Lonceng Cinta

Lonceng Cinta

Bab 1

Orang-orang yang ada di dalam ruangan itu sontak saja tercekat, baru kemarin pagi tuan besar Abdullah itu dimakamkan di TPU terdekat. Pengacara dengan sigap datang di malam kedua, setelah pengajian digelar. Kini satu keluarga besar dikumpulkan, menyimak sang pengacara dari Abdullah Abdullah dibacakan. Berapa persen mereka bisa mendapatkan harta warisan dari ayah sekaligus kakek mereka. Abdullah memiliki tiga orang anak, satu anak perempuan dan 2 anak lelaki.

Yang mengejutkan adalah di mana pembagi warisan itu bisa dicairkan atau tidak, ini yang membuat mereka semua terdiam. Termasuk Zain Abdullah, cucu lelaki pertama dari Abdullah.

"Pak Adam! Apakah tidak ada kekeliruan di wasiat itu? Bagaimana bisa Zain harus menikahi gadis yang entah macam mana bentuknya. Dan seperti apa keluarganya sekarang, putraku ini bukan orang sembarangan," protes Soraya pada sang pengacara.

Adam mengembuskan napas kasar, lelaki berusia 50 tahun ini pun sendiri tidak paham. Kenapa Abdullah malah memberikan syarat seperti itu, semua warisan akan disumbangkan ke panti sosial. Seandainya Zain menolak untuk menikahi cucu perempuan dari teman sang kakek, yang berada di pulau sumba.

Untuk alamat pasti, mereka semua kurang tahu. Yang pasti keluarga gadis itu memiliki separuh dari giok, yang kini berada di atas meja. Bersamaan dengan surat wasiat yang ditulis tangan oleh Abdullah, serta dicap jari oleh almarhum agar bisa meyakinkan semua anggota keluarga.

"Tugas saya di sini hanya menjadi penyampai wasiat kakek Abdullah. Tidak begitu paham, kenapa beliau sampai memberikan itu sebagai syarat," sahut Adam dengan senyum segaris.

"Mas Zain itu adalah cucu kesayangannya kakek nggak mungkin banget sampai kakek mau menjerumuskan Mas ke pernikahan seperti itu," sela Farah dengan ekspresi wajah kesal.

"Dan lagi pula, Mas Zai-"

"Hentikan, Farah!" potong Usman yang sedari tadi memutuskan untuk diam.

"Tapi, Pa-ah, sudahlah," protes

Farah yang tidak mampu meneruskan perkataannya.

Usman tidak suka kalau sang putri yang masih remaja mulutnya begitu ringan untuk menyela pembicaraan, Farah bangkit dari posisi duduknya melangkah pergi dari sana. Diikuti oleh Soraya, ibu dua anak ini harus mengurus putri bungsunya yang mulai merajuk. Kepala Usman mengeleng kecil, dua perempuan yang sulit untuk dididik.

"Saya akan memberikan waktu untuk Tuan muda Zain berpikir lebih dahulu, malam ini hanya ini yang bisa saya sampaikan soal keputusan ada pada, Tuan," tutur Adam pada pria muda yang hanya bungkam.

***

Gadis berhijab merah itu hanya menundukkan kepalanya, kuitansi di tangan melemahkan persendian Alya. Derap langkah kaki di lorong-lorong rumah sakit swasta itu berhenti tepat di depan Alya, kepala Alya mendongak. Kala ia mendapati tetangga rumahnya, menatap Alya dengan sorot mata kasihan.

"Gimana ini, bibi?" tanya Alya lemah. "Aku nggak punya uang segini, untuk biaya rumah sakitnya. mas Ade mendadak gak bisa dihubungi," ujar Alya resah.

Kedua matanya mulai berkaca-kaca, hatinya cemas bukan kepalang. Neneknya sudah ditangani dengan sangat baik, atas jamin Adam. Naasnya, pria yang segera meminang Alya mendadak kehilangan kontak.

"Insyaallah, pasti akan ada jalannya," sahut Ranti.

Tidak mungkin Ranti akan mengatakan pada gadis berusia 25 tahun ini, kalau keluarga Adam memutuskan pertunangan antara Adam dan Alya. Setelah kematian kakek Alya, dan uang jaminan yang diberikan oleh mereka separuhnya adalah uang rentenir. juragan Danu, yang memiliki 4 orang istri muda.

"bibi! bibi!" seruan keras dari gadis remaja itu berhenti.

Alya bangkit dari posisi duduknya, gadis bernama Salma menghembuskan napas. Menderu keras, ia terkejut mendapati kehadiran Alya di sana.

