Kumpulan Cerita Pendek Kalo Kalian Suka Sama Cerpen/Short Silahkan di Baca.
kumpulan cerita pendek yang menggambarkan berbagai aspek kehidupan manusia dari momen-momen kecil yang menyentuh hingga peristiwa besar yang mengguncang jiwa. Setiap cerita mengajak pembaca menyelami perasaan tokoh-tokohnya, mulai dari kebahagiaan yang sederhana, dilema moral, hingga pencarian makna dalam kesendirian. Dengan latar yang beragam, dari desa yang tenang hingga hiruk-pikuk kota besar, kumpulan ini menawarkan refleksi mendalam tentang cinta, kehilangan, harapan, dan kebebasan. Melalui narasi yang indah dan menyentuh, pembaca diajak untuk menemukan sisi-sisi baru dari kehidupan yang mungkin selama ini terlewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elfwondz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lewat Tengah Malam.
Waktu menunjukkan pukul sebelas malam ketika Vina tiba di rumah. Udara dingin menyelinap di sela-sela pori-pori, membuatnya merapatkan jaket hitam yang ia kenakan. Jalanan di depan rumahnya sudah sepi, hanya ada suara denging angin yang menggerisik di telinga. Langkah kakinya terhenti di depan pintu rumah, merasakan firasat aneh yang merayap pelan, seperti ada sesuatu yang menunggu di balik pintu.
Vina menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. “Ini hanya perasaan, Vina. Jangan berlebihan,” gumamnya pada diri sendiri. Ia mengambil kunci dari dalam tas dan membuka pintu.
Seketika, aroma lembap dan dingin yang tak biasa menguar dari dalam rumah. Vina terdiam, memutar pandangan ke seluruh ruangan. Lampu yang ia biarkan menyala sejak tadi pagi kini tampak redup, hampir padam. Dia melangkah masuk dengan hati-hati, menyalakan lampu utama dan memastikan pintu terkunci.
Tanpa disadari, waktu terus berlalu. Hingga pukul dua belas malam lewat, Vina masih belum bisa memejamkan mata. Ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya—sesuatu yang tak ia pahami. Ia menggeser tirai jendela kamarnya, memandang ke luar, ke arah kebun kecil yang gelap gulita. Tiba-tiba, ada bayangan yang melintas cepat di antara pepohonan. Hatinya berdegup kencang.
Dia menutup tirai dengan kasar dan menekan napas. "Mungkin cuma hewan," bisiknya. Tapi pikirannya terus saja berkelana, membayangkan hal-hal aneh yang mungkin terjadi. Dalam keheningan malam, Vina mendengar suara langkah kaki samar-samar. Langkah itu terdengar pelan namun konstan, seperti seseorang sedang berjalan di dalam rumah.
Vina membeku. Hatinya mencelos. “Tidak mungkin ada orang di sini,” pikirnya, tapi suara itu semakin jelas. Ia mencoba menenangkan diri, tapi tangannya gemetar hebat. Mengambil keberanian, ia membuka pintu kamarnya perlahan dan keluar.
Langkah kaki itu berhenti.
Dengan napas terengah, ia berjalan menyusuri koridor yang sempit, menuju ruang tamu. Pintu depan terkunci rapat, begitu juga jendela-jendela di rumah itu. Tak ada tanda-tanda kehadiran orang lain. Tapi suara langkah tadi begitu nyata. Ia menggaruk kepalanya dengan gelisah. Mungkinkah ia hanya berhalusinasi karena lelah?
Namun, ketika ia memutuskan untuk kembali ke kamar, sesuatu yang tak terduga terjadi. Dari arah dapur, terdengar suara benda jatuh dengan keras, memecah keheningan malam.
Vina terhuyung mundur. Tubuhnya membeku di tempat. Dengan perasaan takut yang mencengkeram, ia berjalan perlahan ke arah dapur, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Dalam pikirannya, hanya ada satu pertanyaan: siapa yang ada di rumah ini?
Dari balik dinding, dia mengintip dapur yang remang-remang. Tak ada siapa-siapa, hanya beberapa perabot yang tampak berantakan. Gagang pintu kulkas sedikit terbuka, seolah ada seseorang yang baru saja membukanya. Hati Vina berdetak semakin kencang.
“Siapa di sana?” suaranya bergetar, berusaha terdengar tegas meski takut merasuki setiap ujung nadinya. Namun, tak ada jawaban. Hanya suara angin yang berdesir pelan dari luar rumah.
Ketika ia hendak berbalik, sesuatu menubruk kakinya. Vina menjerit pelan, namun segera tersadar bahwa itu hanya seekor kucing liar yang entah bagaimana masuk ke dalam rumah. Kucing itu menatapnya dengan mata kuning menyala, sebelum melompat keluar melalui jendela yang sedikit terbuka.
Namun, sebelum ia sempat merasa lega, ia mendengar suara berat. Ketukan.
Seseorang—atau sesuatu—mengetuk pintu rumahnya. Vina merasa darahnya membeku. Siapa yang datang di jam segini? Perlahan ia berjalan menuju pintu, matanya terpaku pada kenop pintu yang bergetar. Ketukan itu semakin keras, semakin mendesak.
