Nana adalah kembang desa yang sangat cantik, Ada lima pemuda yang pernah melamar dia dan semua nya di tolak dengan berbagai alasan.
Hingga suatu hari Nana merasakan dada nya sangat sakit luar biasa, Berobat kedokter sudah dan di nyatakan tidak ada kanker payudara. Namun payudara nya sangat sakit, Seminggu kemudian sudah membusuk dan membuat Nana sangat menderita.
Banyak yang menduga bahwa Nana di santet.
Siapa kah yang sudah menyantet Nana?
Mampu kah Nana melawan santet ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon novita jungkook, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Nani pindah
Saat sedang di obati oleh Dani, Nana merasa payudar* nya terasa agak nyeri. Dalam hati menduga bahwa mungkin sebentar lagi akan tiba waktu nya tamu bulanan datang, Tapi baru lima hari yang lalu dia selesai masa haid nya. Tidak mungkin bila satu bulan dua kali datang, Karena rasa nyeri masih bisa di tahan, Nana pun tak begitu peduli. Dia malah peduli pada luka goresan yanh ada di dahi nya, Bila berbekas dalam, Bahaya juga sebab wajah cantik ini pasti akan sedikit hilang pesona. Nana tak mau bila sampai gelar kembang desa di ambil oleh orang lain, Sungguh dia tak bisa menerima itu semua.
Dani dengan telaten membersihkan luka Nana yang terkena goresan beling, Dia begitu dendam pada Nani yang sudah berani berniat merusak wajah cantik nya. Mengancam bahwa besok ia akan membalas Nani lebih sakit dari pada yang ia rasakan sekarang, Hubungan Kakak adik ini memang tidak pernah akur karena masalah rupa. Nana kerap menghina adik nya yang berkulit hitam berambut keriting, Tentu saja Nani jadi sakit hati. Andai Nana tak pernah mengejek dia seperti itu, Mungkin mereka tak akan bermusuhan hingga separah ini. Namun Nana yang merasa cantik jadi besar kepala, Menghina orang lain seenak mulut nya dia saja.
"Lain kali jangan bertengkar separah itu dengan saudara." Nasihat Dani.
"Kamu tidak lihat apa, Tadi Nani yang begitu nafsu ingin menyakiti aku." Geram Nana.
"Ya kamu jangan menghina dia terus, Kasihan juga sama Nani." Nasihat Dani.
"Ngapain sih kamu bela gadis jelek itu, Mas?!" Kesal Nana.
"Tidak baik begitu dengan saudara sendiri, Nana! Biar bagai mana pun dia adalah adik mu, Hanya saja nasib mu lebih beruntung karena di lahirkan cantik." Dani adalah bodyguard sekaligus sepupu untuk Nana itu berani menasehati.
"Salah dia lah kenapa tidak di lahirkan cantik." Nana tetap saja sengit.
"Memang nya dulu kamu minta saat di lahirkan cantik begini? Tidak ada manusia yang mau di lahirkan jelek, Na." Dani memang sangat sabar menghadapi Nana.
Gadis ini hanya memutar bola mata nya malas karena Dani terkesan membela Nani, Padahal gadis itu jelek dan tak pantas mendapatkan pembelaan. Kesal sekali rasa nya hati Nana karena masih saja ada orang yang mau membela adik nya, Ketika sedang menggeram marah begini. Nana kembali merasakan nyeri pada payudar* nya yang montok berisi, Dani pura pura tidak melihat saat Nana menggosok nya dengan tangan.
"Aku istirahat saja lah." Nana pun bergegas masuk kedalam rumah.
Nana masuk kedalam kamar sambil mengurut pelan payudar* nya yang montok, Dia merasa nyeri sekali. Agak heran karena tak biasa nya begini, Memang kadang nyeri tapi saat akan datang bulan saja, Sedangkan dia baru lima hari yang lalu usai datang bulan. Maka dia mengabaikan nya saja dan mulai memejamkan mata, Untuk melupakan rasa kesal yang bergelayut dalam hati.
Sedangkan Nani kini sesang berhadapan dengan Ayah nya, Gadis ini menangis sambil menunduk karena merasa sangat tidak adil. Pak Irwin malah mengatakan dia begitu karena iri melihat wajah cantik Nana.
