sudah jatuh tertimpa tangga, itulah istilah yang tepat bagi nasib Ridho seorang pemuda miskin.
Baru beberapa hari di tinggal mati ayah nya Intan sang kekasih memutuskan hubungan cinta mereka, dan memilih kawin dengan pemuda kaya dari kota.
Dalam kehancuran hati nya, Ridho pergi ke kota, membawa peruntungan nasib nya.
Di kota, takdir membawa nya harus menikahi Anastasya seorang dara cantik, namun sangat angkuh dan arogan.
Anastasya yang tidak menyukai Ridho, berusaha menyingkirkan pemuda itu dari kehidupan nya.
Disaat hati Ridho mulai putus asa, muncul Rita yang memberi nya semangat hidup dan bangkit kembali.
Namun di saat Ridho dan Rita mulai akrab, justru benih cinta mulai bersemi di hati Anastasya.
Bagai mana Ridho mengatasi kedua nya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenyataan Terpilu.
Malam itu Ridho dan Guntur menikmati bakso plus di warung bakso bang Hendro.
Belum lagi bakso itu habis dimakan Ridho, tiba tiba terdengar suara wanita yang sedang masuk ke warung bakso itu sambil bercanda.
Wanita itu bergelayutan ditangan seorang pemuda, sambil sesekali tertawa manja, layak nya gadis yang tengah kasmaran.
Laksana tersambar petir, Ridho menatap muda mudi yang baru masuk kedalam warung bakso itu.
Intan yang masih belum melihat keberadaan Ridho, memeluk tangan kanan pemuda itu sambil merengek manja.
"Yang!, bakso ku pakai tertelan yang banyak ya yang" terdengar rengekan manja dari mulut Intan sambil bergelayut manja di tangan kanan pemuda itu.
Saat mata intan dan mata Ridho bertatapan, sekilas nampak intan terkejut sekali.
"I… Intan?, kau bilang sakit, kepala pusing, ternyata… Kau berdusta Intan, kenapa tidak jujur saja?" suara Ridho tercekat di kerongkongan nya.
Hanya sekilas saja Intan terkejut, dia sudah bisa mengendalikan diri nya kembali.
"Maafkan aku Ridho!, hubungan kita berakhir sudah, sebentar lagi aku akan menikah, ini Rudy calon suami ku!" Intan memperkenalkan pemuda kota yang konon katanya anak orang kaya itu.
"Duarrr!" ....
Petir menyambar didalam hati Ridho, satu persatu bintang dilangit terasa berjatuhan.
"Kau tega Intan, kau tega sekali!" hanya itu saja yang terucap dari mulut Ridho.
Hati nya semakin terasa perih tatkala melihat senyum mengejek tersungging di wajah Rudy.
Tanpa kata kata lagi, Ridho keluar dari warung bakso itu dengan langkah lesu dan wajah tertunduk.
"Tur!, susul dia Tur!, ya Allah, ujian apa lagi yang kau timpakan pada anak baik itu, kuatkan hati nya ya Allah" bang Hendro serasa turut merasakan kesedihan dan kekecewaan hati Ridho.
"Bang!, nanti saya bayar ya, saya buru buru" kata Guntur sambil berlari keluar menyusul Ridho.
"Iya ya, cepat sana!" suara bang Hendro serak.
Guntur segera berlari menyusul Ridho yang berjalan cepat kearah dermaga.
Melihat itu, semakin khawatir hati Guntur.
"Do!, Ridho!, tunggu aku Do!" teriakan Guntur tak di hiraukan Ridho, atau mungkin dia tidak mendengarkan nya.
Ridho duduk di tepi dermaga menatap hampa kearah sungai yang melihat klotok perahu bermesin, berlalu lalang.
"Do!, kau tidak apa apa kan Do?" tanya Guntur sambil menghempaskan pantat nya ke lantai dermaga yang terbuat dari papan kayu Ulin itu.
Tidak ada reaksi apapun dari Ridho, seakan anak muda itu tidak mendengarkan nya.
"Plak!" ....
"Ridho!" ....
Teriak Guntur di telinga Ridho sambil menepuk pundak sahabat nya itu.
"Aduuuuuuh, sakit bodoh!" umpat Ridho kesakitan, pundak nya di tepuk Guntur terlalu keras.
"Alhamdulillah ya Allah!" ucap Guntur menyapu wajah nya dengan kedua telapak tangan nya, lalu menghempaskan pantat nya di lantai dermaga di samping Ridho.
"Tur!, aku tidak kuat lagi Tur!, seberat inikah beban ku?" terdengar suara Ridho parau.
"Kau kuat Do!, kau pasti kuat, aku tahu siapa diri mu, jangan ucapkan itu lagi Do, atau kau ingin tinju ku mampir ke tubuh mu?" ucap Guntur marah.
"Astagfirullah!, astaghfirullah!, astaghfirullah!" berulang ulang Ridho beristigfar.
"Jangan kecewakan ayah Do, harapan ayah melihat kau kuat menerima deraan ujian hidup ini, kau pasti kuat Do, aku akan selalu ada untuk mu" seru anak muda itu sambil mengguncang bahu sahabat nya itu.
Sudah biasa Guntur memanggil pak Firman dengan panggilan ayah juga, sama seperti Ridho. Karena dia sudah menganggap pak Firman adalah ayah nya.
"Terimakasih Tur!, kau memang sahabat ku, saudara ku, selalu ada untuk menguatkan ku, terimakasih Tur" ucap Ridho tulus.
"Persiapkan diri mu Do, bulan depan ikut aku ke Jakarta, aku tidak bisa meninggalkan mu dalam keadaan masih labil seperti ini!" ucap Guntur menepuk pundak Ridho.
