Tristan dan Amira yang berstatus sebagai Guru dan Murid ibarat simbiosis mutualisme, saling menguntungkan. Tristan butuh kenikmatan, Amira butuh uang.
Skandal panas keduanya telah berlangsung lama.
Di Sekolah dia menjadi muridnya, malam harinya menjadi teman dikala nafsu sedang meninggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Alyazahras, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunga Terlarang (I)
Sekitar 2 tahun yang lalu, Amira yang pada saat itu tengah duduk di bangku SMA kelas 2 memiliki seorang kekasih yang sangat tampan, baik dan perhatian padanya. Pria itu lebih tua 5 tahun darinya dan sedang mengenyam study.
Mereka berpacaran sembunyi-sembunyi karena si pria dari keluarga berada dan Amira dari keluarga miskin.
Suatu hari kekasih Amira datang menemuinya dengan membawa berita buruk. Orang tuanya menyuruhnya melanjutkan study ke luar negeri.
Mereka yang sedang dimabuk asmara tentu tidak mau kehilangan satu sama lain karena cinta mereka bak sudah mendarah daging, tapi apa boleh buat jika keluarga sudah ketuk palu.
Kekasih Amira mengajaknya bermalam sebelum kepergiannya. Di malam itulah awal keterpurukan Amira. Kekasih yang begitu dia cintai tega merusak tubuhnya. Dia memaksa Amira melakukannya karena dia bilang sangat mencintainya dan tidak ingin Amira diambil orang.
Pria itu berjanji pada Amira setelah dia menyelesaikan study-nya, dia akan bertanggung jawab dengan melamar Amira. Namun, Amira tersadar ternyata dia sudah banyak dibodohi.
Dia pun memutuskan hubungan dengan kekasihnya ketika pria itu sudah mendarat di luar negeri. Keesokannya, sang ayah tercinta dikabarkan meninggal dengan meninggalkan banyak hutang.
Amira sebagai orang satu-satunya di keluarga yang sehat dan normal terpaksa harus menjadi tulang punggung keluarga, menggantikan mendiang ayahnya. Dia sampai memutuskan berhenti sekolah demi mencari kerja dan melunasi hutang-hutang ayahnya.
Belum lagi ibunya yang sering jatuh sakit dan adiknya yang memiliki kelainan.
Amira sudah mencoba kerja pontang-panting ke sana-kemari, tapi uang yang dia kumpulkan selama setahun penuh belum juga bisa melunasi hutang-hutang ayahnya. Bunganya kian membesar.
Suatu ketika salah satu tetangganya mengajaknya merantau ke Ibu Kota. Amira tergiur dengan gaji yang katanya besar di sana. Dia segera mencari orang yang mau menjaga adik dan ibunya saat dia merantau nanti. Itu adalah Bi Desi.
Awalnya Amira menjadi pelayan di salah satu restoran terkenal, tapi teman kerjanya mengusulkan pekerjaan yang bisa menghasilkan uang puluhan juta dalam satu malam.
Amira kembali tergiur. Demi kelangsungan hidup, hutang dan pengobatan ibu serta adiknya, apalagi yang perlu Amira pikirkan? Dia hanya butuh kemauan saja! Kebetulan saat itu ibunya masuk rumah sakit dan membutuhkan biaya besar.
Tidak peduli sekeras apa pekerjaannya, Amira akan mencobanya.
Malam itu teman kerja Amira mengajak Amira bertemu dengan seorang wanita paruh baya yang disebut Mommy.
Mommy menjelaskan seperti apa cara kerjanya dari A-Z dan Amira terkejut setelahnya. Ternyata dia harus melayani seorang pria. Meski yang Mommy tawarkan setiap melayani satu pelanggan harganya selangit, Amira tidak mau. Dia menolak dan langsung angkat kaki.
Nyatanya keputusan itu membuatnya menyesal. Bi Desi menghubunginya, mengatakan ibunya harus dioperasi hari itu juga. Jika tidak, nyawanya terancam!
Amira yang sudah buntu dan tidak tahu harus pergi ke mana untuk meminta tolong, akhirnya kembali menemui Mommy dan bersedia bekerja dengannya.
Dia pikir, toh dia sudah bukan gadis suci lagi, sudah tidak memiliki masa depan yang cerah pula. Dalam kondisi terdesak seperti itu tidak perlu memikirkan harga diri lagi. Begitulah pikirnya.
