Hubungan asmaranya tak seindah kehidupannya. Hatinya sudah mati rasa karena selalu dipermainkan oleh para pria. Namun, seorang pria yang baru pertama kali ia jumpai malah membuat hatinya berdebar. Akankah Violet membuka hatinya kembali?
Sayangnya pria yang membuat hatinya berdebar itu ternyata adalah pria yang menyebalkan dan kurang ajar. Gelar 'berwibawa' tidaklah mencerminkan kepribadian si pria ketika bersamanya.
"Kau hanyalah gadis manja, jangan coba-coba untuk membuatku kesal atau kau akan tau akibatnya." — Atlas Brixton Forrester.
****
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
...Sebelum membaca wajib LIKE! ☺️...
...***...
Violet menatap pria di depannya. Makan siang mereka sudah habis. Kedua manusia itu sedang menikmati wine yang sudah dituangkan ke dalam gelas oleh pelayan.
Tidak ada percakapan serius diantara keduanya, mereka malah saling menatap. Atlas terlihat biasa saja, namun berbeda dengan Violet yang jantungnya sudah mulai berdisko.
Sial! Kenapa pesonanya berbeda dengan para mantan murahan ku? Batin gadis itu.
Meskipun menyebalkan, Atlas tetap terlihat berkharisma di mata Violet.
"Mau mencoba kadar alkohol yang lebih tinggi?" Suara Atlas membuat Violet kembali sadar.
"Tidak." Violet bukanlah orang yang suka minum, paling mentok ya wine saja.
Atlas mengangguk sambil masih terus menatap lawan bicaranya.
Tunggu. Kenapa dia jadi banyak bicara? Bahkan dia berbicara lebih dulu dari pada gadis itu. Ah sial. Kenapa bisa begini?
Violet juga bingung mau membahas apa, karena tujuan utamanya adalah hanya minta maaf, tidak ada yang lain seperti apa yang diucapkan mommy nya.
"Sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya," celetuk Atlas. Entahlah, dia merasa banyak bicara dengan gadis di depannya ini. Apakah hanya karena Violet adalah anak dari rekan kerjanya?
Mendengar hal itu, Violet berdehem pelan. Dia menatap Atlas dengan ragu.
"Aku tidak sengaja menabrak mu waktu di gedung apartemen," jawab Violet.
Atlas menjentikkan jarinya, "Ah, itu benar. Ternyata kau adalah gadis ceroboh itu," katanya.
Ceroboh apanya? Itu hanya ketidaksengajaan! Batin Violet.
Terdengar dengusan kasar dari Atlas. "Awal pertemuan kita bahkan sangat tidak nyaman."
"Kau berharap apa memangnya?" tanya Violet. Pertanyaan itu reflek keluar dari mulutnya.
"Tidak ada. Aku berharap kita tidak pernah bertemu."
Dengar kan? Ucapan pria itu selalu saja membuat hati Violet kesal. Inikah ciri-ciri menantu idaman mommy nya?
"Aku juga. Aku juga berharap kita tidak bertemu!" sahut Violet. Dia meletakkan gelasnya yang sudah kosong ke atas meja.
Atlas tersenyum miring, tapi Violet tidak menyadari hal itu karena dia sibuk melihat jam.
"Sepertinya jam makan siang sudah hampir selesai," ucap Violet, mengode Atlas agar segera mengakhiri pertemuan mereka.
Mengerti apa yang Violet maksud, Atlas pun mengangguk. Dia berdiri diikuti Violet. Gadis itu segera mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Atlas.
Atlas melihat tangan dengan jemari lentik itu sebentar sebelum menjabat tangan Violet. Kulit mereka bersentuhan untuk pertama kalinya. Dan itu lagi-lagi membuat hati Violet berdesir. Dia berusaha agar tidak gugup.
Sepertinya dia memang benar-benar gila karena pria di depannya ini. Hanya Atlas yang bisa membuatnya gemetar tak karuan.
"Terimakasih dan maaf," ucap Violet. Mereka melepas jabatan tangannya.
Makanan yang mereka pesan sudah dibayar oleh Daxton. Lihat, betapa baiknya daddy Violet itu.
"Hm." Atlas mengangguk singkat.
Violet pun keluar lebih dulu, meninggalkan Atlas yang menatap punggung mungil tersebut.
"Ayo." Violet mengode Lucas yang sedari tadi berdiri di luar agar mengikutinya.
"Antar aku ke restoran," lanjutnya. Dia membuka pintu mobil tanpa menunggu Lucas.
"Baik, Nona."
Mobil mewah milik Violet melaju membelah kota. Violet sedang melamun, sibuk dengan pikirannya sendiri.
