepat, mengumpulkan piring-piring kotor dan gelas yang sudah kosong, seolah-olah tidak ada yang aneh di antara mereka.

Namun, saat pelayan itu sedang bekerja, tiba-tiba pintu itu kembali terbuka, dan sekelompok pria memasuki ruangan.

......................

Mereka adalah anggota dari klan mafia lain, dengan wajah-wajah sangar yang khas. Adira tertegun, melihat kehadiran mereka dengan rasa takut yang langsung melanda dirinya.

Pria-pria itu berpakaian hitam, tatapan tajam dan dingin menghujam ke arah ruangan, seakan-akan mereka datang untuk menilai situasi.

Kepala mafia di hadapan Adira tetap duduk tenang di kursinya, tetapi matanya yang tajam memperhatikan mereka dengan seksama.

Sementara itu, Adira merasakan jantungnya berdegup kencang. Setiap detik yang berlalu terasa semakin menakutkan baginya.

Dia tahu bahwa kehadiran klan lain ini bukanlah hal sepele

Saat pria-pria itu memasuki ruangan, mereka saling bertukar pandang dan mengamati Adira dengan rasa penasaran.

Wajah mereka yang keras dan tidak ramah semakin menambah rasa tertekan di hati Adira.

Dia bisa merasakan ketegangan di udara, seolah-olah situasi bisa berubah menjadi berbahaya kapan saja.

Meski pelayan masih sibuk membersihkan, suasana di ruangan itu kini terasa sangat berbeda—berat dan mencekam.

Kepala mafia itu tetap tenang, meskipun aura yang dipancarkannya berbeda. Dia menatap anggota klan lain dengan mata yang tidak menunjukkan emosi, seolah menyampaikan pesan bahwa dia adalah yang berkuasa di sini.

Adira merasakan ketidakpastian yang melingkupi mereka; tidak tahu bagaimana reaksi pria-pria itu terhadap kehadirannya, dan apa yang sebenarnya mereka inginkan.

Sebagai respons, salah satu dari pria tersebut mulai berbicara, suaranya dalam dan menggelegar.

"Kita mendengar kabar tentang wanita ini," ujarnya, menunjuk ke arah Adira.

Suara itu menggema di ruangan, membuat Adira semakin merinding. Dia tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa menundukkan kepala dan berharap agar situasi ini cepat berlalu.

Sementara itu, kepala mafia itu tetap mempertahankan ketenangannya, tidak menunjukkan sedikit pun ketakutan.

Dia menghadapi tantangan ini dengan sikap yang tegas, seolah bersiap untuk mempertahankan haknya atas Adira.

Suasana tegang itu menambah rasa takut yang mengikat Adira, dan saat dia mengangkat kepalanya, tatapannya bertemu dengan mata kepala mafia yang tajam.

Dalam pandangan itu, Adira merasakan ada sesuatu—sebuah harapan atau mungkin perlindungan yang disediakan oleh pria yang tampaknya begitu kuat. Namun, perasaan itu juga terbungkus dalam lapisan ketidakpastian yang dalam.

Salah satu dari pria-pria klan mafia yang baru masuk, yang bernama Javier, melangkah maju dengan mantap, mendekati Adira yang masih duduk di kursi.

Adira merasakan dingin di punggungnya, seolah-olah aura kejam Javier menyelimuti ruangan. Ketegangan semakin meningkat saat pria itu berdiri tepat di depan Adira, tatapan penuh kepentingan dan rasa ingin tahu tertuju padanya.

Dengan tiba-tiba, Javier meraih rambut panjang Adira, menariknya ke bawah sehingga wajahnya mendongak.

Adira terkejut, rasa sakit segera menjalar di kepalanya, dan dia tidak bisa menahan perasaan ketakutan yang melanda.

Dia menatap Javier dengan mata membulat, berusaha untuk tidak menunjukkan kelemahan, tetapi ketakutan itu jelas terlihat.

Javier mengamati wajah Adira dengan seksama, seolah menilai setiap detail dari kecantikannya yang tertangkap oleh mata.

"Hmm, jadi ini wanita yang sedang ramai dibicarakan?" ujarnya sambil tersenyum sinis, nada suaranya menyindir.

"Kau tampak cukup berharga untuk membuat kepala mafia bermata biru ini bertindak seperti singa yang terluka." lanjutnya

Kepala mafia yang duduk di kursi sebelah, meski tetap tenang dan tidak menunjukkan ekspresi, merasakan kemarahan yang mendidih di dalam dirinya.

Dia ingin melawan, ingin mematahkan tangan Javier yang menyentuh rambut Adira.

Namun, dia tahu bahwa menunjukkan kemarahan di depan para anggota klan lain bisa menjadi bumerang.

Sebagai gantinya, dia menahan diri, menjaga sikapnya tetap tenang dan terkontrol, meskipun setiap serat dalam dirinya ingin melindungi Adira dari cengkeraman yang mengancam.

