No time for love.
Tidak ada cinta dalam hidupnya. Itu yang ditetapkan oleh Karen selama ini. Ia tidak ingin jatuh cinta untuk kedua kalinya, cukup ia merasakan sakitnya jatuh cinta sekali saja dalam hidupnya. Karen tidak ingin kembali merasakan perasaan yang sudah susah payah ia kubur dalam-dalam.
Namun, semuanya berjalan tidak sesuai keinginannya. Ketika Eros yang awalnya tidak pernah meliriknya sama sekali menjadi agresif selalu mengganggu hari-harinya yang tenang. Cowok itu datang dengan sejuta rahasia yang membuat Karen merasa ini bukan pertanda baik. Eros mengatakan jika cowok itu menyukainya, memaksanya untuk menjadi kekasih cowok itu. Tetapi, karena prinsip Karen yang tidak ingin jatuh cinta lagi. Karen dengan keras menolaknya, bahkan tidak segan untuk mengucapkan kata-kata hinaan untuk Eros.
Eros tidal nyerah juga, cowok itu tetap memaksa Karen untuk menjadi pacarnya. Apakah Karen menerima Eros? Atau justru terus-menerus menolak Eros? Lalu, apa yang terjadi pada masa lalu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dezzweet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 011 PESAN MISTERIUS
"Sayang, kamu beneran baik-baik aja?" Itu pertanyaan Gretta untuk kesekian kalinya, Karen saja sudah lelah untuk menjawab pertanyaan Mami-nya yang super cerewet itu.
"Aku baik-baik aja, Mi. Mami gak liat sekarang aku udah bisa makan brownies dengan tenang." Karen kembali memasukan satu potong brownies yang sudah dipotong-potong oleh Gretta ke dalam mulutnya.
Gretta menghela nafas pelan, wanita itu tersenyum lembut pada putrinya. "Oke, Mami percaya kalo kamu baik-baik aja. Tapi, kalo ada apa-apa jujur sama Mami."
Gretta mendengar cerita yang terjadi di sekolah, dari mulai aksi gila Daren sampai Karen yang sempat mengalami panic attack. Putrinya mencoba bersikap biasa saja, dan bertingkah seolah gadis itu baik-baik saja. Semakin membuat dirinya khawatir luar biasa, Karen tidak pernah mau jujur. Gadis itu hanya memendam semuanya sendiri.
"Iya, Mami," jawab Karen greget sendiri. Tadi kedua Kakaknya, Papinya, terus sahabatnya, sekarang Maminya. Setelah ini siapa lagi yang mengkhawatirkan dirinya lagi?
"Sana, masuk kamar. Cuci kaki, sikat gigi, terus tidur," kata Gretta membuat Karen tertawa.
"Ini masih siang, Mi." Tawa Karen mengudara, membuat Gretta ikut tertawa. Padahal tidak ada yang lucu, tapi melihat putri kesayangannya ini tertawa ia juga ikut merasa senang.
"Ya, gak papa. Tidur siang namanya." Gretta tak mau kalah, ia masih memberi jawaban pada putrinya.
"Terserah, Mami aja lah." Karen berlari kecil menaiki tangga untuk menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
"Hati-hati, sayang. Nanti kamu jatuh," teriak Gretta memperingati putrinya yang menaiki tangga dengan sedikit berlari. Tapi peringatannya tidak digubris oleh gadis itu, Karen tetap berlari sampai memasuki kamarnya yang terlihat dari bawah.
Setelahnya Gretta menghela nafas gusar, wanita itu menyuruh seorang pelayan yang sedari tadi berdiri di dekatnya untuk memanggil Daren untuk menemuinya. Tidak lama, putranya datang dengan langkah tergesa-gesa. Daren menatap Maminya dengan datar, tapi tersirat ketakutan dikedua bola matanya. Ia tahu Maminya pasti akan memarahinya perihal kejadian pagi tadi yang hampir membahayakan Karen.
"Duduk," titah Gretta dengan intonasi datar.
Daren segera menuruti keinginan wanita yang melahirkannya itu.
"Mami, aku minta maaf," ucap Daren tanpa menunggu lama lagi. Ia tahu letak kesalahannya.
"Kenapa minta maaf ke Mami? Minta maaf ke adik kamu." balas Gretta datar.
Daren menunduk kepalanya menatap lantai marmer yang dipijaknya.
"Makasih, nak."
Daren sontak terkejut dengan ucapan yang keluar dari Mami-nya. Ia tidak salah dengar? Untuk apa Mami-nya berterimakasih padanya? Bukannya seharusnya marah karena sudah membuat trauma Karen kambuh?
"Terimakasih, kalo kejadian kamu nekat nabrak gerbang sekolah gak pernah terjadi. Mami gak bakal tahu kalo trauma adik kamu belum bener-bener sembuh." Sorot kesedihan terlihat sangat jelas dikedua bola mata wanita yang umurnya sudah tidak muda lagi.
Daren tertegun mendengar perkataan Gretta. Benar, selama ini ia dan keluarganya mengira trauma Karen sudah sembuh. Namun, kenyataannya gadis itu masih mengalami panic attack seperti tadi. Apakah selama ini adiknya sering mengalami panic attack tanpa sepengetahuan ia dan keluarganya ataupun orang sekitar?
