NovelToon NovelToon
Prajurit Perang Di Dunia Sihir

Prajurit Perang Di Dunia Sihir

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Anak Genius / Perperangan / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:686
Nilai: 5
Nama Author: Sapoi arts

Letnan Hiroshi Takeda, seorang prajurit terampil dari Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II, tewas dalam sebuah pertempuran sengit. Dalam kegelapan yang mendalam, dia merasakan akhir dari semua perjuangannya. Namun, ketika dia membuka matanya, Hiroshi tidak lagi berada di medan perang yang penuh darah. Dia terbangun di dalam sebuah gua yang megah di dunia baru yang penuh dengan keajaiban.

Gua tersebut adalah pintu masuk menuju Arcanis, sebuah dunia fantasi yang dipenuhi dengan sihir, makhluk fantastis, dan kerajaan yang bersaing. Hiroshi segera menyadari bahwa keterampilan tempur dan kepemimpinannya masih sangat dibutuhkan di dunia ini. Namun, dia harus berhadapan dengan tantangan yang belum pernah dia alami sebelumnya: sihir yang misterius dan makhluk-makhluk legendaris yang mengisi dunia Arcanis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sapoi arts, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kehidupan asing

Hiroshi menyusuri jalanan desa dengan penuh ketidakpastian, mencoba mengingat setiap detail tentang dunia yang baru ini. Meskipun gagal dalam upayanya untuk berkomunikasi dengan penduduk setempat, dia terus mencari cara untuk mendapatkan informasi.

Saat Hiroshi berjalan lebih jauh, ia melihat sebuah rumah kecil yang terletak di tengah kebun sayur yang rapi.

Sesuatu di luar rumah menarik perhatiannya—sekelompok pria kasar tampak sedang mengerubungi seorang wanita muda. Wanita itu tampak ketakutan, sementara para pria itu memaksa dan menarik-nariknya.

“Berikan uangmu, atau kami akan menghancurkan rumahmu!”

teriak salah satu pria dengan nada ancaman, sambil menarik rambut wanita itu kasar. Wanita itu meringis kesakitan, berusaha melepaskan diri namun tidak berhasil.

Hiroshi tidak tinggal diam. Melihat ketidakadilan ini, dia memutuskan untuk bertindak.

Dia meraih katana, sebuah pedang tradisional Jepang yang tajam dan langka, hanya dimiliki oleh para letnan atau samurai. Katana ini bukan hanya senjata, tetapi simbol kehormatan dan keahlian Hiroshi.

Dengan gerakan cekatan, Hiroshi mengeluarkan katana-nya dan berlari menuju pria yang sedang menarik rambut wanita itu.

Tanpa ragu, Hiroshi menebas tangan pria tersebut dengan tebasan yang cepat dan terampil. Tangan pria itu terputus, jatuh ke tanah dengan darah yang mengalir deras. Pria itu menjerit kesakitan dan melepaskan wanita itu.

Wanita itu, yang terjatuh ke tanah, langsung berdiri dan mundur, tampak bingung namun berterima kasih. Hiroshi memperhatikannya sejenak sebelum berfokus kembali pada sisa para penyerang.

“Lari!” teriak Hiroshi kepada wanita itu, suaranya tegas dan penuh perintah.

Wanita itu segera melarikan diri ke tempat yang aman, meninggalkan Hiroshi berhadapan dengan tiga pria kasar yang tersisa.

Para pria itu kini memfokuskan perhatian mereka pada Hiroshi, marah karena telah diganggu.

“Siapa kau?!” teriak salah satu dari mereka, mengacungkan senjata ke arah Hiroshi. “Apa yang kau lakukan di sini?!”

Hiroshi tidak membuang waktu untuk berbicara. Dia memutar katana-nya dengan lincah, memposisikan dirinya untuk melawan.

Para penyerang mulai bergerak ke arah Hiroshi dengan kemarahan yang semakin membara. Dengan ketangkasan yang mengesankan, Hiroshi menebas dan memblokir serangan mereka dengan katana-nya.

