Seorang pendekar muda bernama Panji Rawit menggegerkan dunia persilatan dengan kemunculannya. Dia langsung menjadi buronan para pendekar setelah membunuh salah seorang dedengkot dunia persilatan yang bernama Mpu Layang, pimpinan Padepokan Pandan Alas.
Perbuatan Panji Rawit ini sontak memicu terjadinya kemarahan para pendekar yang membuatnya menjadi buronan para pendekar baik dari golongan putih ataupun hitam. Sedangkan alasan Panji Rawit membunuh Mpu Layang adalah karena tokoh besar dunia persilatan itu telah menghabisi nyawa orang tua angkat nya yang memiliki sebilah keris pusaka. Ada rahasia besar di balik keris pusaka ini.
Dalam kejaran para pendekar golongan hitam maupun putih, Panji Rawit bertemu dengan beberapa wanita yang selanjutnya akan mengikuti nya. Berhasilkah Panji Rawit mengungkap rahasia keris pusaka itu? Dan apa sebenarnya tujuan para perempuan cantik itu bersedia mengikuti Panji Rawit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepasang Pendekar Muda
Seorang lelaki bertubuh gempal dengan mengenakan sumping telinga bergambar sulur pakis dari emas, bergerak mendekati meja dimana Panji Rawit dan Pramodawardhani sedang asyik menikmati makanan. Ini menunjukkan bahwa ia bukan orang biasa karena sumping sulur pakis dari emas hanya digunakan oleh para bangsawan. Ada tahi lalat besar di sebelah hidungnya yang membuat wajahnya terlihat lucu. Semua orang yang tahu siapa orang ini bergegas berhamburan keluar dari dalam warung makan itu untuk menyelamatkan diri.
Namanya adalah Dyah Tagwas, putra Akuwu Gembol Mpu Sangguh yang merupakan penguasa wilayah sekitar daerah itu termasuk Wanua Mantingan. Perangai anak bangsawan ini sangat buruk, dia sering adigang adigung adiguna memanfaatkan nama ayahnya untuk bertindak sesuka hati. Sebagai kepala keamanan ( jabatan tertinggi setelah akuwu), Dyah Tagwas malah lebih terlihat seperti seorang perampok berseragam karena dia sering memeras para pedagang yang lewat wilayah Pakuwon Gembol. Para pedagang umumnya memilih diam karena melaporkan hal itu pun percuma juga.
Sebagai kepala keamanan Pakuwon Gembol, Dyah Tagwas memiliki kewajiban untuk berpatroli di kampung-kampung yang menjadi ranah kekuasaan ayahnya. Dan kebetulan saja hari ini ia sedang melintas di wilayah Wanua Mantingan. Dia tidak mengajak prajurit Pakuwon Gembol hari itu karena tidak ingin kegiatan nya menggoda anak Lurah Mantingan yang bernama Rara Gendis diketahui oleh pihak istana pakuwon.
Dengan sikap penuh keangkuhan, Dyah Tagwas menunjuk ke arah Pramodawardhani yang sedang asyik mengunyah daging ikan bakar.
"Hei kau Nisanak..! Sepertinya kau bukan orang daerah sini ya? "
Mendengar pertanyaan itu, Pramodawardhani mengangkat kepala nya dan segera wajah cantiknya terlihat oleh Dyah Tagwas. 'Gadis ini jauh lebih cantik dari Rara Gendis', batin Dyah Tagwas.
"Memang aku bukan orang sini, lalu kenapa? Apa ada larangan untuk orang asing membeli makanan di daerah ini? ", balas Pramodawardhani sengak. Panji Rawit pura-pura cuek saja dengan gangguan Dyah Tagwas akan tetapi ekor matanya terus memperhatikan gerak-gerik anak buah dari putra bangsawan itu.
" Hahahaha kucing liar yang galak, aku suka aku suka hahahahahaha..
Heh perempuan cantik, siapa nama mu hah? Aku Dyah Tagwas, putra Akuwu Mpu Sangguh penguasa wilayah sini. Sebutkan nama mu, aku ingin berteman dengan mu.. ", ucapan Dyah Tagwas ini langsung disambut dengan gelak tawa oleh para pengikutnya.
