" Mas Wira, kalau sudah besar nanti, Mega mau menikah dengan mas Wira ya?! pokoknya mas Wira harus menikah dengan Mega..?!" ucap gadis kecil itu sembari menarik lengan Wira.
Mendengar rengekan Mega semua orang tertawa, menganggapnya sebuah candaan.
" Mas Wira jangan diam saja?! berjanjilah dulu?! mas Wira hanya boleh menikah dengan Mega! janji ya?!" Mega terus saja menarik lengan Wira.
Wira menatap semua orang yang berada di ruangan, bingung harus menjawab apa,
" mas Wira?!" Mega terus merengek,
" iya, janji.." jawab Wira akhirnya, sembari memegang kepala gadis kecil disampingnya.
Namun siapa sangka, setelah beranjak dewasa keduanya benar benar jatuh cinta.
Tapi di saat cinta mereka sedang mekar mekarnya, Mega di paksa mengikuti kedua orang tuanya, bahkan di jodohkan dengan orang lain.
bagaimanakah Nasib Wira, apakah janji masa kecil itu bisa terpenuhi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
maling
Laki laki bertubuh tinggi itu baru beberapa menit mengangkat dadak merak dan memakainya.
Namun entah kenapa dadak merak itu tiba tiba di lepaskan dan di letakkan di lantai seakan akan berat sekali bebannya.
Tidak seperti biasanya, laki laki itu terlihat sedikit kesulitan dengan dadak merak yang sudah biasa di gunakannya itu.
" Opo o?" tanya Suroto, laki laki yang biasa menjadi warok itu, usianya sekitar empat puluh tahunan.
" Sek mas.." jawab Wira dengan nafas terengah engah.
Suroto heran melihat Wira yang tampaknya kurang konsentrasi itu,
" kalau kurang sehat istirahatlah dulu, jangan kau paksakan dirimu," kata Suroto.
Wira tidak menjawab, ia langsung duduk di pinggiran pendopo sanggar.
" Aku sudah bilang.. Jangan latihan kalau baru pulang dinas.." kata Suroto lagi,
" kalau tidak pulang sekarang mau kapan lagi latihannya mas?"
" kau bisa pulang dulu, lalu kesini setelah magrib atau setelah isya'..
Anak anak pasti mengerti.." nasehat suroto.
Wira terdiam, ia memegang dahinya, seperti ada sesuatu yang menganggu pikirannya.
" Kau ini kenapa tho?" tanya Suroto heran,
" tidak mas," jawab Wira pelan.
" lebih baik kau tidak ikut pertunjukan, serahkan saja pada Hadi,"
" kenapa begitu mas?"
" karena pikiranmu sedang kacau,"
" aku tidak apa apa mas, aku sedang lelah saja.." jawab Wira menatap Suroto serius.
Suroto yang mengenal Wira sedari kecil itu menghela nafas berat,
" Kudengar Mega datang?" tanya Suroto, membuat Wira terdiam dan membuang pandangannya seketika.
" Seluruh kampung membicarakan kedatangannya, jadi tidak mungkin aku tidak tau," lanjut Suroto.
" Tidak ada hubungannya denganku mas." jawab Wira cepat.
" kalau tidak ada hubungannya kenapa tiba tiba kau tidak kuat membawa dadak merak yang biasanya kau pakai?"
Wira tidak menjawab,
" Kau masih berharap padanya? Bukankah dia sudah menikah?" tanya Suroto terus terang,
" apa yang kau katakan mas, aku tidak punya hubungan yang seperti itu dengannya." jawab Wira.
" Siapa yang mau kau bohongi? mungkin orang lain bisa kau bohongi, tapi tidak denganku,
aku melihatmu tumbuh,
perlindunganmu yang berlebihan pada Mega membuat Mega bergantung padamu, dan kau pun juga begitu,
Sehari saja kau tidak melihat Mega, kau akan kebingungan bukan?"
" jangan asal menyimpulkan mas." tandas Wira.
" jangan asal menyimpulkan, buktinya kau sekarang,
Yang biasanya tenang, bisa begini gara gara kedatangan Mega?"
Wira diam,
Suroto mengambil rokok dari saku bajunya,
" Kau jangan berkutat pada masa lalu Wira..
Dia saja sudah menikah dengan orang lain,
Kau sudah banyak berubah,
Kau laki laki dewasa sekarang,
Kau juga punya pekerjaan yang baik..
Siapa yang tidak mau denganmu.." kata Suroto.
" kenapa mas menganggap aku masih berkutat pada masa lalu?
Aku bahkan baik baik saja meski tidak melihatnya sepuluh tahun ini."
mendengar itu Suroto tertawa,
" dengan kau tidak menikah di usia sekarang saja, sudah menunjukkan bahwa kau masih berkutat pada masa lalu..
Memang ku akui,
Mega itu unggul dalam hal bibit bebet bobotnya,
cantik lagi..