Satu per satu, para pria kasar tersebut mencoba menyerang, namun Hiroshi bergerak cepat dan menghindari serangan mereka.

Dengan setiap gerakan katana-nya, Hiroshi menunjukkan keterampilan dan ketelitian yang tinggi. Para penyerang mulai panik saat mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa menang melawan keahlian Hiroshi.

Pertarungan ini berlangsung sengit, dengan Hiroshi memanfaatkan setiap kesempatan untuk melumpuhkan musuh-musuhnya.

Setiap tebasan katana-nya tepat dan efektif, membuat para penyerang akhirnya mundur dan menyerah. Hiroshi berdiri di tengah-tengah kekacauan, napasnya terengah-engah, sementara wanita yang telah diselamatkan berdiri di kejauhan dengan penuh rasa syukur.

Wanita itu mendekati Hiroshi dengan hati-hati.

“Terima kasih… atas bantuanmu,” katanya dengan nada emosional, meskipun Hiroshi tidak mengerti bahasanya.

Hiroshi mengangguk, menunjukkan rasa terima kasihnya dengan senyuman dan isyarat tangan.

“Hiroshi,”

ujarnya, memperkenalkan dirinya. Dia berharap mendapatkan bantuan lebih lanjut dari wanita ini.

Wanita itu tampak memahami sedikit, dan mengangguk. “Saya... Lira.”

Hiroshi merasa sedikit lega bisa berkomunikasi meski terbatas. “Lira, bisakah kau membantu saya? Aku tidak tahu di mana aku berada atau bagaimana aku bisa kembali ke tempatku.”

Lira menatap Hiroshi dengan perhatian dan kemudian melihat ke arah rumahnya yang rusak. “Ikuti saya. Saya mungkin bisa membantumu.”

Dengan rasa terima kasih dan harapan baru, Hiroshi mengikuti Lira ke dalam rumahnya. Meskipun masih banyak yang harus dipelajari tentang dunia ini, tindakan heroiknya telah membawa sekutu pertama di tempat yang sama sekali baru.

Hiroshi berdiri sejenak, mengatur napas setelah pertempuran itu. Wanita yang telah diselamatkannya, Lira, menatapnya penuh rasa syukur, namun ada kebingungan di matanya.

Hiroshi tahu bahwa komunikasi akan menjadi masalah di dunia ini, tetapi dia tidak punya pilihan selain mengikuti naluri.

Lira memberi isyarat kepadanya, menggerakkan tangannya dengan pelan seolah-olah mengundang Hiroshi untuk mengikutinya ke rumahnya.

Hiroshi mengangguk, menunjukkan bahwa dia mengerti, lalu mulai berjalan di belakangnya.

Rumah Lira kecil dan sederhana, terbuat dari kayu dan jerami, namun terasa hangat dan nyaman. Lira menunjuk ke kursi yang terbuat dari kayu di dekat meja, menyuruh Hiroshi duduk.

Hiroshi mengikuti arahannya dan duduk dengan perlahan, memandangi sekeliling dengan hati-hati. Desain rumah ini sangat asing baginya.

Tidak ada tanda-tanda teknologi modern, semuanya serba manual dan tradisional. Sesuatu yang mengingatkannya pada dunia lama, jauh sebelum kemajuan militer yang dia kenal.

Lira menghilang sejenak ke ruang belakang dan kembali dengan beberapa sayuran dan roti. Dia mulai menyiapkan makanan, bekerja dengan cekatan di dapur kecilnya.

Ketika dia memotong sayuran, dia melirik Hiroshi beberapa kali, jelas bingung dengan pakaian militer modernnya yang tidak lazim di dunia ini.

Dengan rasa ingin tahu, Lira mendekati Hiroshi setelah menyelesaikan sebagian masakannya.

Dia menunjuk seragam Hiroshi dengan tatapan bingung dan kemudian pada bajunya sendiri—sebuah gaun sederhana yang terbuat dari kain kasar.