" Tidak tertarik aku berteman dengan mu. Sudah minggir saja sana, jangan ganggu aku makan", tolak Pramodawardhani mentah-mentah. Dia kembali mengorek sisa daging ikan pada tulang di piring nya. Hal ini tentu saja membuat Dyah Tagwas langsung murka.
"Dasar perempuan tidak tahu diuntung..!!
Aku sudah merendahkan diri untuk mengenal mu tapi kau justru berani kurang ajar kepada ku. Baik, kalau kau tak mau berteman, maka bayar pajak jalan 20 kepeng perak sekarang juga! ", Dyah Tagwas mengulurkan tangannya ke arah Pramodawardhani.
"Seumur hidup ku berkelana di wilayah Kerajaan Medang, baru kali ini aku mendengar ada pajak jalan. Bahkan dalam tata undang-undang yang dikeluarkan oleh Yang Mulia Sinuwun Prabu Sri Isyana, tidak pernah disebutkan tentang pajak jalan.
Kau sedang mencoba untuk memeras ku ya, tahi lalat besar?", hardik Pramodawardhani sembari berdiri dan menunjuk wajah Dyah Tagwas. Putra dari Akuwu Mpu Sangguh yang paling tidak suka jika ada orang yang mengejek karena tahi lalat besar di wajahnya, langsung marah besar.
"Kurang ajar!! Sedari tadi aku sudah bermulut manis pada mu tapi kau malah menghina ku.
Pengawal ku, tangkap dua perusuh keamanan ini!!", teriak Dyah Tagwas memberi perintah. Delapan orang pengikutnya langsung mengepung tempat Panji Rawit dan Pramodawardhani berada. Tanpa ragu lagi, seorang pengawal Dyah Tagwas yang tadi melapor langsung mencabut golok dan mengayunkan nya ke leher Panji Rawit.
Shhhrrreeeeeeeeeeeettttt!!!
Panji Rawit yang sedari tadi selalu waspada terhadap mereka, dengan cepat merunduk ke arah meja hingga tebasan golok milik pengawal Dyah Tagwas hanya menyambar angin sejengkal di atas kepala. Segera Panji Rawit meraih kepala ikan bakar sisa makan nya dan melemparkan nya ke arah pengawal yang tadi mencoba untuk membunuh nya.
Plllaaaaaaaakkkkkk!!!
Aaaaaaauuuuuuuugggghh..!!!
Kerasnya lemparan kepala ikan berbalut tenaga dalam tingkat tinggi milik Panji Rawit langsung membuat si pengawal terjungkal sembari meraung kesakitan dan terjungkal ke lantai warung makan. Melihat kawan mereka dijatuhkan dengan mudah oleh Panji Rawit, ketujuh pengawal Dyah Tagwas langsung menerjang ke arah Panji Rawit dan Pramodawardhani.
Pertarungan sengit antara mereka pun segera dimulai.
Dua orang pengawal Dyah Tagwas berusaha untuk menangkap Pramodawardhani sedangkan lima sisanya mengepung Panji Rawit. Akan tetapi, mereka bertujuh bukanlah lawan yang sebanding dengan dua pendekar muda ini. Dalam 5 jurus saja, empat pengawal Dyah Tagwas telah jatuh terjungkal dengan memar dan lebam.
Dengan penuh nafsu membunuh, dua pengawal membabatkan golok mereka ke arah kaki Panji Rawit. Segera Panji Rawit menjejak tanah dengan keras lalu melompat sambil melayangkan tendangan keras ke punggung salah seorang diantaranya.
Dhhhaaaaasssssssshh..
Brrruuuuuuaaaaaaakkkkk!!!
Tubuh si pengawal yang terkena tendangan Panji Rawit menyusruk meja makan di hadapan nya. Meja itu langsung hancur berantakan tertimpa tubuh gempal orang ini. Satu kawan nya mencoba memanfaatkan Panji Rawit yang baru mendarat dengan mengayunkan golok nya, membabat bahu sang murid Padepokan Widarakandang sekuat tenaga. Panji Rawit berkelit ke kiri dan menghantam rusuk musuh dengan keras.
