"Bisakah kita segera menikah? Aku hamil." ucap Shea Marlove dengan kegugupan ia berusaha mengatakan hal itu.
Tak ada suara selain hembusan nafas, sampai akhirnya pria itu berani berucap.
"Jangan lahirkan bayinya, lagipula kita masih muda. Aku cukup mencintaimu tanpa perlu hadirnya bayi dalam kehidupan kita. Besok aku temani ke rumah sakit, lalu buang saja bayinya." balas pria dengan nama Aslan Maverick itu.
Seketika itu juga tangan Shea terkepal, bahkan jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelum ia gugup mengatakan soal kehamilannya.
"Bajingan kau Aslan! Ini bayi kita, calon Anak kita!" tegas Shea.
"Ya, tapi aku hanya cukup kau dalam hidupku bukan bayi!" ucapnya. Shea melangkah mundur, ia menjauh dari Aslan.
Mungkin jika ia tak bertemu dengan Aslan maka ia akan baik-baik saja, sayangnya takdir hidupnya cukup jahat. ......
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nagita Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 4
*****
Aslan menginjakan kakinya masuk ke Mansion wanita yang selama ini ia hormati, ia adalah Yumna. Mommy dari Aslan.
Langkahnya terhenti menatap Yumna tengah duduk di ruang santai, tampaknya Yumna begitu senang melihat kedatangan Putranya.
“Aslan.” ucap Yumna sangat senang melihat kedatangan Aslan.
Wanita itu berdiri mendekati Putranya, namun tiba-tiba tangan Aslan menyerahkan sebuah amplop ke tangan Yumna.
“Mommy kenapa jadi begini? Salahnya Shea apa sampai Mommy memperlakukan dia seperti itu? Kenapa Mommy merendahkannya dengan memberi Shea uang, Mom?!” tanya Aslan.
Tatapan Yumna mulai berubah.
“Jadi wanita itu sudah mengatakannya padamu? Apa saja yang diceritakannya hm? Apa dia mengatakan bahwa Mommy melemparkan uangnya ke wajahnya?” tanya Yumna membuat Aslan menggeram.
“Cukup Mom! Shea bukan wanita yang seperti itu.” ucap Aslan.
Yumna menghela nafasnya.
“Sudah ya Aslan! Mommy tak mau berdebat denganmu hanya karena wanita itu! Dia bukan wanita yang pantas untukmu. Jika kau memang menginginkan wanita maka carilah yang sepadan, jangan perempuan rendahan seperti dia.” ucap Yumna.
Aslan menggeleng tak percaya mendengar ucapan Yumna.
“Mommy, apa seperti ini sifat Mommy selama ini? Mommy juga wanita, bagaimana mungkin Mommy merendahkan harga diri seseorang seperti itu? Bagaimana jika Mommy yang berada di posisi Shea? Apa mommy akan…”
“Itu tak akan pernah terjadi! Karena Mommy bukanlah wanita seperti dia, wanita yang tak punya asal usul dan terlahir sebagai perempuan sembarangan. Dia terlalu biasa untukmu Aslan, dia tak cocok untukmu! Menyerah saja dan jangan pernah membujuk Mommy.” ucap Yumna.
Aslan mengepalkan kuat tangannya.
“Mom, kenapa Mommy terus membahas hal ini? Aku mencintai Shea, dan aku sangat menyukai kesederhanaannya. Sampai kapanpun hanya Shea yang akan jadi pendampingku. Aku akan bertanggung jawab atas Shea.” ucap Aslan.
“Cukup Aslan! Apa kau akan tetap membela wanita itu dibanding wanita yang sudah melahirkanmu ini hahh?!” tanya Yumna.
Aslan terdiam, ia mendekati Yumna lalu menarik tangan Yumna.
“Sejak dulu aku selalu menghormati Mommy sebagai sosok Ibu yang bijak dalam hidupku, namun aku tak pernah menyangka jika Mommy mampu mengeluarkan kata-kata jahat seperti ini. Mom, sampai kapanpun aku akan mempertahankan hubunganku dengan Shea.” ucap Aslan.