Adira, di tengah situasi ini, merasa terjebak. Di satu sisi, dia melihat kepala mafia bermata biru itu dengan tatapan yang penuh misteri dan ketenangan, tetapi di sisi lain, Javier berdiri di hadapannya, menunjukkan kekuasaan dan ancaman yang tidak bisa dia abaikan.

Rasa takut itu semakin menyelimuti dirinya saat dia merasa tidak berdaya dalam cengkeraman Javier

Kepala mafia bermata biru itu bernama Ricardo, akhirnya memecah keheningan dengan suara tenang namun penuh kekuatan.

“Javier, kau mungkin pikir menggoda wanita ini akan membuatmu terlihat berkuasa, tetapi hanya menunjukkan betapa lemah dirimu,” katanya, nada suaranya tajam seperti pisau.

Kata-katanya menggema di ruangan, menimbulkan ketegangan yang lebih mendalam.

Javier, yang merasa tertegur, langsung terdiam. Senyuman di wajahnya memudar seketika, menyadari bahwa sindiran Ricardo bukan sekadar ucapan biasa—itu adalah pengingat akan posisinya yang lebih rendah dalam hierarki dunia mafia Meksiko.

Ricardo melanjutkan, melepaskan rambut Adira dengan gerakan tegas, menghindari tatapan menantang Javier.

Dalam hatinya, amarah berkecamuk, tetapi dia berusaha tetap tenang.

“Jika kau ingin menunjukkan kekuatan, lakukan dengan cara yang lebih beradab. Ini bukan pertunjukan sirkus.”

Adira merasakan campuran rasa lega dan ketakutan saat rambutnya dilepaskan.

Namun, dia juga bisa merasakan gelombang emosi yang mengalir dari Ricardo. Dia tahu bahwa pria ini adalah penguasa di dunia yang berbahaya ini, dan saat ini, perlindungan darinya adalah harapan terbaiknya.

Ricardo menatap ajudannya, yang bernama Heriberto berdiri di pintu dengan postur besar dan penuh luka yang menghiasi tubuhnya.

Dalam satu tatapan tajam, Ricardo mengisyaratkan bahwa sudah saatnya untuk membersihkan ruangan dari kehadiran yang tidak diinginkan.

Heriberto, paham akan tugasnya, segera bergerak maju, memancarkan aura intimidasi yang membuat para anggota klan lain mundur tanpa bertanya lebih lanjut.

Sementara itu, Javier, meskipun merasa tersindir, tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan satu kalimat terakhir. Dengan senyuman sarkastis, dia berkata,

“Sampai jumpa, Ricardo. Semoga kau tidak terlalu terluka dalam petualangan ini.”

Ricardo hanya memandang Javier dengan mata tajamnya, tetapi tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Sebuah tanda bahwa dia tidak akan membiarkan provokasi itu memengaruhi dirinya.

Setelah Javier dan para anggota klannya diusir dari ruangan, keheningan kembali menyelimuti, menyisakan Adira dan Ricardo berdua dalam suasana yang tegang namun dalam.

Adira merasakan beban di dadanya sedikit berkurang, meskipun ketegangan masih terasa.

Kini, hanya ada dia dan Ricardo—dua individu yang terjebak dalam dunia yang berbahaya, tetapi dengan rasa saling ketergantungan yang mulai tumbuh.

1
gak tau si
ada g ya yg kek ricardo d luar sana/Doge/
Zia Shavina: adaa ,pacarr kuuu /Tongue//Casual/
total 1 replies
Zia Shavina
dari alur cerita nya kita dibawa kenal ke pribadi masih2 tokoh utama dlu,so far romantisnya blm ada sii ,tapi blm tau keknya ricardo tipe yg bucin bget gak sii /Scream//Scream/
Zia Shavina
ricardooooooo
Zia Shavina
semangaatttt thhorrrr
Selina Navy: terimakasii🙏
total 1 replies
gak tau si
so sweet... 😍
gak tau si
sad bnget... /Sob//Sob/
gak tau si
kurang i thor sendiri nya
gak tau si
Penasaran jumpa dimana, tapi kok jd sad/Scowl/
gak tau si
romantis nya tipis-tipis/Smile/
gemezz/Angry/
Zia Shavina
lanjuttttt thorrrrr
Zia Shavina
tolongh thorr selamatkan adira/Sob//Sob/
Selina Navy: wahh.. terimakasih banyak Zia atas dukungannya..
tetap setia baca Luka dan Cinta ya..
Semoga suka..
total 1 replies
Zia Shavina
kasiann adiraa hidup seperti itu
Zia Shavina
lanjuttt terus thorr
Zia Shavina
hayo ricardo jangan di tinggil adira nyaaa
Zia Shavina
lanjutkan thorr..
gak tau si
semangat author..
update teruss..
gak tau si
suka sama adegan yang punya romantis tipis2 gini..
gak tau si
semangat author..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!