Novel dengan bahasa yang enak dibaca, menceritakan tentang tokoh "aku" dengan kisah kisah kenangan yang kita sebut rindu.
Novel ini sangat pas bagi para remaja, tapi juga tidak membangun kejenuhan bagi mereka kaum tua.
Filosofi Rindu Gugat, silahkan untuk disimak dan jangn lupa kasih nilai tekan semua bintang dan bagikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ki Jenggo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 Kebersamaan di kahyangan
"Malam, Kak. Kakak di mana? " demikian sebuah pesan singkat melalu aplikasi whatsapp yang masuk dalam pesawat selularku.
"Anika, ada apa ini, mungkinkah ia datang ke kotsku dan tidak menemukanku tadi," gumamku pada diri sendiri.
"Aku di Kahyangan, Pundak, " balasku melulu pesawat selular dengan aplikasi yang sama.
"Di Makam Ki Agung Sepet Aking, kah?" balasnya.
"Nggak, nih lagi di pinggir Sungai Kaki Gunung Kahyangan, "balasku.
"Oh... Selamat menghilangkan kejenuhan, Kak. Wkwkwkwk..., " balasnya lagi.
"Dasar, " balasku sekenanya.
Anika sosok yang sulit hilang dalam ingatanku. Dan hal ini aku bisa rasakan, di setiap lokasi yang bagiku menjadi tempat spesial, Anika juga ada.
Seperti hari ini, saat aku malam menuju Purnama, Anika juga pernah membersamaiku di sini. Saat aku ingin santai sambil menikmati hawa gunung yang sejuk juga aliran sungai yang gemericik air.
Kahyangan, adalah satu tempat favoritku. Letaknya memang agak jauh dari kota Ponorogo. Sebuah perbukitan yang menyambung dengan Gunung Lawu. Tepatnya berada di Kawasan Kecamatan Pusat.
Selain hawanya yang teduh, bagiku Kahyangan memang tepat menjadi pilihan untuk merenung dan menentukan pemikiran. Saat hal ini saya ungkapkan pada Anika waktu itu ia sangsi.
"Tempat merenung juga menentukan strategi?! " tanyanya saat aku ungkapkan tentang keberadaan Kahyangan.
Saat itu aku hanya mengangguk.
"Kok, bisa? " tanyanya.
Aku diam karena bingung untuk membahasakan.
"Mungkin itu anggapanmu secara pribadi saja, " lanjutnya dalam menyangsikan ucapanku.
Aku hanya tersenyum.
"Memang di Kahyangan ada spesial apa, sih? tanyanya penuh selidik.
"Bagiku Kahyangan sangat indah dengan pemandangan alamnya. Selain itu hawa yang sejuk membangun rasa tersendiri, "jawabku penuh dengan pemaparan.
"Kalau memang lokasinya cocok untuk merenung tentunya di Gunung itu sejak dulu sudah di pakai orang untuk menenangkan diri dan membangun obsesi kedepan," ujar Anika.
"Bisa jadi, " sahutku ringan.
"Jadi Penasaran, kapan kau ajak aku kesana," ungkapnya.
*****
Ah, Anika... ngapain sih selalu mengganggu konsentrasi dan hari hatiku. Padahal aku tahu dia telah jauh di luar Negeri untuk kelanjutan studinya. saat aku di Kahyangan ingin bisa membuang ingatanku tentangnya, tiba tiba ia muncul walau hanya melalui pesan wathsapp.
Ingatanku kembali pada saat aku bersamanya.
Awal aku ajak di Kahyangan, Anika sangat tertarik di tepi sungai Kaki Gunung Kahyangan. Sungai yang menjadi pembatas antara Dukuh Pandansari dan hutan pinus di Kaki Kahyangan.
Anika menyatakan sungai ini adalah sungai alami yang memang suasananya bisa membuang kegundahan.
"Kok bisa begitu?" tanyaku.
"Benar seperti katamu. Selain indah dan teduh, sejuk sepertinya lokasi ini dulu juga tempat yang di khususkan, " terangnya.
"Ah, kamu. sudah mulai kayak gadis Indigo saja," ungkapku.
"Tapi perasaanku berkata demikian. Adakah tempat sakral di sekitar sini? "tanyanya.
Dari pertanyaan Anika, aku teringat tidak jauh dari tempat itu, ada lokasi yang namanya adalah Tanah Goyang. Aku pun mengajaknya ke lokasi tersebut.
Anika terperangah melihat hamparan tanah Goyang. Ia kelihatan berfikir. tentang Gunung Wilis.. Ia berkata seolah pada dirinya sendiri, "bukan sebuah kawah, bukan sebuah danau."
Aku teringat sebuah kisah perjalanan Baru Klinthing. Bahwa Ular Naga Legenda yang dipercayai menjadi penghuni Telaga Ngebel, menerobos lokasi Tanah Goyang. Maka Tanah Goyang ini disebut Telaga Urung.
"Apa maksud Telaga Urung? " tanya Anika ingin tahu.
"Telaga Urung, adalah sebuah tempat yang ingin dijadikan danau oleh Baru Klinthing tapi gagal, "jawabku.
