"Kak Zavin kenapa menciumku?"
"Kamu lupa, kalau kamu bukan adik kandungku, Viola."
Zavin dan Viola dipertemukan dalam kasus penculikan saat Zavin berusia 9 tahun dan Viola berusia 5 tahun. Hingga akhirnya Viola menjadi adik angkat Zavin.
Setelah 15 tahun berlalu, tak disangka Zavin jatuh cinta pada Viola. Dia sangat posesif dan berusaha menjauhkan Viola dari pacar toxic-nya. Namun, hubungan keduanya semakin renggang setelah Viola menemukan ayah kandungnya.
Apakah akhirnya Zavin bisa mendapatkan cinta Viola dan mengubah status mereka dari kakak-adik menjadi suami-istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
Pagi itu, suasana di meja makan keluarga Viola cukup hangat. Aroma kopi yang baru diseduh dan suara dentingan alat makan menjadi latar belakang percakapan keluarga kecil tersebut. Viola baru saja menyelesaikan sarapannya ketika ia mengajukan izin yang telah lama dipikirkannya.
"Papa, Mama, libur semester bulan depan rencananya aku mau camping di pantai sama teman-teman," ujar Viola dengan antusias.
Belum sempat kedua orang tuanya menjawab, suara Zavin langsung menimpali dengan tegas. "Tidak! Kamu tidak boleh camping. Pasti kamu sama cowok kamu kan?"
Viola langsung memutar bola matanya, merasa kesal karena kakaknya selalu ikut campur dalam urusannya. "Aku izin sama Papa dan Mama, bukan sama Kak Zavin. Lagian, kita ke sana ramai-ramai, bukan cuma berdua. Kak Zavin sendiri sering hiking dan camping di gunung yang lebih berbahaya, dan dibolehin."
Zavin menatap adiknya dengan penuh kewaspadaan, seolah tak percaya dengan kata-katanya. "Aku sama teman-teman cowok. Murni menikmati alam, tidak ada niat untuk mengotori alam dengan pikiran kotor."
Viola mendengus kesal, tak mengerti mengapa kakaknya selalu bersikap overprotektif. "Maksud Kak Zavin apa? Aku gak ngerti," katanya dengan nada sinis. Kemudian ia beralih menatap kedua orang tuanya, berharap mendapatkan dukungan dari mereka. "Mama, boleh kan?"
"Raisa dan Lana ikut?" tanya Zeva memastikan.
Viola tersenyum dan mengangguk. "Sudah pasti ikut, Ma."
Zeva saling menatap dengan Arvin, yang kemudian mengangguk memberikan izin. "Ya sudah, tapi kamu harus bisa jaga diri di sana," kata Arvin.
Wajah Viola berseri-seri mendengar izin dari orang tuanya. Namun di sisi lain, Zavin hanya bisa mendengus kesal, merasa tidak puas. Ia dengan cepat menyelesaikan sarapannya, lalu berdiri, dan langsung menuju kamarnya untuk bersiap-siap berangkat kerja.
Saat Zavin sedang memasang dasi di depan cermin, rasa kesalnya belum juga hilang. Ia bergumam, “Papa dan Mama terlalu membebaskan Viola. Mereka tidak tahu gaya pacaran anak zaman sekarang.”
Viola, yang tak jauh dari pintu kamar Zavin, mendengar kalimat itu dan tersenyum kecil. Ia masuk ke kamar kakaknya dan mendekat. "Kenapa? Makanya Kak Zavin pacaran juga biar ngerti. Jangan kebanyakan ikut campur urusan orang lain," ujarnya sambil menggoda.
Zavin yang awalnya hendak membalas dengan tajam, justru terdiam ketika Viola berjinjit mendekat untuk membantunya memasang dasi.
“Aku ingin langsung menikah,” kata Zavin sambil menatap adiknya yang sedang serius merapikan dasinya.
Viola menahan tawanya. “Langsung menikah? Yah, aku do’akan semoga Kak Zavin segera dapat jodoh agar berhenti ganggu aku."
Zavin mengepalkan kedua tangannya di sisi kakinya. Ia terus menatap wajah cantik Viola, perlahan wajah itu mendekat, dan semakin dekat, tapi tiba-tiba Viola mengalihkan wajahnya kerena bersin.
"Kak Zavin jangan pakai parfum terlalu banyak, aku jadi bersin," kata Viola sambil menyelesaikan pekerjaannya memasang dasi. Ia tersenyum melihat kakaknya yang sekarang sudah rapi dengan kemeja dan dasi terpasang. "Pakai jasnya," ujarnya, menyodorkan jas yang tergeletak di tempat tidur.
Zavin mengangguk, menerima jas itu dan memakainya. "Makasih," katanya singkat.
