Alya harus menjalani kehidupan yang penuh dengan luka . Jatuh Bangun menjalani kehidupan rumah tangga, dengan Zain sang suami yang sangat berbeda dengan dirinya. Mampukah Alya untuk berdiri tegak di dalam pernikahan yang rumit dan penuh luka itu? Atau apakah ia bisa membuat Zain jatuh hati padanya?
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
yuk ramaikan....
Update setiap hari....
Sebelum lanjut membaca jangan lupa follow, subscribe, like, gife, vote and komen ya...
Buat yang sudah baca lanjut terus , jangan nunggu tamat dulu baru lanjut. Dan buat yang belum ayo buruan segera merapat dan langsung aja ke cerita nya, bacanya yang beruntun ya, jangan loncat atau skip bab....
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
"Maaf, paman. Aku tidak bisa," sahut Zain dengan ekspresi masam.
"Ha? Apanya yang tak bisa? Nggak mau jadi imam atau tidak bisa salat?" tanya Yadi dengan ekspresi cengo.
"Jadi imam. Dan aku pun jarang salat, nggak ada waktu," jawab Zain jujur.
"Astaghfirullah," gumam Yadi beristighfar.
Betapa angkuhnya pemuda gagah ini, sampai mengatakan tidak ada waktu untuk salat. Bagaimana bisa? Kalau modal ganteng, malaikat Mungkar dan Nakir tidak bisa dilobi dengan wajah. Walaupun memiliki harta dunia pun, malaikat tidak akan bisa disogok kecuali dengan amal ibadah.
"Lalu... Nak Zain nggak tahu bacaan salat?" tanya Yadi kembali terdengar.
Zain menggaruk leher belakangnya. " Bacaan tahu, cuma ya... yang biasa kayak surah Al-fatihah. Terus kul 3," sahut Zain pelan.
Lelaki paruh baya itu lagi-lagi beristighfar namun, tak langsung menghakimi Kevin. Ia mengangguk kecil, tak ingin membesarkan masalah. Sang istri mengatakan kalau pria dari kota ini ingin meminang Alya, dan membayar hutang Alya pada Danu. Pria bangkotan yang menginginkan Alya menjadi istri ke-5, Alya meragu. Gadis hitam manis itu meminta bantuan Yadi untuk mengetes Kevin. Apakah pria ini bisa salat, nyatanya Zain malah menjawab seperti itu.
"Kalau gitu, Nak Zain ikut paman ke musala. Kita salat bersama, nanti paman yang jadi imam. Mau, kan?"
Zain mengangguk pelan, ia tak memiliki kegiatan apapun. Lantaran tidak ada sinyal di Pulau Sumba, lampu genset di pulau itu baru hidup 40 menit sebelum adzan Maghrib. Ia menerima kain sarung berserta sajadah, sebelum mengikuti langkah kaki Yadi.
Sedangkan di tempat lain, Danu mengerang kesal. Mendengar kabar pinangan pria kota, pada Alya.
"Sekaya apa pria pongah itu? Sampai beraninya mencoba merebut Alya dariku, hah!" seru Danu dengan nada kesal.
"Katanya pria dari kota itu memiliki perusahaan besar di Ibu kota, juragan. Dan dari awal sudah memiliki perjanjian nikah bersama almarhum Kakek Alya," sahutnya.
Ujung tongkat diketuk keras di lantai, Danu meremas pegang tongkat di tangannya. Ia murka, sekali saat ini.
"Kau! Katakan pada Galang untuk menyiapkan kapal. Kita ke pulau, untuk menagih hutang malam ini juga. Dia tidak tahu siapa aku, akan aku buat pemuda sombong itu malu," titah Danu.
"Baik, juragan!" sahut pria itu sebelum terbirit-birit pergi.
.
"Begitulah kata paman, pada bibi sebelum mereka ke musala," ujar Ranti menjelaskan.
Kepala Alya tertunduk, suami adalah nahkoda untuk biduk rumah tangganya. Lantas kalau Zain sendiri tidak bisa menjadi sosok imam yang baik untuk rumah tangganya, bagaimana caranya rumah tangga akan bertahan. Alya kembali meragu, mendengarnya. Pada Yang Maha satu saja, Zain acuh tak acuh. Lantas bagaimana dengan dirinya? Yang bukan siapa-siapa.
"Tapi, Alya nggak punya pilihan selain menikah dengan dia," lanjut Ranti pelan.
"Gak, begitu juga bibi! Seorang pria akan menjadi seorang suami sekaligus seorang Ayah. Sedangkan agama kita menegaskan salat adalah tiang dan kunci, dunia akhirat. Kalau mas Zain seperti itu, rasanya nggak akan cocok dengan Kak Alya," sela Salma.
"Husss! Apa-apaan, ngomong begitu. Manusia itu berproses Salma, mungkin aja setelah nikah sama Alya. Nak Zain bisa berubah," ujar Ranti mencoba memberikan pendapat yang berbeda.
