Apakah anda mengalami hal-hal tak wajar disekitar anda?
Seperti suara anak ayam di malam hari yang berubah menjadi suara wanita cekikikan? Bau singkong bakar meskipun tidak ada yang sedang membakar singkong? Buah kelapa yang tertawa sambil bergulir kesana-kemari? Atau kepala berserta organnya melayang-layang di rumah orang lahiran?
Apakah anda merasa terganggu atau terancam dengan hal-hal itu?
Jangan risau!
Segera hubungi nomor Agensi Detektif Hantu di bawah ini.
Kami senantiasa sigap membantu anda menghadapi hal-hal yang tak kasat mata. Demi menjaga persatuan, kesatuan, dan kenyaman.
Agensi Detektif Hantu selalu siap menemani dan membantu anda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eko Arifin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 4 - Musyawarah?
Pak Santosa berserta istri duduk di sofa ruang tamu menggigil ketakutan, sedangkan di depan mereka adalah Ardian yang di sebelahnya terdapat kursi plastik yang sedang di duduki Kinanti.
"Huhuhu..."
Tangisan Kinanti yang sayu menggema di seluruh ruangan, membuat pak Santosa dan Istrinya pun berpelukan ketakutan, sedangkan Ardian hanya menghela nafasnya melihat kondisi yang tidak kondusif untuk bermusyawarah.
Bagaimana dengan Kinanti?
Dia hanya menangis pilu sambil mengelus pipinya yang udah mendapatkan tamparan keras yang berdamage hingga ke tingkat emosional.
Harga dirinya sebagai dhemit sudah jatuh sejatuh-jatuhnya. Pasalnya, Kinanti sudah termasuk ke dalam tingkat dhemit sepuh dikarenakan umurnya dan juga jasa-jasanya di dunia perdhemitan.
Tetapi semua prestasinya sebagai dhemit yang kuat dan menakutkan telah sirna setelah bertemu Ardian.
"Huhuhu..."
"Udah gak usah nangis. Tak kasih makan vas bunga diem dah tuh mulut." celetuk Ardian.
"Dih, jahat banget bang. Belum nikahin gue kok udah main KDRT sih."
"Yeuh, KDRT your father head! Siapa juga yang mau nikahin loe!"
"Eh bang, tak kasih paham ya. Gini gini gue dulu itu cantik dan seksi. Kembang desa mah lewat."
"Ya itukan dulu, sekarang mah bau bangke buat apa. Udah, gak usah ungkit-ungkit masa lalu. Kasihan bapak sama ibu noh, ketakutan denger kau nangis."
"Eh?"
Kinanti pun sedikit panik saat melihat pak Santosa dan istrinya ketakutan dikarenakan dirinya.
"Wa-wa-wa... Waduh, maafin saya ya pak, bu. Kinanti lupa kalau bapak dan ibu ada di sini." pintanya memelas sambil membungkukan badannya beberapa kali karena merasa sangat bersalah.
"I-i-iya... gak papa neng." balas pak Santosa yang masih gemetaran.
"Etdah, minta maaf tuh dhemitnya pak, kagak salah nih?"
"Iya bu, bapak juga heran."
Pak Santosa berserta istrinya sangat keheranan dengan sikap Kinanti yang sopan karena biasanya, hantu itu sangat jail dan menakutkan saat berada di layar televisi.
Ardian pun sangat paham dengan pikiran pak Santosa dan istrinya.
Salah satu misi dari Agensi Detektif Hantu adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat umum bahwa makhluk ghaib itu tidaklah perlu di takuti dan bisa di lawan dengan iman. Setipis-tipisnya sebuah iman, bisa di gunakan untuk pedoman dalam melawan hal-hal ghaib.
Karena Tuhan selalu mendatangkan bantuan kepada hamba-Nya meskipun iman mereka itu tipis, setipis tisu yang di belah menjadi tujuh.
Setelah situasi menjadi kondusif, Ardian pun menyarankan untuk memulai negosiasinya.
"Apa bisa kita mulai musyawarahnya?" tanya Ardian kepada kedua belah pihak.
"Iya mas." jawab Pak Santosa.
"Bisa mas..." jawab Kinanti sayu yang membuat pasangan suami istri tersebut kembali merinding.
Meksipun samar, Pak Santosa berserta istri bisa melihat Kinanti dari ujung mata mereka karena Ardian telah meminjamkan sebagian kecil mata bathinnya untuk mereka.
Kinanti duduk kembali di kursi samping Ardian dengan kepala tertunduk, seperti layaknya anak perawan yang mau di lamar.
"Jadi begini pak, Neng Kinanti ini bukan tidak mau di pindahkan. Hanya saja karena dia sudah nyaman di sini maka dari itu saya meminta bapak untuk berbicara langsung dengan dia... sampai di sini bapak bisa mengikuti?"
"I-iya mas, tapi karena apa ya kalau boleh tahu, kok bisa nyaman tinggal di sini?"
"Ada beberapa faktor pak. Pertama, karena dia sudah lama di tanam di tempat ini dan menjalankan tugasnya melindungi wilayah ini. Terus... Neng, kau aja yang jelasin ke pak Santosa dan istrinya."
"Loh, kok gitu sih bang?" tanya Kinanti.
"Biar bapak dan Ibu tahu betul apa yang kau inginkan..." tukas Ardian.
"Okelah kalau begitu..."
Kinanti pun menghela nafas pelan sebelum mulai berbicara.
"Saye nak cite sikit boleh?"
Plak!