Yumna menarik tangannya dari Aslan.
“Kalau begitu Mommy bisa membuat kalian tak bersama! Aslan dengar Mommy, jangan pernah merusak nama baik keluarga hanya karena seorang wanita karena begitulah Mommy menjalani hidup. Kau tak bisa melawan maunya Mommy dan sekarang Mommy tak mau berdebat lebih panjang denganmu.” ucap Yumna.
Yumna akan pergi, namun sebelum pergi ia berucap pada Aslan.
“Besok datanglah ke rumah sakit, lakukan pemeriksaan keseluruhan atas tubuhmu. Mommy akan mencarikan wanita yang pas buatmu.” ucap Yumna lalu pergi.
Mendengar ucapan Yumna membuat Aslan mengusap wajahnya frustasi.
‘Shea, sampai kapanpun aku akan tetap mencintaimu, aku akan memperjuangkan hubungan kita.’ ucap Aslan membatin.
***
Tiga hari telah berlalu.
Aslan benar-benar tak berkunjung ke Apartemen Shea bahkan pria itu tampaknya berhenti mengirimkan pesan apa lagi menelpon Shea seperti biasanya.
Shea tak bohong kalau ia sangat merindukan pria itu, namun apa yang bisa Shea lakukan? Kenyataan dalam hidupnya terlalu membuat ia sadar bahwa dirinya dan Aslan seperti langit dan bumi. Mereka tak akan pernah bersatu, walaupun mereka mau.
Hari itu tepat sekali akhir pekan dan Shea memilih untuk berdiam diri di kamarnya, ponsel Shea bergetar ada panggilan yang berasal dari Jane.
Terlalu berharap jika saat ini Shea menginginkan Aslan menelponnya padahal ia sudah meminta hubungan Aslan dan ia berakhir.
Shea segera mengangkat panggilan yang berasal dari Jane, suara Jane begitu bersemangat.
“Shea maukah jalan-jalan bersamaku? Hari ini akhir pekan sedangkan aku merasa bosan, apa kau mau?” tanya Jane.
Shea menoleh pada jam yang masih menunjukkan 09.00 pagi.
“Memangnya kemana kita harus pergi jalan-jalan?” tanya Shea.
“Kemanapun. Aku akan menjemputmu jika kau mau.” ucap Jane.
Setelah cukup berpikir akhirnya Shea setuju, alih-alih semangatnya terus hilang kini Shea memulai untuk bisa mengalihkan pikirannya tentang hubungan ia dan Aslan dengan pergi jalan-jalan.
“Hmm baiklah, aku akan segera bersiap, kabari aku jika kau sudah sampai.” ucap Shea.
“Baiklah Shea.” balas Jane.
Panggilan itu berakhir, Shea segera membersihkan dirinya lalu berpakaian.
***
Taman yang cukup luas menjadi tempat Shea dan Jane berada.
“Shea kau harus tahu bahwa di kantor orang yang paling dekat denganku hanya kau. Aku adalah orang yang sangat sulit bergaul, apalagi lingkungan kantor kita seperti itu. Kau tahu sendirikan bagaimana mereka semua acuh, jujurnya aku bosan.” ucap Jane membuat Shea tersenyum.
“Aku tak berpikir sampai kesana, lagipula temanku bicara dan makan siang juga hanya kau.” balas Shea.
Tampak keduanya duduk sambil makan popcorn juga es americano.
“Tapi Shea, beberapa hari ini kau terlihat pucat. Sebenarnya apa kau sakit?” tanya Jane.
Shea pun merasakan hal itu, tubuhnya sedikit tak enak ditambah perutnya terkadang mual.
“Kau tak ingin periksa ke rumah sakit?” tanya Jane lagi.
Beberapa detik setelahnya Shea terkejut sendiri.