"Ya Allah, bibi. Yang memiliki dan memberikan hidayah itu hanya Allah. Manusia tidak akan mampu merubah tabiat manusia lainnya, karena Allah yang Maha membolak-balikkan hati. Allah yang memberikan hidayah, dan menolak memberikan hidayah. Kalau iya, mas Zain berubah, kalau dia malah tambah parah setelah nikahi Kak Alya. Macam mana?" tanya Salma.
"Ha, anak sekarang pandai sekali mulutnya ngomong. Lalu kau mau Alya dinikahi juragan Danu," balas Ranti kesal.
Salma mengeleng cepat dan bergidik ngeri. "Ya, nggak lah, bibi. Aku aja lihat si juragan itu ngacir ketakutan. Apalagi Kak Alya," sahut Salma.
Alya hanya diam, gadis itu menghela napas kasar. Ketukan dari luar membuat ketiganya serentak, sontak membawa fokus mata mereka ke arah pintu kayu.
"Assalamualaikum!" seru dari luar.
"Wa'alaikumsalam," sahut Alya keras.
Gadis itu bangkit dari sajadahnya, masih mengunakan mukenah putih sedikit pirang. Ketiganya berada di ruangan tamu, baru selesai salat berjamaah. Alya membuka pintu, ia dikejutkan dengan kehadiran juragan Danu dan bawahnya. Beruntung di dalam rumah selain ada sang nenek, juga ada Salma dan Ranti.
Salma langsung bangkit bersama dengan Ranti, keduanya melangkah mendekat pintu keluar.
"Dik Alya, kita harus bicara," ujar Danu dengan nada angkuh.
"Kita bicara di luar, tidak apa-apa, kan, juragan?" Alya memberanikan diri untuk menjawab.
"Ya, nggak apa-apa," jawab Danu cepat.
Ia melangkah menuju pelataran panjang di depan rumah reyot milik Alya, duduk di sana. Ranti berbisik pada Salma, meminta anak remaja itu memanggil sang suami dan beberapa orang jamaah yang kemungkinan besar masih di musala.
Melihat guratan ekspresi tak bersahabat dari pria yang rambut memutih itu, Salma mengangguk. Ia menyelonong pergi dari sana, Ranti menyusul Alya duduk di pelataran di bawah pohon besar.
"Kenapa pula ini Akik peyot, satu ini harus mendatangi Alya jam segini. Lihat mukanya aja, mual," gumam Ranti nyaris berbisik.
***
Ada banyak orang yang ikut menyaksikan pernikahan mendadak, Alya dan pria ganteng dari ibu kota itu. Semuanya terasa serba mendadak, gadis dengan senyuman bersahaja itu sudah dibalut kebaya putih milik Ranti.
Dan dihias natural oleh Salma, mengingat tidak ada adik atau kakak lelaki kandung dari pihak ayah yang masih hidup. Alya akan dinikahkan oleh wali hakim, disaksikan oleh penduduk pulau setempat.
Tidak lupa juga para wisatawan yang menginap di sana juga ikut menyaksikan, selembar cek 100 juta berada di atas meja. Tangan Yadi disalami oleh Kevin, pria itu memakai kain sarung, dan peci hitam yang diambil kilat dari rumah Ranti. Gegar tak tahu kenapa ia bisa membawa cek kosong ke pulau, bersamaan dengan berkas-berkas lainnya.
"Saya nikahkan dan saya kawinkan Saudara Zain Abdullah bin Usman Abdullah dengan Saudari Alya Putri binti Muhammad Husain, dengan maskawin uang 100jt dan seperangkat alat salat, dibayar, tunai!" seru Yadi dengan tegas untuk kedua kalinya.
"Saya terima nikah dan kawinya Alya Putri binti Muhammad Husain, dengan uang 100 juta dan seperangkat alat salat, dibayar tunai!" seru Zain menggelegar.
"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya wali hakim.
"SAH!" teriakan orang-orang di sana dengan wajah terharu.
Air mata Alya mengalir deras, Yati yang duduk di samping sang cucu tersenyum bahagia melihat cucu satu-satunya telah menikah. Dengan pemuda yang sering kali sang suami sebutkan, saat masih hidup. Keduanya sering membincangkan tentang perjodohan Alya, walaupun tak sampai pada Alya. Gadis manis itu, belum sempat diberi tahu.
Penyerahan cek 100 juta pada Danu disaksikan oleh orang-orang, Danu menandatangani surat lunas hutang yang ditulis tangan, dan di tanda tangani.
CUIH!
juragan Danu meliur ke tanah, ujung tongkat mengetuk kesal tanah. Sebelum membalikkan tubuhnya. Salma mencibir, gadis remaja itu bahagia melihat Alya didandani oleh kedua tangannya sendiri.
Salma putus sekolah, gadis ayu itu tidak memiliki uang untuk meneruskan sekolahnya. Memutuskan untuk menekuni dunia tata rias, ia satu kali seminggu ke kota Padang. Belajar make-up, tak sia-sia. Salma bisa mendadani cantik Alya malam ini, walaupun hanya riasan natural.