Bhhuuuuuggghh Aaaaaaauuuuuuuugggghh!!
Bersamaan dengan jatuhnya lawan yang dihadapi Panji Rawit, musuh Pramodawardhani pun juga nasib serupa. Setelah menjatuhkan semua pengawal, keduanya langsung menatap tajam ke arah Dyah Tagwas yang geram karena semua pengawal nya berhasil dikalahkan.
"Sampah..!! Kalian semua benar-benar sampah! Mengurus dua orang dusun saja tidak becus!! Benar-benar memalukan..!! ", umpat Dyah Tagwas sambil mencabut keris yang ada di pinggangnya.
Tanpa perlu menunggu lagi, Dyah Tagwas langsung melompat ke arah Panji Rawit sambil menusukkan keris nya ke arah perut sang pendekar muda.
Whhhuuuuuuuuuuuttttttt...
Panji Rawit menahan nafasnya dan dengan cepat kedua jari tangan kanannya menahan tusukan keris Dyah Tagwas. Mata Dyah Tagwas terbelalak kala melihat serangan nya bisa ditahan dengan mudah oleh Panji Rawit. Dia berusaha keras untuk terus menghujamkan senjata nya tetapi tak sedikitpun senjata nya mampu maju.
Lalu dengan senyuman tipis yang entah apa artinya, Panji Rawit langsung melayangkan tendangan keras ke perut putra Akuwu Mpu Sangguh dari Pakuwon Gembol itu.
"Rasakan ini...!!!!"
Dhhiiiiieeeeeeeesssshhhhhh...
Aaaaaaaarrrrrrrgggggggghhhh!!
Dyah Tagwas menjerit tertahan kala tendangan keras Panji Rawit telak menghajar perutnya. Tubuhnya terpental ke belakang dan menabrak dinding warung makan hingga jebol. Darah segar langsung muncrat keluar dari mulut Dyah Tagwas.
Dengan sempoyongan Dyah Tagwas bangkit dari tempat jatuhnya. Melihat itu, Pramodawardhani langsung menendang sebuah bangku yang menjadi tempat duduknya. Bangku melayang cepat ke arah Dyah Tagwas dan menghantam nya dengan keras.
Brrruuuuuuaaaaaaakkkkk!!
Tubuh Dyah Tagwas limbung dan roboh ke tanah. Darah segar muncrat lagi dari mulutnya. Entah pingsan atau mati, putra Akuwu Mpu Sangguh itu diam mencium tanah.
Pemilik warung makan yang bersembunyi di belakang warung makan, bergegas menemui Panji Rawit dan Pramodawardhani.
"Sepasang pendekar muda, terimakasih atas bantuan nya. Aku tidak bisa melanjutkan berdagang lagi karena masalah ini.
Lantas bagaimana nasib ku berikutnya? ", si pemilik warung gemetaran saat berbicara. Mendengar omongan itu, Pramodawardhani segera merogoh balik bajunya dan mengeluarkan kantong hitam yang berisi ratusan kepeng perak. Dia mengeluarkan 25 kepeng perak dan mengulurkan nya pada pemilik warung makan. Si pemilik warung makan segera menerima.
"Ini bisa kau gunakan untuk membangun warung makan baru di tempat lain. Kami permisi"
Setelah berkata demikian, Pramodawardhani pun segera melangkah meninggalkan tempat itu bersama dengan Panji Rawit. Pemilik warung makan terus menatap mereka hingga menghilang di tikungan jalan.
"Sungguh sepasang pendekar muda yang bijak. Semoga Dewata Yang Agung melindungi mereka semua. Aku harus segera berkemas jika masih ingin hidup.
Akuwu Mpu Sangguh pasti tidak akan tinggal diam"
eh lha kok justru nyawa mereka sendiri yang tercabut 😆
modyar dengan express dan success 😀
bisa membuat tanah terbelah...keren! 👍
Ajian Malih Butha tak ada gregetnya di hadapan Lokapala 😄
up teruus kang ebeezz..🤗🤗
tuh kan bnr iblis pencabut nyawa cmn skdr nama.
nyatanya nyawa mreka sndiri yg di cabut