Siapa yang tidak mau dengannya di kampung ini..
tapi masa lalu tetaplah masa lalu Wira..
dia bukan lagi gadis remaja yang terus mengekor di belakangmu..
Dia bukan lagi gadis remaja yang kau bonceng kesana kemari.." ucap Suroto sembari membakar rokoknya.
Lama pendopo itu hening, karena semua penari sedang beristirahat di dalam ruangan sanggar tari.
" Akan kuminta Hadi menggantikan mu untuk sementara..
Karena jiwamu masih berantakan.."
" jangan mengambil keputusan sepihak mas, ingat, aku juga ikut mengelola sanggar ini."
Mendengar itu Suroto lagi lagi tertawa,
" jangan sok galak kau di hadapanku, aku paham betul kondisimu sekarang,
Lebih baik kau berdamai dulu dengan masa lalu mu, dan kembalilah latihan setelah kau sudah baik.."
" jangan macam macam sampean mas," Wira menatap Suroto kesal,
" macam macam lah, kalau lehermu sampai patah di tengah pertunjukan bagaimana?" Suroto tertawa lagi, tapi kali ini ia menepuk pundak Wira.
" Pulanglah.. kami akan latihan dengan baik.. Percayalah.." Suroto meyakinkan Wira.
Wira mengendarai motornya dengan kecepatan sedang memasuki perkampungan,
Waktu belum terlalu malam, masih jam tujuh.
Setelah sampai di depan rumah ibunya, Wira memarkirkan motornya di teras.
" Ibu.." panggil Wira pelan di depan pintu,
tidak lama pintu itu terbuka,
" lho? Katanya latihan?" tanya ibunya,
" cuma sebentar, Wira capek.. Karena itu cepat pulang.." jawab Wira sembari masuk, lalu menaruh tasnya di kursi,
" Kau sudah makan?"
" sudah Bu, dijalan tadi.."
" kenapa tidak makan disini?"
" Wira laparnya tadi pas dijalan.."
" ya sudah.. Masukkan motormu, lalu segera istirahat.." kata ibunya.
" Saya mau memberi makan burung burung Kakung dulu Bu, sudah berapa hari tidak saya lihat.." Wira kembali berjalan keluar,
" ya sudah, tidak ibu kunci pintunya.."
Wira mengangguk, lalu berjalan keluar ke arah rumah Kakung.
Laki laki bersweater navy dan bercelana hitam itu membukan pagar rumah Kakung, ia membukanya dengan hati hati agar tidak membuat suara berisik, karena ia tidak ingin orang orang yang ada di dalam rumah Kakung keluar.
Wira berjalan dengan tenang ke arah kandang burung,
mengambil pakan yang tersedia di kotak kecil disamping kandang, lalu masuk ke dalam kandang yang besar itu.
Beberapa burung beterbangan karena kaget melihat Wira.
Mega yang sedang duduk di ruang tamu sembari bermain HP terusik dengan suara burung burung di depan rumah.
Perempuan itu bangkit dari duduknya, meletakkan HPnya di atas meja, lalu berjalan ke arah pintu.
Ia membuka pintu itu, dan berjalan keluar dengan langkah sedikit enggan,
" masa ada orang mau mencuri burung burung Kakung?" batinnya,
Dengan langkah enggannya Mega berjalan ke teras, dan turun ke halaman.
Dan benar saja, Mega melihat ada seseorang di dalam kandang burung Kakung.
Lama Mega melihat sosok yang berada di dalam kandang itu, tapi sosok itu tidak terlihat jelas karena cahaya teras yang remang remang karena hanya ada lampu lampu taman yang cahayanya sengaja di buat redup oleh Kakung.
" Siapa?!" tanya Mega dengan suara tegas, perempuan itu mendekat ke arah kandang burung, tapi tidak terlalu dekat karena Mega juga sedikit takut.
" Siapa itu?! Kenapa di dalam kandang burung?! Mau maling ya?!" tanya Mega lagi lebih keras.
Karena merasa tidak di hiraukan, Mega menjadi lebih berani,
" Segera keluar dan pergi dari sini! Kalau tidak saya akan teriak supaya anda di tangkap oleh orang orang kampung?!" ancam Mega.
Mendengar ancaman Mega, sosok yang berada di dalam kandang burung itu menghentikan kesibukannya.
Sosok yang jelas seorang laki laki itu berjalan keluar dari dalam kandang,
" Siapa yang kau bilang maling?" terdengar suara bariton yang tegas.
Sosok itu berjalan ke hadapan Mega,
" aku bukan maling." imbuh laki laki itu membuat Mega membeku di tempatnya.
jadi terpaksa saya buat yg baru.. hikhikhiks..
bingung ini gmn caranya nerusin novelnya.. judul ini keputus..😢🙏
Bau2nya Wira bakal diinterogasi Mega 😂