Ya, dia sudah telat bahkan ia tak lupa kalau sering melakukan itu namun yang terakhir Aslan melupakan pengamannya saat mereka berhubungan.
“Shea.” panggil Jane.
Shea segera bangkit berdiri.
“Jane, apa yang akan wanita rasakan kalau dia sedang hamil?” tanya Shea.
“Ya?!” kaget Jane.
Shea terdiam setelahnya.
**
Satu jam berlalu…
Shea dan Jane sudah berada di Apartemen milik Shea, perlahan Shea keluar dari kamar mandinya membuat Jane langsung mendekat.
“Bagaimana? Ada berapa garis pada alatnya?” tanya Jane penasaran.
Shea menunjukkannya pada Jane membuat Jane menutup mulutnya kaget.
“Shea… kau hamil.” ucap Jane.
Shea tahu itu, ia benar-benar tak tahu lagi harus apa. Tapi yang pasti hubungan ia dan Aslan sudah berakhir.
“Shea jangan diam saja, bayi siapa yang kau kandung itu? Katakan padaku, tidak mungkin kau hamil seorang diri. Shea, apa pria waktu itu adalah kekasihmu? Maksudku kenapa kau sampai hamil, ah Shea hanya saja kau…”
“Hubungan kami sudah berakhir.” ucap Shea dengan nada lemah.
“APA SHEA?!” Kaget Jane.
Shea menganggukkan kepalanya, tatapan Jane masih tajam sampai ia merangkul kedua bahu Shea.
“Shea, jangan gila! Tidak mungkin kau membesarkan bayi yang kau kandung seorang diri. Katakan pada pria itu bahwa kau…”
“Aslan Maverick, pria itu adalah dia.” ucap Shea.
Lagi-lagi Jane terkejut.
Mata Jane membulat sempurna, jelas seluruh orang juga tahu siapa pria dengan nama Aslan Maverick dan rasanya sungguh mengejutkan kalau pria itu malah memiliki kekasih perempuan yang berasal dari orang biasa.
“Apa kau tak percaya? Sudahlah, memang nyatanya kami tak cocok. Aku tak pantas buat dia.” ucap Shea.
Jane menggeleng dengan cepat.
“Enak saja begitu! Dia harus tahu kalau kau sedang mengandung bayi dari dia!” tegas Jane.
“Jane, ini rumit dan aku…”
Tiba-tiba bel malah berbunyi.
“Siapa?” tanya Jane.
“Apa mungkin dia? Kalau memang iya maka aku akan mengatakan bahwa dia harus bertanggung jawab atas bayimu Shea dan dia…”
“Jane, masuklah ke kamarku. Aku akan bicara dengannya kalau memang dia yang datang.” ucap Shea.
Jane menghela nafasnya.
“Hmm, katakan padanya sejujurnya Shea. Dia harus bertanggung jawab atasmu.” ucap Jane, setelahnya ia masuk ke arah kamar Shea.
Perlahan Shea melangkah, alat tes kehamilan itu masih ia genggam ditangannya.
~Ceklek~
Pintu terbuka menampilkan Aslan di depan sana, tatapan pria itu menyiratkan kerinduan pada Shea.
“Sayang, aku…”
“Masuklah.” ucap Shea.
Aslan langsung masuk ke Apartemen Shea, saat ini tangan Shea berada di belakang tubuhnya menyembunyikan alat itu.
Tak lama setelahnya Aslan memeluk Shea dengan erat.
“Aku merindukanmu Shea, sungguh.” ucap Aslan.
Shea memilih diam namun tak juga menolak pelukan itu. Pikirannya benar-benar terguncang atas fakta kehamilannya
‘Apa responmu Aslan, jika kau tahu bahwa aku hamil?’ ucap Shea membantin.
“Aku benar-benar merindukanmu Shea, maafkan aku tak memberimu kabar beberapa hari ini. Hanya saja pikiranku terlalu kacau.” ucap Aslan lagi.
Bersambung…