Kusuma Pawening, gadis remaja yang masih duduk di bangku SMA itu tiba-tiba harus menjadi seorang istri pria dewasa yang dingin dan arogan. Seno Ardiguna.
Semua itu terjadi lantaran harus menggantikan kakanya yang gagal menikah akibat sudah berbadan dua.
"Om, yakin tidak tertarik padaku?"
"Jangan coba-coba menggodaku, dasar bocah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Kedua pasutri beda generasi itu masih terlihat sengit saling diam di meja makan. Entah apa yang ada dalam benak keduanya, yang jelas Wening mendadak mode diam seribu bahasa.
"Ma, besok rencananya aku mau pindahan ke rumah Seno, mohon doa restu supaya diberikan kelancaran."
"Kenapa nggak coba seminggu dua minggu lagi, Sen, Mama malah seneng kalian di sini," timpal Bu Yasmin kurang setuju.
Eh, tunggu-tunggu kok kalian? Pindah?
Wening menerka-nerka dalam hati, nampaknya ia tidak minat untuk mengikuti acara pindahan suaminya.
"Menantu Mama yang cantik itu sudah nggak betah Ma pengen tinggal berdua aja sama aku. Katanya biar sekolahnya lebih dekat."
Seketika Wening yang nampak galau itu menyorot tajam suaminya. Apa-apaan ingin tinggal berdua saja, yang ada bisa bahaya! Mengganggu ketentraman jiwa dan raga.
"Bohong Ma, Wening betah kok tinggal di sini, malah nggak mau pindah, kalau Mas Seno mau pindah ya ... nggak pa-pa tapi Wening mau tinggal di sini saja. Deket sama Mama itu pelipur lara aku kalau lagi kangen sama ibu," jawab gadis itu jujur.
Sialan! Bocah, nggak ada jaim-jaimnya blas. Kamu kata itu mamamu apa? Care banget!
"Owh ya nggak pa-pa, senyamannya kamu aja, Sayang. Kamu boleh tetap tinggal di sini," jawab Bu Yasmin bijak.
"Loh ya nggak bisa begitu dong Mah, mana ada suami istri tinggal terpisah. Mama nggak asyik banget, kaya nggak pernah muda aja," protes Seno tak terima.
"Bukan gitu Sen, orang anaknya nggak mau masak dipaksa. Lagian kan tinggalnya di rumah Mama, nggak ke mana-mana. Ribet kamu mah," timpal Bu Yasmin mengambil jalan tengah.
Nampak pria itu menghela napas sepenuh dada. Balada punya istri bocil, selain nyusahin, cukup menjengkelkan dan membuat pria itu emosi karena tekanan darah mulai tak stabil.
"Ning sayang ... kemarin kita udah sepakat loh, kenapa jadi mentah lagi. Katanya butuh privasi berdua, pingin mandiri, ya kita harus berumah tangga tanpa bayang-bayang orang tua," kata Seno manis dan lembut. Mengusap mahkota indah istrinya dengan sayang.
Sayang, sayang, dasar! Arogan modus!
"Jangan macam-macam, atau kamu akan menerima hukuman yang lebih dari tadi," bisik pria itu terlihat manis sembari terus mengelus rambutnya.
"Apaan sih!" kesal gadis itu mengibaskan tangan Seno yang manjakan rambutnya dengan kesal. Perempuan itu tahu benar, suaminya itu pasti akan berbuat sesuka hati bila tidak ada orang dewasa lainnya. Sesungguhnya hati kecil gadis belia itu merasa terancam dan terbesit rasa takut.
"Aku nggak ada ngomong gitu, aku mau tinggal di sini aja, Ma, Mas Seno kan pulang kantor suka malam, Wening takut sendirian," ujar gadis itu akhirnya menemukan alasan yang paling masuk akal.
"Nanti lama-lama terbiasa kok, kan ada pembantu, ada satpam, ada tukang kebun, di rumah nggak sendiri, ada aku juga," ujar Seno menyeringai tipis. Sengaja menginjak kaki istrinya agar tidak membantah lagi.
"Aww ....!" desis gadis itu mengaduh.
"Sialan, sakit kali," batin gadis itu mengumpat. Karena kesal balas mencubit paha suaminya dengan jengkel.
"Adoh ... pedes, eh sakit!" jerit pria itu kaget dan merasa panas kaki bagian atasnya. Mengusap perlahan dengan tatapan tajam menghunus istrinya.
"Ya sudah, terserah kalian saja, baiknya bagaimana. Sekarang lanjutin makannya," ujar Pak Adi menimpali. Sementara Arka sangat adik ipar sedari tadi hanya diam menikmati isi piringnya.
Usai makan malam semua membubarkan diri. Seno langsung menuju kamarnya, menanti istrinya yang mendadak lama. Rupanya gadis itu belum beranjak, masih asyik menikmati pekatnya malam sembari duduk di pool deck kolam renang. Setelah sebelumnya terlebih dahulu membuat kopi susu untuk menemani.
"Kalau nggak mau pindah, nggak usah pindah, ribet amad!" celetuk Arka tiba-tiba. Pria yang biasanya diam itu mendadak membuka suaranya.
Wening sampai celingukan untuk memastikan pria itu berbicara dengannya atau tidak.
"Ngomong sama aku?" tanya gadis itu memastikan.
"Emang ada orang selain kamu?"
Gadis itu terdiam, terdiam mengamati pria dingin sebelas dua belas dengan suaminya, yang mengambil duduk tepat di sampingnya.
"Gimana sekolah kamu?" tanya pria itu lagi. "Betah di tempat baru?"
"Aman, masih adaptasi dengan lingkungan baru."
"Tumben belum tidur, Kak Seno nungguin loh," ujar Arka sok tahu.
"Belum ngantuk," jawab gadis itu datar.
"Sebenarnya aku pingin kaget, kenapa kamu yang jadi istri Kak Seno. Maksudku masih sekolah," papar pria itu sedikit lebih care.
"Mungkin ini yang namanya takdir, pacaran ama siapa nikahnya sama siapa?"
"Iya sih bener, kelihatannya kak Seno juga langsung sayang sama kamu," ujar pria itu berdasarkan pengamatannya.
Seno memang kadang terlihat manis, tapi itu di depan keluarganya saja. Sungguh acting yang mumpuni, besok layak mendapatkan penghargaan.
"Ghem!"
"Asyik banget ya, dari tadi ditungguin di kamar malah sibuk berdua di sini!" tegur Seno mendapati istrinya tengah ngobrol santai bersama adiknya.