Lagi dan lagi, Kinanti kembali mencium lantai keramik karena tamparan keras dan berkelas dari Ardian, bahkan dapat membuat pak Santosa dan istrinya pun sontak kaget melihat sesuatu yang tidak biasa di depan mereka.
"Nih dhemit di ajak serius malah bercanda. Besok-besok tak bikin kau cium kenalpot panas baru tau rasa!"
"Ku menangis~ Membayangkan. Betapa, kejamnya dirimu atas diriku."
"Yakin mau di terusin tuh?" tanya Ardian yang memegang sapu ijuk dan memukul pelan di tangannya dengan nada ancaman.
Ardian lalu menunjukan senyum jahatnya, dan mampu membuat Kinanti langsung diam seribu bahasa terus kembali duduk di kursi plastik dan membersihkan daster putihnya yang lusuh.
Pak Santosa berserta istri pun terkekeh melihat cara Ardian menghadapi hantu tersebut. Melihat begitu rendahnya harga diri dhemit di hadapan manusia.
Seketika, ketakutan mereka pun sedikit mulai berkurang.
"Bercandanya udah belum? Kalau belum, kelarin sekarang, biar gamparin kau sekalian juga."
"Ya elah bang, hidup itu-"
"Pak ada air panas? Kalau ada, boleh tidak minta sebaskom buat nyiram nih dhemit. Susah amat di ajak serius."
"Wanjir, melepuh nanti kulit putih nan mulus gue, bang! Repot nanti perawatannya. Mana skincare sama handbody udah habis lagi. Nasib... nasib, gini amat ya ketemu manusia modelan begini."
"Oh gitu, maaf pak, air panasnya kagak jadi, air keras aja bawa kemari." ujar Ardian dengan tatapan tajam.
"Bang, udah atuh bang. Ngeri amat lama-lama nih. Jadi merinding gue."
"Ya udah serius! Jangan bercanda mulu!"
"Iya deh iya..." kali ini Kinanti duduk anteng sambil garuk-garuk kepala yang sudah gatal dari tadi.
Pak Santosa dan Istri masih keheranan dengan cara Ardian dengan mudahnya menghadapi Kinanti dan membuatnya tidak berkutik yang pada akhirnya, sosok hantu wanita tersebut pun pasrah.
"Jadi begini, pak, bu..."
Kinanti memulai pembicaraan meski pak Santosa dan Ibu agak ketakukan, tetapi mereka mencoba memberanikan diri.
"... Kinanti teh gak ada niat buat nakutin bapak sama Ibu tetapi saya masih ingin di sini kalau kalian berkenan."
"Tapi saya pernah denger neng ketawa loh waktu saya dan keluarga nonto tv, padahal itu masih siang..." sahut pak Santosa.
"Ya... gimana gak ketawa pak, acaranya aja komedi Warkop sama OVJ. Saya ikut nimbrung nonton soalnya..."
"Lha kalau waktu nangis itu..." kali ini si Ibu yang bertanya.
"Ibu kan nonton drakor, kasihan itu pemeran utamanya, udah kelihangan ibu sama kakaknya. Eh, malah lakinya selingkuh. Siapa yang tidak tersayat hatinya ketika melihat perempuan di gituin bu?"
"Bener juga ya..." jawab si Ibu.
"Tapi waktu itu, apa benar kamu yang buatin saya kopi sama nasi goreng?" tanya pak Santosa.
"Yang bener pak!? Kok Ibu gak tahu?"
"Kalau bapak cerita ibu pasti ketakutan. Nanti heboh malah berabe..." ibu pun diam membenarkan pernyataan suaminya.
"Iya pak, itu saya yang bikin. Kasihan waktu Ibu kecapean atau kadang gak ada di rumah. Biasanya Ibu gercep melayani. Jadi, kalau saya bisa bantu Ibu, ya saya bantu..." jawab Kinanti.
"Kalau boleh tahu, kenapa neng?" tanya si ibu.
"Ya... gimana ya. Biar bapak sama Ibu tetep harmonis keluarganya. Itu saja..."
"Tapi itu beneran kopi kan? Bukan air comberan atau kobokan? Nasgornya juga bukan bahan-bahan kayak darah atau belatung?" tanya pak Santosa khawatir.
"Ya elah, bapak ini ada-ada saja. Saya masak untuk manusia bukan dhemit. Jadi, pakai bahan yang biasa di makan manusia juga lah..."
Bapak Santosa dan istrinya pun melihat satu sama lain, keheranan dengan sikap dhemit di depan mereka karena tidak ada unsur bahwa Kinanti dengan sengaja mengganggu keluarga ini.
"Bapak dan Ibu sudah tahu kan? Kalau neng Kinanti tidak ada niat menggangu sama sekali. Bentrokan kalian adalah unsur ketidaksengajaan... kalau pun di sengaja, itu tindakan dengan niat baik."
Ardian yang dari tadi diampun ikut menjelaskan maksud Kinanti.
"Tadi Kinanti bilang kalau ingin tetap di sini, kalau boleh tahu ada maksud apa ya?" tanya pak Santosa.
"Kinanti pun berkenan jika di pindahkan, tetapi kalau boleh tetap disini pak." jawab dhemit wanita ini.
"Alasannya?"
"Karena Kinanti teh ingin melindungi keluarga bapak. Kalau boleh jujur, bapak dan sekeluarga di musuhi orang-orang yang tidak bertanggung jawab..." jawab Kinanti.
"Wat da phak!? Kok gue baru tahu!" sahut Ardian agak kaget.
"Elu tuh pe'ak tau gak!" ketus Kinanti yang ingin balas dendam karena habis di tampar berkali-kali oleh Ardian.