Viola menepuk bahu kakaknya dan tersenyum. "Kak Zavin, meskipun kita sering bertengkar, aku gak pernah masukkan ke hati. Oh ya, aku nebeng ke kampus ya, males bawa motor sendiri," ujarnya sambil berbalik menuju pintu.
Zavin hanya menghela napas, menatap adiknya yang penuh semangat itu. Meski sering terlibat perselisihan, di dalam hatinya, Zavin sebenarnya hanya ingin melindungi Viola dari bahaya yang mungkin datang. Selain itu, ia tidak ingin Viola dimiliki pria lain
...***...
Zavin menghentikan mobil hitamnya di depan kampus. Kemudian ia mengeluarkan selembar uang berwarna merah dari dompetnya dan menyerahkannya ke tangan Viola. "Ini, buat jajan," katanya singkat.
Viola melirik uang itu, sedikit mengerutkan kening. "Ih, cuma selembar?" Meski demikian Viola tetap mengambil uang itu.
Zavin hanya tertawa kecil. "Selembar, tapi setiap hari. Lagipula, kamu juga dapat uang saku dari Papa, kan? Jadi nggak akan kurang." Matanya beralih ke arah kampus yang mulai ramai oleh mahasiswa, lalu dia kembali bertanya, "Setelah lulus, kamu langsung mau masuk perusahaan?"
Viola memasukkan uang itu ke dalam saku celananya dengan santai. "Belum tahu. Kayaknya lebih seru kalau nikah aja," jawabnya dengan bercanda. Sebelum Zavin marah, Viola buru-buru membuka pintu mobil dan keluar. Ia berlari kecil menuju pintu gerbang kampus.
Zavin hanya menghela napas panjang, memperhatikan punggung adiknya yang semakin menjauh. Matanya tak lepas dari sosok Viola yang disambut hangat oleh Dika, pacar barunya. Itu sudah ketiga kalinya Zavin melihat Viola berganti pacar semasa kuliah. "Harus terus aku awasi," gumamnya pelan sebelum menginjak gas dan melajukan mobilnya menuju kantornya sendiri.
Sementara itu, di dalam kampus, Viola berjalan beriringan dengan Dika menuju kelas mereka. Dika menggandeng tangan Viola dengan lembut. Dia tampak bangga memiliki pacar seperti Viola. “Nanti malam jalan, yuk!”
“Kemana?” tanya Viola. Belum juga Dika menjawab, ia melambaikan tangan pada Raisa dan Lana, dua temannya yang mendekat.
“Kita clubbing aja! Gue udah janjian sama Rega," sahut Lana antusias. Matanya berbinar-binar. Ia sudah menyiapkan malam yang panjang.
Dika mengangguk setuju. "Iya, kebetulan aku juga mau ajak kamu ke sana."
Viola langsung menggelengkan kepala. “Aku nggak mungkin diizinin. Kak Zavin pasti melarangku keluar malam. Dia selalu super protektif. Apalagi ke club malam,” jawabnya dengan putus asa.
"Vio, lo selalu saja dilarang ini-itu sama kakak lo. Dia itu terlalu mengatur hidup lo. Masa, selama pacaran sama Dika, lo belum pernah keluar malam," kata Raisa.
"Iya, kamu selalu di bawah kendali Kak Zavin. Bahkan malam hari kita gak pernah bisa keluar berdua. Pokoknya nanti aku jemput, oke!" Kemudian Dika pergi meninggalkan Viola dan kedua temannya.
"Tapi, Kak Zavin bakal marah. Papa juga," gumam Viola. Dia menghentikan langkahnya dan berpikir.
Raisa menyenggol bahu Viola pelan. “Nanti gue bantu buat alasan. Jangan takut. Kalau lo terus-terusan nolak Dika, gue yakin nggak lama lagi lo bakal putus kayak pacar lo sebelumnya.”
“Gak mau!” Seru Viola cepat. Ia sudah cukup bosan harus berganti pacar karena Zavin selalu ikut campur dalam hubungannya. Dia bahkan ingat jelas bagaimana Zavin pernah ikut dalam salah satu kencan mereka, hanya untuk memastikan pacarnya “aman.” Belum lagi telepon-telepon dari Zavin setiap kali Viola pulang terlambat. Zavin lebih protektif daripada papanya sendiri.
"Arrgghh!" Viola menggeram frustrasi. "Kali ini, aku gak akan biarkan Kak Zavin ikut campur lagi!"
Thanks Mbak Puput
Ditunggu karya selanjutnya ❤️
perjuangan cinta mereka berbuah manis...
Semoga cepat menghasilkan ya, Zavin
semoga cepat diberi momongan ya ..
udah hak Zavin...
😆😆😆
Siapa ya yang berniat jahat ke Viola?