"Mami...," Daren tidak berani melanjutkan perkataannya, tapi melihat Gretta mengangguk lemah membuat kedua tangannya reflek terkepal.
"Dia sering ngalamin panic attack selama ini, tapi adik kamu cuma diam. Dia gak cerita apapun sama kita, dia nyembunyiin semua itu sangat rapi," jelas Gretta dengan sedih.
"Mami tau dari mana?" tanya Daren cepat.
"CCTV yang ada di kamar Karen." Bukan Gretta yang menjawab, melainkan si pendiam Darell yang kini melangkah menghampiri mereka.
Daren mendelik pada kembarannya, begitupun dengan Gretta yang cukup terkejut. Tadi ia mengecek rekaman CCTV di kamar Karen berdua dengan Kenan. Lalu, dari mana Darell tahu?
"Lo tau?"
Darell menggeleng. "Just feeling."
Gretta menatap lekat pada putranya. Darell anaknya pendiam. Darell selalu menjadi pengamat dalam setiap kejadian, sudah pasti selama ini putra keduanya memperhatikan sikap aneh adiknya. Dan baru menyadarinya hari ini.
***
08xxxxxxxxxx
[Gw ddpn]
Karen membaca pesan singkat dari nomer asing dengan kernyitan di dahi.
"Siapa? Didepan mana, anjir? Gak jelas banget nih orang!" gumam Karen kesal. Ia mengetikan sebuah balasan untuk menuruti rasa penasarannya. Namun, setelah tersadar dari kebodohannya Karen buru-buru menghapus dan keluar dari room chat dengan nomer tidak dikenal itu.
"Bodo amat lah! Paling juga orang iseng." Karen menggedikan bahunya tak peduli, ia sudah sering mendapatkan pesan dari orang asing yang meminta save nomer dengannya. Namun, tidak ada yang ia respon dengan alasan malas.
Karen berjalan menuju kasurnya, dan merebahkan tubuhnya di sana. Kemudian gadis itu bangkit saat rasa penasaran terhadap nomor tidak dikenal yang tiba-tiba mengirim pesan malam-malam seperti ini.
"Siapa, sih, anjing? Dosa dia bakal nambah bikin anak orang penasaran setengah mampus." Karen mencak-mencak seorang diri di dalam kamar, gadis itu mengambil kembali ponselnya yang ia lempar di kasur. Menatap lamat-lamat nomer tidak dikenal itu, memperhatikannya dengan baik takut-takut ia mengenal nomor asing tersebut. Sialnya, foto profilnya kosong sepertinya orang itu memang sengaja membuat dirinya penasaran setengah mampus seperti ini.
Karen membuka pintu balkon kamarnya, berjalan keluar dari kamar dan berdiri di pagar pembatas balkon. Udara dingin langsung menusuk kulit Karen, membuat gadis itu cukup merinding karena dinginnya angin malam. Karen membuka kembali ponselnya saat sebuah notif pesan masuk ke dalam ponselnya.
08xxxxxxxxxx
[Msk, dngn]
"Hah? Dia ngetik apaan, anjir? Dasar gak jelas!" Karen semakin kesal membaca pesan singkat yang dikirim nomor yang sama yang membuat Karen kesal malam ini.
"Ajab mungkin, gue sering chatting ke orang pake singkatan kaya gini." Dan malam ini dirinya mendapatkan pesan pake singkatan planet. "Karma nyata banget, njir."
Dengan dongkol ia membalas pesan nomor tidak dikenal itu. Ingat, ya, semua karena rasa penasarannya yang menggebu-gebu ia harus menurunkan egonya. Padahal selama ini ia bukan orang yang kepo seperti Seyra, dan juga ia bukan orang yang suka balas pesan dari nomor asing seperti ini.
"Huwa! Gue udah bener-bener ketularan Seyra!" pekik Karen saat berhasil mengirim balasan singkat dengan '?' saja. Tetap, saja ia Karen dengan gengsi setinggi langit.
Ia kembali fokus saat nomor itu sedang mengetikan balasan untuknya.
08xxxxxxxxxx
[Msk kmr. Dngn, ntr lo skt]
"Sialan! Gue sumpahin hidup dia singkat, sesingkat typingnya." Mulutnya sudah tidak tahan untuk menyumpah serapahi orang disebrang sana.
"Tunggu, maksud dia nyuruh gue masuk kamar karena dingin?" Ia baru mengerti pesan singkatan tersebut. "Goblok banget gue. Padahal gue sering pake ginian kalo chatting sama orang."
Aneh, kenapa dirinya bisa bodoh seperti ini? Sudahlah itu tidak penting yang terpenting sekarang. Kenapa orang sok misterius ini bisa tahu kalo ia sedang berada di luar kamar? Berarti orang itu ada di sekitar sini. Tapi, di mana? Dan siapa?
Karen menyapu pandang ke bawah, menatap gerbang hitam yang tertutup rapat dan dijaga oleh satpam yang bekerja di rumahnya selama dua puluh empat jam. Lalu beralih menatap sebrang rumahnya yang terdapat sebuah mobil berhenti dan matanya menangkap keberadaan seseorang yang berdiri di samping mobil tengah menatap tepat pada balkon kamarnya. Shit, ia tidak bisa melihat dengan jelas seseorang itu karena pencahayaan yang minim.
mampir juga ya ke novel pertamaku, mari kita saling mendukung sesama penulis baru🤗🌷