"O, begitu, "jawabnya.
Aku mengajaknya untuk meninggalkan Tanah Goyang. Dalam perjalanan itu, Anika memaparkan, bahwa nama Gunung Wilis semula adalah Paminihan. Nama itu menjadi acuan baginya bahwa kondisi alam yang tepat lokasi Kahyangan dan sekitarnya adalah lokasi merenung guna menentukan strategi kedepan.
"Nama Pawinihan adalah berasal dari kata winih atau bibit. Tentunya lokasi ini adalah lokasi penggemblengan para kader masa lalu," tebaknya.
Aku hanya bisa diam akan apa yang menjadi pemikiran dan analisa dari Anika.
Hari itu juga Anika aku ajak untuk ke Makam Mbah Sepet Aking. Seorang tokoh yang di anggap sebagai pini sepuh dan yang cikal bakal di wilayah Pundak. Orang mempercayai bahwa Sepet Aking merupakan pendatang dari Mataram.
"Memang, Mataram masa siapa, ya? "tanya Anika sambil bersumpah di Gedung Makam yang tanpa atap tersebut.
"Aku juga tidak tahu, " jawabku.
"Memang kebanyakan makan dipercayai masyarakat dari Keraton. Kalau tidak Mataram, Majapahit. Padahal kita tahu Majapahit adalah Kerajaan Hindu. Mungkinkah ada Makam, kebanyakan mayat masyarakat kan di bakar, "ujarnya.
"Kau lupa bahwa, di Troloyo ada makam tujuh. Makam yang memiliki angka Tahun masih dalam kejayaan Majapahit, " ujarku.
"Iya, tapi kalau bentuk nisan ini baru atau berlambang garis, masa aku kudu percaya," ungkapnya.
Aku tak membalas ucapannya, melainkan aku melangkahkan Kaki meninggalkan makam Ku Sepet Aking. Dan Anika membuntuti perjalananku.
Hari itu juga aku menyusui jalan yang sulit dengan sepeda motor berboncengan dengan Anika. Ia aku ajak kesebuah Lokasi yang medannya memang ekstrim. Condro Geni demikian nama lokasi tersebut.
*****
Hingga Sore aku dan Anika di Condro Geni. Dengan Medan Ekstrim yang mengerikan. Anika kadang memukul badanku agar aku tidak ngawur dalam menyetir motor dan bisa memilih medan yang lebih enak.
"Aku bisa merasakan bahwa Condro Geni adalah lokasi pertapaan, "ujarnya.
"Kalau itu tidak hanya kamu. Para Sejarawan juga menduga bahwa Condro Geni adalah tempat pertapaan, "jawabku.
Anika tersenyum.
"Aku juga yakin yang menyebabkan Kaki Kahyangan lokasi enak untuk merenung adalah hawa dari Condro Geni," ujarnya.
"Bisa jadi, demikian," jawabku sekenanya.
"Keyakinan sebagai lokasi pertapaan di Condro geni karena adanya ajaran moral bagi para musafir atau pengembara, yang menuju ke sebuah tempat, untuk merenung atau berdiam diri meminta petunjuk pada Tuhan dengan jalan bertapa," tambahnya.
"Demikian analisa para sejarawan. Sebab para sejarawan menduga yang demikian karena adanya prasasti yang ditemukan di Condro Geni Pudak tersebut, "ujarku.
"Prasastinya sekarang di mana, ya, " tanya Anika.
"Kalau tidak salah Prasasti Condro Geni aman tersimpan di Musium Nasional. Prasasti Condro Geni di duga Prasasti masa Majapahit. Angka tahunnya saja terpahat di masa pemerintahan Raja Wikrama Wardana, pada tahun 1376 Saka," terangku.
"Oh berarti masa Kerajaan Majapahit di sini merupakan tempat yang penting, ya," ungkapnya.
"Tentu demikian. Karena Prasasti Condro Geni adalah salah satu prasasti yang ditulis di luar Lingkungan Kerajaan. Hal itu bisa kita lihat dari isi Prasasti yang sebanyak 12 baris tidak berisi pengumuman atau perintah dari Raja. Namun berisi petuah yang di duga lokasi ini adalah pertapaan di luar Kraton. Juga ada penyebutan pada Bathari Durga, yanh bisa di mungkinkan Bahwa lokasi Condro Geni tempat pertapaan bagi aliran pemuja Durga Shakti Siwa," tambahku.
"Wah keren juga, ya... " gumamnya.
"Selain itu juga ditemukan altar pemujaan dari batu dan fragmen Ganesha," sahutku.
*****
Ingatanku pada kebersamaanku dengan Anika buyar saat aku teringat akan bulan yang terang. Aku ingat akan tujuanku ke Kaki Kahyangan bukan untuk menafsirkan Prasasti Condro geni. Namun untuk mengambil gambar rembulan.
mari terus saling mendukung untuk seterusnya 😚🤭🙏
pelan pelan aku baca lagi nanti untuk mengerti dan pahami. 👍
bantu support karyaku juga yuk🐳
mari terus saling mendukung untuk kedepannya