NovelToon NovelToon
Black Parade

Black Parade

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Identitas Tersembunyi / Kutukan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Dendam Kesumat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sad Rocinante

Nb : konten sensitif untuk usia 18 tahun ke atas !

Parade Hitam, wabah Menari.
Kisah kelam dalam hidup dan musik.
Tentang hati seorang anak manusia,
mencintai tapi membenci diri sendiri.
Sebuah kisah gambaran dunia yang berantakan ketika adanya larangan akan musik dan terjadinya wabah menari yang menewaskan banyak orang.

------------------------------------------------

Menceritakan tentang Psikopat Bisu yg mampu merasakan bentuk, aroma, bahkan rasa dari suatu bunyi maupun suara.

Dia adalah pribadi yang sangat mencintai musik, mencintai suara kerikil bergesekan, kayu terbakar, angin berhembus, air tenang, bahkan tembok bangunan tua.

Namun, sangat membenci satu hal.
Yaitu, "SUARA UMAT MANUSIA"

------------------------------------------------

Apa kau tahu usus Manusia bisa menghasilkan suara?
Apa kau tahu kulitnya bisa jadi seni indah?
Apa kau tahu rasa manis dari lemak dan ototnya?
Apa kau tahu yang belum kau tahu?
Hahahaha...

Apakah kau tetap mau menari bersamaku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sad Rocinante, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian I - My Sweet Angel II

***

Namun, walaupun begitu kotor dan menjijikkan makanan yang dia makan, dia tetap dengan lapang dada memakannya, membuang jauh-jauh kemampuan mengecap lidahnya, dia tidak perduli rasanya, aroma bau dari kulit ataupun kotoran ternak tak mampu menahannya, dia tidak menghiraukan berapa kali dia menahan rasa ingin muntahnya.

Semua itu dia lakukan dengan bahagia asalkan putri yang sangat dia sayangi tidak tertidur sembari menahan sakit perut karena kelaparan lagi, dia sudah sangat kenyang dengan hal itu. Ibu, begitulah kita menamainya.

Waktu istirahat telah selesai, ditandai oleh suara keras dari lonceng pabrik. Naisah segera kembali bekerja sambil mengunyah makanan yang belum sempat dia telan karena saking terburu-buru kembali ke tugasnya, karena jika ada pekerja yang terlambat atau meninggalkan pekerjaan, maka dia akan dihukum dengan cara tidak memberikan upah sepeserpun untuk hari ini, hal inilah yang membuat semua pekerja dengan terpaksa harus selalu bekerja, tidak ada yang bisa membantu mereka kecuali diri mereka sendiri.

Waktu terus berjalan, detik demi detik, dan jam demi jam berlalu, matahari mulai tenggelam meninggalkan keagungannya, keagungan yang menyisakan kesunyian dan kehampaan.

Tangg ...

Tengg ...

Tanggg ....

Lonceng raksasa pun berdentang, pertanda kerja paksa hari ini telah berakhir dan semua budak diperbolehkan untuk pulang.

Mendengar lonceng tersebut, Naisah segera melemparkan apapun yang ada dalam genggamannya dan langsung berlari kearah hutan tempat dimana dia menitipkan putri manisnya.

Dia meyakini bahwa saat ini malaikat kecilnya sedang duduk di atas jendela sambil bernyanyi pelan, dia bahkan telah tahu pasti lagu apa yang akan putri manisnya nyanyikan setelah matahari tenggelam, semakin dia mengingatnya semakin pula dia berlari sekencang-kencangnya karena dia sangat tidak ingin ketinggalan orkestra suci dari surga ini.

Selama perjalanan dia tidak akan menghiraukan apapun yang ada di depannya dan apa yang sedang dia pijak di bawah kakinya, dia akan menerjang apapun itu asalkan dia berada di kursi paling depan pertunjukan indah itu.

Sesampainya di depan rumah pohon, dia akan menaiki tangga-tangganya dengan berlahan agar Saroh putri nya tidak tersadar dan langsung memeluknya, dia hanya akan berdiri di sana sabar menunggu orkestra suci ini akan segera dimulai sembari dia sesekali melihat kearah matahari terbenam yang diapit oleh dua bukit, satu bukitnya ditumbuhi banyak pohon sedangkan bukit yang lain hanya bukit batu raksasa saja, tidak ada satu jenis pun tanaman yang dapat tumbuh di bukit batu ini kecuali lumut-lumut liar saja.