Kenapa aku bisa jadi murahan seperti ini? Apakah ada sesuatu di depan sana? Feeling ku mengatakan iya. Pasti ada sesuatu. Atau dia adalah jodohku? Ah, tidak. Violet, jangan berpikir aneh-aneh. Violet menghela nafas pelan. Dia berusaha mengenyahkan segala pikiran aneh yang menghantui.
"Kau pulang saja. Nanti jemput aku jam 4 sore," ucap Violet pada sang sopir.
Tidak ada pilihan lain selain menurut. Lucas pun mengangguk patuh.
Violet membuka sabuk pengamannya setelah mobilnya berhenti di depan gedung restoran miliknya.
Gadis itu segera keluar dari mobil dan berjalan masuk ke restoran. Para pelayan yang sedang bekerja pun menyapa kedatangan bos mereka.
Bukannya langsung ke ruangannya, Violet malah melipir ke dapur untuk mencari kedua temannya, Kana dan Elle.
"Ya Tuhan, kenapa kau kemari? Apa kau mau menggantikan ku memasak?" Suara Elle menyapa indra pendengaran Violet.
"Kurang ajar!"
Elle dan Kana tertawa mendengar umpatan bos sekaligus teman mereka.
"Setelah shift kalian habis, temui aku di ruanganku," ujar Violet pada Kana dan Elle.
"Siap, Bos!" sahut keduanya.
Puas dengan jawaban mereka, Violet pun segera pergi ke ruangannya.
Kana dan Elle memang selalu satu shift, karena itu semua Violet lah yang mengatur.
****
Sore harinya, Atlas berganti jadwal, yaitu melatih anak muridnya melatih basket. Sebentar lagi mereka akan ikut pertandingan, jadi harus extra latihan.
Pria itu tampak lebih gagah saat mengenakan pakaian olahraga baju lengan pendek dan celana training panjang.
"Aku tidak akan memakai strategi seperti biasanya, jadi, ingat ini baik-baik..."
Atlas mulai menjelaskan strategi baru ke pada delapan muridnya. Inilah yang mereka suka dari Atlas, pria itu menjelaskan dengan detail dan mudah dipahami. Bahasanya pun terkesan santai, jadi mereka juga ikut santai dan tidak tegang.
"Paham?"
"Paham!"
Atlas mengangguk singkat. Dia melempar bola basket yang sedari tadi ia pegang pada ketua basket yang dia latih.
"Semua tanggung jawabmu."
"Siap, coach!" jawab Samuel si ketua basket.
Atlas bergerak ke pinggir lapangan, dia memperhatikan anak muridnya dan sesekali mengoreksi dan menegur kesalahan mereka.
"Atlas Forrester, sudah lama tidak bertemu..."
Atlas menoleh ke belakang kala mendengar suara seseorang yang tak asing.
"Masih ingat aku, kan?"
Atlas berdehem singkat, dia kembali menatap anak muridnya yang masih berlatih.
Charles Wiratama, pria yang menjabat sebagai guru olahraga di sekolah tempat Samuel dan kawan-kawan menuntut ilmu.
Jadi, Atlas ini hanyalah pelatih di luar sekolah, sedangkan Charles adalah guru olahraga di sekolah mereka. Kenapa harus Atlas yang melatih? Karena Charles melatih kelompok lain. Sekolah mereka memang ada 2 kelompok basket putra dan putri.
Sedikit informasi tentang Charles Wiratama. Dia bukan hanya guru olahraga, tetapi juga seorang CEO. Sama seperti Atlas. Mereka hanya beda kelas saja. Kalian jelas tau siapa yang lebih unggul.
Saat ini, mereka juga sedang latihan di satu tempat yang sama, namun beda lapangan. Dibandingkan Atlas, Charles lebih membiarkan anak muridnya berlatih sendiri dari pada mengoreksi ini itu.
"Jangan menggangguku. Awasi saja anak muridmu," ucap Atlas. Dia dan Charles tidak terlalu akrab. Charles itu tipe yang suka cari masalah. Dia suka sekali mengganggu Atlas.
"Kenapa? Kita jarang bertemu akhir-akhir ini. Kau tidak merindukanku?" tanya Charles.
Atlas merasa mual mendengar pertanyaan konyol tersebut. "Jangan membuatku kesal. Pergilah."
"Semoga Tuhan memberkati orang yang membosankan sepertimu," cibir Charles.
"Samuel, jangan terlalu keras," tegur Atlas mengabaikan ucapan Charles.
"Siap!" sahut Samuel.
Merasa kesal karena diabaikan, Charles pun mendengus dan segera pergi dari sana.
"Dasar wajah tembok!" gumam pria itu.
***
kalau ky gitu mlah mirip binaragawan