Hiroshi tertawa kecil, menyadari bahwa mereka sama-sama kebingungan.

"Ah, ini... seragam,"

ujar Hiroshi pelan, sambil menunjuk ke dirinya sendiri, walau tahu Lira takkan mengerti bahasanya. Dia mengangkat bahu, mencoba memberi isyarat bahwa dia tidak tahu bagaimana bisa ada di tempat ini.

Lira mengerutkan kening, tidak mengerti, tetapi tersenyum sopan. Dia menunjuk gaunnya, lalu tertawa kecil juga, menunjukkan bahwa perbedaan pakaian mereka lucu baginya.

Mereka akhirnya berkomunikasi dengan bahasa tubuh, meski lamban namun mulai bisa dimengerti. Lira menunjuk dapur, memberikan isyarat bahwa dia sedang memasak untuk Hiroshi, lalu kembali bekerja.

Setelah beberapa menit, aroma harum masakan memenuhi ruangan, membuat Hiroshi sadar betapa lapar dirinya setelah semua pertempuran dan kebingungan ini.

Tak lama kemudian, Lira membawa sepiring makanan sederhana—roti, sup sayuran, dan beberapa buah-buahan segar dari kebunnya. Dia meletakkannya di atas meja dan mengisyaratkan Hiroshi untuk makan.

Hiroshi menatapnya dengan rasa terima kasih yang tulus, lalu perlahan mulai makan.

"Arigato," kata Hiroshi pelan, meskipun dia tahu Lira tidak akan mengerti.

Lira tersenyum hangat, seolah-olah mengerti maksud dari kata itu. Mereka terus makan dalam keheningan, masing-masing sibuk dengan pikiran mereka.

Hiroshi mengamati Lira, memikirkan betapa berbedanya dunia ini dari medan perang yang penuh darah dan kehancuran.

Pemandangan damai, makanan sederhana, dan orang-orang yang tampak jauh dari konflik—ini semua terlalu asing bagi Hiroshi yang telah terbiasa dengan kekerasan dan strategi.

Setelah selesai makan, Lira berdiri dan menunjukkan pada Hiroshi kebun kecil di belakang rumahnya. Dia memberi isyarat bagaimana dia bekerja di ladang setiap hari, menanam sayuran dan memetik buah-buahan.

Hiroshi menatapnya dengan takjub—bukan karena cara kerjanya, tetapi karena betapa berbeda hidup ini dibandingkan dengan apa yang dia ketahui.

Dia, seorang letnan muda yang terlatih untuk perang dan strategi, kini terjebak di tempat yang penuh kedamaian namun asing.

Setelah menunjukkan kebunnya, Lira duduk di kursi kayu di luar rumahnya, menatap langit yang perlahan memerah saat senja tiba. Hiroshi duduk di sampingnya, masih terjebak dalam pikirannya.

Dia akhirnya menatap Lira dan mencoba berbicara lagi.

"Dunia ini... aku tak mengerti. Apa ini? Di mana aku?"

Lira menatapnya dengan penuh kebingungan, jelas tidak memahami apa pun dari pertanyaan Hiroshi.

Namun, dia menunjuk ke gunung yang jauh di depan mereka dan kemudian ke desa, mencoba menjelaskan sesuatu dengan bahasa tubuh.

Hiroshi hanya bisa menatap kosong, merasa lebih terisolasi daripada sebelumnya. Meski begitu, dia tahu satu hal—dia harus bertahan.

Sama seperti saat di medan perang, dia harus menemukan jalan keluar dari situasi ini. Namun, kali ini, tantangannya bukan musuh yang jelas, melainkan dunia yang asing ini dan cara untuk bertahan hidup di dalamnya..

1
Yurika23
mampir ya thor
Yurika23: siap kak
Sapoi arts: Tentu @Yurika23 , terima kasih atas support-nya! Akan mampir juga 😊
total 2 replies
si Rajin
keren, penulisannya juga rapih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!