Begitu bahagia dia menunggu sampai matahari telah tenggelam setengahnya di antara ke dua gunung tersebut, dan setelah hal itu pun terjadi, ketika matahari telah meninggalkan kehangatan bagi mereka berdua,sang malaikat kecil pun bernyanyi dengan indahnya, tulus dan ikhlas dari hatinya yang putih bersih, polos.

Seketika Naisah yang mendengarkannya akan merasa bagaikan di surga, dia hanya bisa terduduk lemas menikmati pertunjukan ini sembari ikut bernyanyi di dalam hatinya, semua lirik-lirik indah itu telah terukir dan terlukis sangat indah dalam hatinya. Di antara batas siang dan malam yang suram, mereka bernyanyi bersama.

"Di bawah langit yang rendah, di atas pohon yang tinggi, ku ingin menangkap mu, ku belai dan ciumi mu, menari pelan bersamamu.

Kau bersinar terangi ku, kau tinggalkan aku sendiri dengan senyum hangat mu yang ciumi ku penuh rindu.

Kutahu kau pergi agar esok ada dirimu yang kutunggu, sinari ku dan ciumi ku penuh rindu."

Matahari pun tenggelam dan malam hari datang tanpa diundang, Naisah segera menghapus air matanya, menjangkau lampu kaca berbahan bakar minyak tanah yang tergantung di bawah rumah pohonnya. Ia menggantungnya disana karena merasa benda itu berbahaya jika ada di dalam rumah.

Dengan korek api dari kantongnya, lampu menyala dalam malam. Naisah membuka pintu rumah pohon dengan pelan agar Saroh tidak terkejut.

Saroh yang melihat ibunya pun melompat dari jendela dan memeluk ibunya dengan sangat erat karena malam itu cukup menakutkan bagi anak sekecil dia.

"Aku telah menunggumu begitu lama, Ibu. Aku mencintaimu, aku tidak butuh matahari untuk bermain, aku hanya membutuhkanmu."

Mendengar kata-kata putrinya ini, untuk kesekian kalinya Naisah hanya bisa membalas dengan anggukan, senyuman, pelukan, dan ciuman hangat penuh cinta yang tulus dan suci melebihi ribuan lagu dan roman.

Naisah telah puas mendapati berlian mungilnya dalam keadaan baik-baik saja, ia pun duduk membelakangi Saroh dan menepuk-nepuk bahunya sebagai isyarat agar Saroh naik ke atas gendongannya.

Penuh rasa bahagia Saroh tersenyum dan melompat ke gendongan hangat ibunya, gendongan seorang wanita rapuh yang lebih nyaman dari bantal bulu domba ataupun kain sutra, gendongan wanita kurus yang dapat membawanya ke alam mimpi, jauh semakin jauh kedalam kehangatan jiwa yang berjalan dalam dinginnya malam.

Di perjalanan pulang, sesekali Saroh yang sudah mengantuk bertanya kepada ibunya.

"Ibu, kenapa ayah selalu memukuliku kalau aku bernyanyi? Apakah laki-laki membenci nyanyian ibu? Apakah ada benda yang belum pernah kulihat ibu? Apakah ada suara yang belum pernah kudengar?" Dia selalu bertanya akan hal yang belum dia tahu sampai dia lelah dan tertidur dalam gendongan.

Melalui perjalanan yang dingin, akhirnya mereka sampai di rumah. Naisah mengintip jendela dan membuka pintu serta masuk pelan-pelan kedalam rumah agar suaminya yang pastinya sedang mabuk tidak menyadari kepulangan mereka.

Jika sampai suaminya tahu, maka dia akan memukuli mereka meski tanpa alasan. Naisah sama sekali tidak ingin akan hal itu, dia tidak sudi jika tangan kotor suaminya sampai menyakiti malaikat kecilnya.

Melalui dinding-dinding, mengintip pelan ke arah kursi, suaminya tertidur saking mabuknya.

Yakin bahwa suaminya memang benar-benar tertidur dan tidak menyadari mereka, Naisah memberanikan diri berjalan mengendap-endap mengantarkan putrinya ke kamar mereka, meletakkannya pelan di atas tempat tidur dan menyelimutinya dengan hati-hati agar Saroh tidak kedinginan, yang terpenting tidak terbangun serta bersuara.

Sungguh pelan dia mengendap-endap berjalan ke arah dapur, menyiapkan bahan-bahan makanan untuk memasak bubur gandum dan sayur. Mengambil roti dari lemari penyimpanan, roti yang keras dan sedikit banyaknya telah berjamur.