"Aku memang iri melihat nya! Tapi aku iri karena mulut anak mu yang selalu menghina ku." Pekik Nani.
"Jaga bicara ku, Nani!" Bentak Pak Irwin.
"Karena aku jelek? Nana tak perlu menjaga bicara karena dia cantik kan, Pernah kah Ayah peduli dengan perasaan ku yang kerap di hina Nana." Isak Nani perih.
"Astaga!"
Pak Irwin mengusap wajah nya kasar karena sungguh pusing dengan tingkah dua putri nya, Tidak mungkin pula mau membela salah satu di antara mereka. Karena dua dua nya adalah anak dia semua, Pak Irwin pun juga merasakan bagai mana perasaan nya Nani.
"Andai saja aku bisa memilih, Maka lebih baik aku tak ada di dunia ini." Nani berkata pedih dan bergegas pergi.
"Ayah bukan memojokan mu, Nani." Pak Irwin ingin menjelaskan.
"Bela saja anak mu yang cantik, Aku memang tak ada guna nya." Nani menyentak tangan Ayah nya.
Nani masuk kedalam kamar dan memasukan semua baju yang sering ia pakai kedalam koper, Memutuskan akan pergi saja dari rumah ini. Malam ini juga Nani akan pergi agar tak ketahuan oleh Bu Asih, Karena Ibu nya pasti akan sangat histeris bila sampai tahu. Keluarga mereka banyak di kampung ini, Sehingga Nani tak bingung mau pergi kemana, Ada adik Bu Asih yang sangat menyayangi Nani, Karena dia tahu keponakan nya yang kecil kerap di hina oleh yang sulung arogan itu.
"Nani mau kemana malam malam begini?" Dani mengetahui kepergian Nani.
"Pergi!"
"Jangan nekad, biar saja Nana mau bicara apa! Toh kan dia memang orang nya begitu, Kamu yang sabar ya." bujuk Dani.
"Aku tahu kamu sepupu kami, Mas! dan aku juga tahu bahwa kamu adalah laki laki, Pasti kamu bilang aku harus sabar karena kamu membela Nana. Sebab apa? Sebab dia cantik!" Geram Nani.
"Ya allah bukan begitu, Mas juga perhatian sama kamu." Dani berkata jujur.
"Aku tidak kuat lagi, Dari dulu dia selalu menghina ku yang jelek dan hitam ini." Nani mengusap air mata nya yang mendadak jatuh.
"Kamu jangan emosian dong, kasihan Bibi kalau kamu begini." Ujar Dani.
Nani tersenyum kecut karena lagi lagi dia yang selalu di salahkan dan dia yang selalu di minta untuk mengerti, Tak peduli bagai mana hinaan pedas nya Nana yang sangat menusuk jantung. Padahal jadi Nani sangat sakit sekali, Namun orang orang seolah meminta nya untuk selalu mengalah dan menerima saja hinaan dari Nana.
"Jangan hanya bisa menilai ku saja, coba lah berjalan menjadi aku! aku ingin lihat bagai mana kau berjalan di peran ku, sekuat apa kau memang nya." Nani berkata lirih dan menarik koper nya menjauh pergi.
Dani terdiam menatap punggung Nani yang kian menjauh, dua kali helaian nafas dia pun segera mengikuti kemana Nani pergi. Karena ini hari sudah malam, Pasti tak akan aman bila pergi sendirian begini. Ternyata tujuan Nani adalah rumah Bude Las, Bude Las adalah Kakak nya Bu Asih Ibu nya Dani.
"Ya allah, Nak! kamu kena to nduk?!" Bude Las menatap keponakan nya yang menangis.
"Aku mau tinggal sama Bude saja." Nani berkata serak.
"Ayo masuk, wes ojo nangis meneh." Bu Las mengajak Nani masuk.
Melihat Nani sudah masuk kedalam rumah Ibu nya, Dani segera menuju rumah Pak Irwin lagi. Karena dia memang tidur sana, Perhalanan hanya sepuluh menit saja dari rumah Bude Las kerumah nya Nani.