"Terimakasih Tur!, kau sahabat ku, saudara ku" sahut Ridho dengan suara nyaring yang parau.
Guntur memeluk tubuh sahabat nya itu dengan erat, dia sangat khawatir sekali melihat hidup sahabat nya itu. Belum habis satu ujian, datang lagi ujian lain nya.
Ridho mendorong tubuh Guntur, "eh jangan peluk peluk, kalau aku nafsuan, bisa bolong pantat mu nanti" sungut Ridho.
"Eh!, najis!, kau kira aku cowok apa an sih!" sahut Guntur mengomel seperti beo belajar bicara.
Malam itu Guntur menemani Ridho bergadang hingga lewat tengah malam, bercerita tentang masa sekolah mereka.
Kejadian malam itu, segera tersebar keseluruh Kota kecil itu, bahwa Intan sudah putus dengan Ridho, dan sebentar lagi akan menikah dengan pemuda kaya raya dari kota.
Bersamaan dengan kabar itu, terdengar pula kabar lain nya, jika tiga bulan lagi Intan dan Rudy akan melangsungkan pernikahan nya.
Hancur?, ya hancur se hancur hancur nya, itulah kehidupan Ridho, belum sembuh luka karena ditinggalkan ayah nya, yang merupakan kerabat satu satu nya itu, kini harus menghadapi ujian baru.
Setiap habis sholat magrib, ustadz Hidayat memberikan nasihat nasihat kepada Ridho, menguatkan hati anak muda itu.
"Do!, uang tabungan mu di Bank tidak usah di ambil dulu, kau kan menabung di Bank mandiri, nanti disana bila satu waktu memerlukan nya, bisa kau ambil, ini ambil uang ini saja sebagai bekal mu disana, doa' mamang menyertai langkah mu nak" ujar mang Leman menyerahkan uang lima juta pada Ridho, saat itu Ridho dan Guntur bersiap mau berangkat.
"Ini uang apa mang?" tanya Ridho bingung.
"Ini pesangon mu Do, kau sudah ikut mamang hampir dua tahun, banyak prestasi yang kau buat, ini hak mu Do, terimalah, ini buah kerja mu selama ini" kata mang Leman, dia tahu jika dikatakan pemberian, anak muda itu tidak akan menerima nya, makanya dia beralasan pesangon Ridho.
Ridho menyimpan uang itu didalam tas nya, "terimakasih mang, doa kan saya dan Guntur ya mang ya" ....
"Pasti Do, mamang akan selalu mendoakan kalian, jangan lupa sholat ya Do, Tur!, jaga diri baik baik" kata mang Leman dengan mata berkaca kaca.
Hari itu Guntur dan Ridho pergi ke bandara, tidak dengan mang Leman, karena keterbatasan pisik beliau, membuat keadaan itu tidak memungkin kan. Mereka di antar oleh om Salman, adik mang Leman.
Jarak dari Desa Paku ke bandara, hampir seharian dengan naik mobil pribadi milik mang leman yang di kemudikan om Salman.
Mereka harus menginap di penginapan yang dekat dengan bandara dulu selama satu malam, baru ke esokan hari nya lah mereka bisa meneruskan perjalanan dengan pesawat terbang ke Jakarta.
Ternyata di Cengkareng, wa Darmawan, atau wa Wawan kakak dari mang Leman, ayah guntur sudah menunggu kedua orang anak muda itu dengan mobil nya.
Setelah hampir dua jam di jalan, kini Guntur dan Ridho sudah berada di kamar tidur Guntur yang cukup besar itu.
"Bagai mana Do?, kau kerasan disini?" tanya Guntur sambil merebahkan tubuh nya di tempat tidur.
"Betah tidak betah, harus betah Tur!, di kampung juga sudah tidak ada siapa siapa lagi yang kulihat, cuma kenangan pahit semua nya, aku mau memulai dari awal di kota ini" sahut Ridho.
"Syukurlah Do, kalau ada apa apa, bilang sama aku ya Do, kita saudara" kata Guntur.
"Oh iya Tur, Mesjid dimana ya?" tanya Ridho lagi.
"Mana aku tahu Do, nanti kita tanya ayah saja, aku juga baru di tempat ini Do, aku sama seperti kau, buta di kota besar ini" jawab Guntur.
"Gadis yang judes tadi siapa ya Tur?" tanya Ridho penasaran dengan gadis yang tadi menyambut mereka dengan agak judes saat melihat Ridho.
Sebelum menjawab, Guntur tertawa, "oh itu, dia adik ku, nama nya putri, cantik kan Do?" pancing Guntur.
"Hmm, cantik?, iya sih, tapi… " kata kata Ridho tidak di teruskan nya.
"Judes maksud mu?" tanya Guntur menebak.
"He he he he, iya Tur!" .
"Awas!, kau boleh naksir dia, tetapi tidak boleh main mainin dia, dia itu adik aku lho Do".
"Aku tahu Tur, aku tidak berani naksir siapapun, aku cuma mau cari kerja apa saja, yang penting halal, itu saja" jawab Ridho.
Seorang dara cantik tiba tiba masuk ke kamar Guntur.
"Heh kebiasaan, bablas langsung masuk aja, ketuk pintu dong" omel guntur pada adik nya itu.
"Bodo amat!, tuh ayah yang nyuruh, nanti kata nya mau ngajak kakak keluar, mau beliin handphone untuk kakak, di kota ini handphone sangat penting, apalagi kalian orang baru, kalau nyasar bagai mana?" dara itu yang justru mengomel panjang lebar sambil menatap kearah Ridho dengan tatapan agak sinis.
"Iya iyaa!, bawel" sahut Guntur.
...****************...
Saya mending berbayar tapi nyaman bacanya, drpd keseringan iklan seperti ini.