Hati-hati dia menguliti bagian luar roti itu untuk membuang bagian berjamurnya, menyalakan tungku api untuk memasak bubur gandum.

Sigap dan pelan memotong-motong sayuran, memasukkannya ke dalam bubur yang dia masak, memasukkan sedikit garam dan madu agar rasanya tidak terlalu hambar dan bisa dimakan.

Bubur yang telah matang, disiapkan setengah untuk suaminya, sisanya untuk dia dan putrinya. Memindahkannya ke dalam dua mangkok, satu mangkok besar diletakkan di atas meja depan suaminya—pelan tanpa suara, mangkok lainnya ia bawa ke kamar untuk dimakan bersama putrinya.

Di depan tempat tidur Naisah menunduk, membangunkan putrinya dengan pelan, berbisik, "Ssstttt ...." Agar Saroh tidak bersuara.

Saroh yang mengetahui alasannya pun akan duduk dengan pelan dan hati-hati agar tempat tidur tua nya tidak bersuara.

Penuh kasih sayang Naisah menyuapi bubur kepada Saroh, meniupnya pelan memberikan setiap sendoknya dengan cinta dan kekaguman, tanpa henti rasa cintanya semakin bertambah dan semakin besar, melihat putrinya melahap setiap sendok yang dia berikan dan memakannya dengan senyuman, telah membuatnya kembali hidup dan bersyukur kepada Tuhan bahwa dia diberi kesempatan mencintai seseorang yang suci seperti putrinya.

Namun, suara ayahnya yang sudah terbangun dan menyantap makanan didepannya dengan rakus mulai terdengar. Naisah dan Saroh terburu-buru menyantap makanannya yang masih hangat, terpaksa-dipaksakan.

Melihat wajah ibunya yang sedang menahan kepanasan di mulut membuat Saroh tersenyum menahan tawa, ibunya yang tahu bahwa dia sedang ditertawai pun ikut tertawa tanpa suara dan menutup bibirnya dengan jari telunjuk sambil berbisik, "Ssttt ...!" Saroh yang juga menahan tawa pun menunduk merasa bahagia mengiyakan permintaan ibunya.

Bahagia yang sederhana, atau sederhana yang bahagia? Mereka tidak perduli.

Bubur telah habis, mereka berdua menutupi diri dengan selimut dan pura-pura tertidur, didalam selimut mereka saling berpelukan sembari mengunyah roti yang masih belum mereka habiskan sambil sesekali saling berbalas senyum sampai dinginnya malam membawa mereka terlelap dalam mimpi indah.

Sedangkan ayahnya yang telah selesai makan melemparkan mangkoknya sembarangan, berjalan sempoyongan ke arah kamar untuk memastikan istrinya telah tertidur atau belum.

Jika dia sudah melihat mereka berdua di kamar dan sudah tertidur, dia hanya akan mengoceh tidak jelas dan memukuli kepalanya ke dinding sambil tertawa. Ketika perutnya tidak tahan lagi akan banyaknya alkohol yang telah dia minum, dia akan memuntahkan kembali semua makanan yang baru dia makan keluar jendela rumahnya. Sungguh pria yang sangat merepotkan.

Begitulah keseharian hidup keluarga ini, tidak jauh berbeda dengan kondisi keluarga penduduk yang lain.

Namun, satu hal yang tetap membuat Naisah kuat menjalaninya, meski dunia menjadi neraka, setiap orang yang memiliki cinta dalam hatinya akan tetap berjuang hidup demi mereka yang dicintainya.

***

1
Sulis Tiani Lubis
negeri yang dibalik?
SAD MASQUITO: gimana? hahaha
total 1 replies
L'oreal ia
jadi bacaan cewek cocok, apalagi cowok.
pokoknya netral dah, baru kali ini ketemu novel klasik kayak novel terjemahan aja
Gregorius
thor, Lo gila kayak pas nulis ini
Anonymous
lupa waktu jadinya
hopitt
alur cerita penuh warna, tidak monoton, naik turun kayak mood gw wkwk
Kyo Miyamizu
cerita ini bikin segala macam perasaan muncul, dari senang sampai sedih. Gila!
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
total 2 replies
AmanteDelYaoi:3
Mendebarkan! 😮
SAD MASQUITO: terimakasih banyak, kakak pembaca pertama saya, akan saya ingat.
izin screenshot ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!