"Siapa di sana?" teriak Vina dengan suara tertahan.
Tak ada balasan. Hanya ketukan yang terus-menerus, hingga akhirnya terhenti secara tiba-tiba. Keheningan yang menghantui mengisi udara, membuat napas Vina semakin berat. Namun ia memutuskan untuk tidak membuka pintu. Ia tahu, ada sesuatu yang tidak beres.
---
Pukul satu dini hari lewat beberapa menit. Vina duduk di sofa ruang tamu, mencoba menenangkan pikirannya. Suasana rumah terasa semakin menyesakkan. Sesuatu tampaknya bergerak di dalam rumahnya—bayangan, suara, mungkin juga entitas lain yang tak terlihat. Tapi Vina berusaha untuk tetap rasional.
Kemudian, terdengar dering pelan dari ponselnya. Dengan jantung berdebar, ia meraihnya dari meja. Ada pesan singkat.
"Aku di luar."
Darah Vina seakan mengalir keluar dari tubuhnya. Jari-jarinya gemetar ketika ia membaca pesan itu berulang kali. Nomor pengirim tidak dikenalnya. Tidak mungkin, pikirnya. Ini pasti lelucon—tapi siapa yang akan bercanda pada jam segini?
Ponselnya bergetar lagi. Pesan baru muncul.
"Buka pintunya."
Vina merasakan tubuhnya lemas. Siapa yang mengirim pesan ini? Ia melirik ke arah pintu, mencoba menahan dorongan untuk melirik ke luar melalui jendela. Namun rasa penasaran mengalahkan ketakutannya. Dengan hati-hati, ia melangkah menuju pintu dan mengintip dari lubang kecil di sana.
Kosong. Tak ada siapa-siapa di luar.
“Ini pasti mimpi buruk,” bisiknya pelan. Tapi ketika ia hendak menarik diri dari pintu, terdengar suara lain. Bukan dari luar, melainkan dari dalam rumahnya. Suara bisikan pelan, samar namun cukup jelas untuk terdengar.
"Aku sudah di sini."
Vina menoleh cepat. Dari sudut mata, ia melihat bayangan bergerak cepat di belakangnya. Sesuatu—atau seseorang—berlari menuju lorong menuju kamar. Ia terdiam, kakinya tak bisa bergerak. Bayangan itu, apapun itu, telah masuk ke dalam rumahnya. Tanpa pikir panjang, ia berlari ke arah kamar dan menutup pintu dengan keras. Ia mengunci pintu, duduk di lantai dengan tubuh gemetar hebat.
Sambil menahan napas, Vina mencoba mendengarkan. Tapi keheningan begitu mencekam. Tidak ada suara langkah kaki, tidak ada bisikan. Hanya detak jantungnya yang mengisi ruangan.
Di tengah ketegangan itu, tiba-tiba lampu kamarnya berkedip-kedip, menciptakan bayangan yang menari-nari di dinding. Vina menutup matanya, berharap semua ini hanya mimpi buruk yang bisa segera berakhir.
Namun, mimpi buruk itu belum selesai. Tepat di belakangnya, terdengar suara napas berat, sangat dekat. Terlalu dekat.
"Kenapa tidak membukanya, Vina?"
Suara itu datang dari sudut ruangan. Sesuatu yang tak tampak berbicara padanya. Vina berdiri dengan napas tersengal-sengal, matanya mencoba mencari sumber suara, tapi tak ada apapun di sana.
Ketika ia mengambil langkah mundur, tangannya menyentuh sesuatu yang dingin. Tubuhnya kaku. Dengan gemetar, ia perlahan berbalik, dan tepat di depannya, hanya beberapa sentimeter dari wajahnya, ada sosok samar. Wajahnya tak jelas, tertutup oleh bayangan, tapi Vina bisa merasakan tatapan tajam yang menusuk langsung ke dalam jiwanya.
"Aku di sini untuk menjemputmu," kata sosok itu dengan suara yang dingin dan datar.
Vina mencoba berteriak, tapi suaranya tersangkut di tenggorokan. Dia berlari ke arah jendela, membuka tirai dan mencoba mencari jalan keluar. Tapi begitu dia menatap ke luar, dia terhenti.
Di kebun kecil yang gelap, tepat di bawah jendelanya, berdiri sosok yang sama. Sosok itu memandangnya dari luar, meskipun tubuhnya masih berdiri di dalam kamarnya. Mereka seperti satu entitas yang terbelah, namun tetap terhubung. Wajah mereka yang tersembunyi kini tampak tersenyum, senyum yang mengerikan, seolah tahu bahwa Vina tidak akan bisa lari.
Waktu terus berjalan, lewat tengah malam yang kini menjadi medan horor bagi Vina. Dengan perasaan hancur dan ketakutan yang tak tertahankan, dia hanya bisa berharap, berharap bahwa mimpi buruk ini akan segera berakhir.
Namun, suara berbisik kembali terdengar, lebih jelas dari sebelumnya.
"Ini baru permulaan."
Seketika, lampu di seluruh rumah padam. Gelap total.