"Ada apa, Salma?" tanya Ranti mefokuskan netral matanya pada Salma.

Ekor mata Salma melirik Alya, apakah tidak apa-apa mengatakannya di depan Alya. Ia menggigit kecil bibir bawahnya, ia meragu. Alya menepuk kecil pundak Salma, netra merah teduh itu tampak khawatir.

"Kenapa, Salma?" Alya ikut menimpali. "Ngomong aja, kok malah diam?"

Kepala Salma tertunduk, "Itu... biaya rumah sakit Nenek yati udah lunas, kakak ."

Dahi Alya dibuat mengerut, dan bertanya, "Apakah mas Ade sudah datang untuk melunasinya?"

Kepala Salma mengeleng kecil, tentu saja bukan pria pengecut itu yang melunasinya. " Bukan mas Ade yang melunasi sisa uangnya, kakak.

Tapi.... " Salma menjeda, melirik kecil ke arah Alya. Gadis ayu dengan kulit sawo matang itu menatap Salma dengan ekspresi penuh tuntutan lanjutan kata.

"Juragan Danu yang melunasinya, kata Juragan... kakak harus melunasi uang yang dipinjam dalam kurun waktu 2 minggu. Kalau tidak, kakak harus siap dinikahi menjadi istri ke-5."

Bak disambar petir di siang bolong, bibir Alya beristighfar. Kedua tungkai kakinya mendadak kehilangan kekuatannya, dengan refleks yang cepat. Ranti menopang tubuh gadis yatim-piatu itu, membatu Alya duduk kembali di kursi.

"Astaghfirullah," gumam Alya dengan bibir bergetar hebat. "Ya Allah," lanjutnya hampir tak mampu didengar.

"Sekarang di mana Juragan, Sal?" tanya Ranti. Wanita paruh baya ini tidak menyangka kalau musibah yang datang silih berganti pada keluarga Alya.

Gadis ini tinggal kedua orang tuanya sepuluhan tahun belakangan, lalu ditanggalkan pula oleh kakeknya satu bulan yang lalu. Nenek Alya sakit keras terpukul kehilangan suaminya, masuk rumah sakit swasta.

Karena rumah sakit negeri tidak memiliki kamar kosong untuk rawat inap, hal hasil. Alya harus meminjam pada keluarga tunangannya, siapa yang menyangka kalau keluarga Adam malah sepicik itu.

"Beliau menunggu di kamar Nenek. Katanya mau ngomong sama kakak Alya. Soal hutang dan soal pelunasannya," jawab Salma lirih.

***

Kertas alamat dari perempuan yang harus menjadi istri dari Zain Abdullah ada di atas meja, bersamaan dengan sebelah giok yang sengaja dipecahkan menjadi dua. Usman menatap putranya dengan sorot mata penasaran, apa yang akan menjadi pilihan Zain. Apakah Zain akan menikahi gadis perempuan yang ditunjuk oleh sang ayah, agar bisa mendapatkan harta warisan dari sang ayah.

"Kalau kau tak mau, tidak usah dilakukan ," kata Usman pelan.

"Semua orang akan marah padaku," sahut Zain pelan. "Apakah Papa tahu dengan keluarga mereka ini?"

Usman mengangguk kecil, ia tahu dengan keluarga itu. Dulu sekali ia pernah bertemu dengan anak perempuan dari sahabat sang ayah, di mana saat itu ayah menginginkan Usman menikahi Alin, ibu dari gadis yang sekarang akan menjadi calon istri putranya.

Usman seorang pemberontak, ia menolak mentah-mentah keinginan sang ayah. Memilih Soraya, yang sangat cantik untuk dijadikan istrinya. Abdullah pernah mengabaikan putranya, sendiri. Namun, lama kelamaan menerima kehadiran Soraya menjadi istri sang putra.

Siapa yang menyangka kalau sang ayah malah melakukan hal seperti ini, pada cucu yang paling disayangi.

"Ya, pernah bertemu. Dan terakhir kali saat satu tahun lalu. kakek mengajak Papa main ke pulau sumba. Bertemu dengan gadis yang akan menjadi calon istrimu," jawab Usman tampak menjelaskan kisah masa lalu.

"Dia gadis yang sopan, tutur kata yang lembut. Ya, kalau dibandingkan dengan gadis-gadis kota. Dia adalah wanita yang sederhana, penurut, dan bersahaja. Papa pribadi suka dengan akhlaknya, disaat gadis zaman sekarang yang kehilangan adab, dan ia pun menjaga marwahnya sebagai perempuan ," sambung Usman memuji.

.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!