Keesokan malamnya Amira mulai bekerja dan memiliki satu pelanggan. Mommy memintanya menemui pria yang harus dia layani di salah satu kamar.
Dan itulah pertemuan pertamanya dengan Tristan (31).
Pria tampan dengan garis wajah khas Timur Tengah itu sedang dalam kondisi tidak baik. Terpuruk dan putus asa yang Amira pahami dari mimik dan bola mata ambernya.
"Om, lagi banyak pikiran, ya?" tanya Amira mencoba akrab dengan pelanggan. Siapa tahu dapat menarik perhatiannya dan memberi tips besar untuknya.
Pria berjambang tipis itu hanya menganggukkan kepala saja dengan aura yang dingin menyelimuti. Pikirannya entah sedang ke mana.
Amira memperhatikan keseluruhan penampilan pria asing itu dari ujung kaki hingga kepala. Rapi, tampan, proporsional, berwibawa dan tidak ada celah sedikitpun.
Lirikan matanya berhenti pada name tag yang menempel di dada kiri Tristan.
'Tristan Oz Demir S.Si'
"Om guru?" tanya Amira polos sambil menyentuh name tag tersebut.
Pria dengan kemeja hitam berlengan panjang itu melirik ke arahnya. Dia menatap Amira lama tanpa berkedip. Wajah muda, tapi penampilan dan riasan seperti tante-tante. Dress seksi berwarna merah menggoda senada dengan lipstik yang dikenakannya, juga kakinya memakai stocking hitam yang memberi kesan seperti pelacur pada umumnya.
Dia menggenggam tangan Amira di dada dengan tatapan yang sulit dijelaskan, lalu menyeretnya ke atas ranjang dan tanpa basa-basi Tristan langsung menggaulinya.
Tristan tersadar kalau ternyata wanita yang baru saja memuaskannya masih perawan. Dia melihat bercak merah di seprei.
"Kamu ... masih perawan?" tanyanya dengan sorot mata kecewa.
Amira mengangguk sambil tersenyum lebar. Tidak ada sesal dari wajahnya.
Mata Tristan menyipit, keningnya berkedut. Dia menatap Amira dingin, karena Tristan sama sekali tidak merasa kalau milik Amira susah ditembus. Namun, Tristan tak mau ambil pusing, dia mengeluarkan selembar cek dan menulis nominal, lalu dia berikan pada Amira sebagai ganti atas kerugian terbesarnya.
Setelahnya, Tristan pun pergi begitu saja.
Amira mengeluarkan lip tint merah darah yang dia sembunyikan di sela ranjang dan menatap lapar pada selembar cek sambil menyeringai. Akhirnya dia bisa mengobati ibunya dengan uang tersebut.
°°°
Keesokannya Tristan kembali memesannya. Amira terkejut dan sedikit bangga, ternyata pelayanannya membuat Om-om Timur Tengah itu tercandu-candu.
Mereka kembali melepas hasrat di atas ranjang.
"Kamu baru melakukan pekerjaan ini?" tanya Tristan sambil mengenakan kemejanya.
Amira mengangguk.
"Baru saya yang memakaimu?"
Amira kembali mengangguk.
"Berapa usiamu?"
Kali ini Amira terdiam sejenak sambil memutar bola matanya. "25 tahun."
"Sungguh? Saya kira di bawah 20," ujarnya percaya tak percaya.
"Masih imut ya, Om? Hehe ...."
"Kenapa memilih pekerjaan ini? Tidak ada pekerjaan lain kah?" Tristan mulai penasaran pada sosok gadis cantik, manis dan ceria itu.
Amira mengenakan high heels-nya dan beranjak bangun. Dia menghela napas panjang, lalu berbalik menatap Tristan dengan kehampaan.
"Apa yang Om lakukan di sini dengan seorang wanita nakal sepertiku?"
Tristan yang tengah duduk di tepi ranjang menengadah menatap Amira. Dia tak dapat menjawabnya, sama seperti Amira yang tidak dapat menjawab pertanyaannya. Namun, Tristan bisa menilai banyak sekali cerita yang gadis di depannya ini sembunyikan.
Mereka saling pandang memandang sebelum Amira mengambil selembar cek di saku kemeja Tristan dan pergi meninggalkannya sendirian.
...
tp amira tnpa sepengetahuan ibunya dia lnjutin sekolh,,
iya kah thor