NovelToon NovelToon
My Murid My Jodoh

My Murid My Jodoh

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Beda Usia / Teen School/College / Cinta pada Pandangan Pertama / Terpaksa Menikahi Murid
Popularitas:239.1k
Nilai: 4.9
Nama Author: ils dyzdu

Cinta datang tanpa diundang. Cinta hadir tanpa diminta. Mungkin begitu yang dirasakan oleh Halim saat hatinya mulai menyukai dan mencintai Medina-gadis yang notabene adalah muridnya di sekolah tempat dia mengajar.

Halim merasakan sesuatu yang begitu menggebu untuk segera menikahi gadis itu. Agar Halim tidak mengulangi kesalahannya di masa lalu.

Apakah Halim berhasil mendapatkan hati Medina?
Apakah Medina menerima cinta dari Halim yang merupakan Gurunya sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ils dyzdu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4

2 hari sudah Halim tidak melihat lagi kehadiran gadis itu di sekolah. Entah kenapa, sesak di dadanya semakin terasa saja. Aneh memang. Kenapa dia harus merasakan hal itu. Sedangkan, dia dan gadis itu belum saling kenal.

Jumat sore, Halim baru saja selesai kuliah. Halim tidak langsung pulang ke rumah, niatnya dia akan ke rumah temannya untuk latihan band. Halim jadi gitaris, karena dari kecil dia sudah pintar memainkan alat musik itu.

Halim dan teman-temannya sudah mulai sering latihan dan tampil sejak mereka kuliah dulu.

“Assalammu’alaikum,” ucapnya langsung masuk ke garasi rumah temannya yang sudah disulap seperti dapur rekaman.

“Wa’alaikumsalam. Udah lama gak mampir, Lim?” tanya Bagas sebelum menghisap kuat rokoknya.

Halim meletakkan tas ranselnya di sofa. Dia tersenyum singkat lalu melangkah untuk mengambil gitarnya dan mulai memetik senarnya pelan.

Reno sang empunya rumah masuk dengan membawa beberapa soft drink kaleng di atas nampan dan meletakkannya ke atas meja.

“Gimana mau mampir? Halim 'kan sibuk sekarang jadi PNS! Mana lanjut S2 lagi!” celetuk Reno.

“Wkwk! Iya, gue lupa! Enakan jadi gue emang, buka bengkel sendiri. Mau kabur juga, masih ada anggota.”

Reno memasang wajah mengejek mendengar ucapan Bagas-yang kadang kalau ngomong sombongnya melebihi gedung pencakar langit.

Halim hanya terkekeh. Dia menoleh pada Reno. “Elu dah pulang, Ren? Gak ada ekskul? Biasanya lu ekskul, kan?”

“Sudah. Besok sih jadwalnya. Apalagi yang bisa gue lakuin sebagai Guru horor di sekolah, kalau gak cari tambahan untuk ngelamar anak orang.”

“Honor, Ren! Honor!” celetuk Bagas.

Reno mencebik. “Suka hati gue! Etdaah! Masih mending gue sama Halim masih jalan lurus. Pendidikan guru ya jadi Guru. Lah elu!”

“Preeeetlah!” Bagas memasang wajah masam sambil menekan puntung rokoknya ke asbak.

Halim terkekeh lagi. Diantara mereka bertiga, Cuma dia yang paling jarang bicara. Kalau ada hal lucu yang dibuat kedua temannya, dia hanya ikut tertawa tanpa ikut menimpali.

“Yuk, kita mulai aja. Takut keburu maghrib.” Halim mengalungkan tali gitar itu. Dia mulai memetik lagi senarnya hingga terdengar melodi yang indah.

“Siap, Pak Ustadz,” ucap Bagas dan Reno sambil terkekeh.

“Ren, Renooo!” teriakan melengking seorang wanita samar-samar terdengar.

“Lim, Lim. Berhenti bentar.” Reno menyentuh lengan Halim.

Halim langsung menghentikan kegiatannya. “Ada apa, Ren?”

“Lu gak denger suara Nyai Kun?”

Halim mengernyit. “Nyai Kun? Nyai Kun itu apa?”

“Nyai Kunti,” jawab Reno enteng tanpa dosa.

Halim langsung berdecak. “Astaghfirullah, Reno!”

Bagas mendekat dan memukul pelan kepala Reno. “Bangsat! Itu kan Mama elu!”

Reno melotot pada Bagas dan mengusap kepalanya. “Sialan, lu!”

“Ren, Renooo!”

Suara itu semakin mendekat. Tak lama muncul seorang wanita paruh baya di depan pintu. Wanita itu nyelonong masuk-membawa sepiring pisang goreng panas dan meletakkannya ke atas meja.

“Ren, lu gak denger gue panggilin?”

Reno meringis. “Maaf, Ma. Halim tadi main gitar, jadinya Reno gak denger.”

Mama Reno cemberut, dia langsung melirik Halim yang tersenyum ramah padanya.

“Eh, Halim? Sudah lama gak main ke sini?”

Halim mendekat dan menyalim tangan Mama Reno. “Iya, Tante. Halim agak sibuk.”

Mama Reno manggut-manggut.

“Tante kok gak pernah nanyain Bagas, ya?” Bagas mencomot satu pisang goreng yang masih mengepul asapnya itu.

Mama Reno mencebik. “Males gue! Bosan gue lihat wajah elu!”

“Ish tega banget, Tante.”

“Kalian mau sampai kapan latihan kayak anak remaja begini? Ingat! Umur sudah cocok untuk kawin! Kapan kalian kawin kalau masih main-main begini?” Mama Reno mulai mengomel.

“Ya elah, Ma. Nanti kalau sudah ada jodohnya ‘kan kawin, Ma.”

“Uuhh, jawab aja kerjaan elu!”

Halim dan Bagas tertawa. Mereka sudah sering melihat kelucuan Reno dan Mamanya kalau latihan di sini.

“Oh iya, Ren! Gue mau pergi bentar sama Bapak. Kalau Bu Widya datang, kasih duitnya, ya?”

“Bu Widya yang nganter, Ma? Bukan anaknya?”

“Kenapa? Lu suka anaknya?” Mama Reno nyerocos.

Reno tertawa sembari memegang tengkuknya.

“Nih, duitnya!” Mama Reno menyerahkan uangnya ke tangan Reno.

“Dah, ya? Gue pergi dulu.”

“Iya, Tante. Hati-hati.”

Bagas yang tak cukup dengan satu pisang goreng, kembali mencomot makanan itu dan mengunyahnya pelan-pelan.

“Memang Bu Widya itu siapa?”

“Oh, tukang tempe. Seminggu 3 kali ngantar tempe ke sini. Tempenya enak. Beda dari yang lain.”

“Terus, tadi ada bahas anaknya?”

Reno senyum-senyum sendiri. “Gue semangat kalau anaknya yang ngantar. Anaknya cantik. Teduh banget gue memandanginya. Sholehah banget dah!”

Halim tersenyum tipis dan geleng-geleng kepala.

“Eh, Lim! Kenapa lu geleng-geleng?” tanya Reno protes.

“Eh, mana ada. Syukur aja gue, lu suka sama cewek. Berarti lu normal,” jawab Halim dengan enteng dan kembali memetik pelan senar gitarnya.

Reno langsung mengambil bantal dan melemparkannya ke arah Halim. “Bangsat!”

Halim hanya tertawa. Haaah, lumayan terhibur sedikit dari rasa rindu menggebu pada gadis itu.

“Lim, lu dulu gimana ‘sih bisa gak jadi nikah?”

Wajah Halim langsung berubah suram ditanya begitu sama Bagas. Dia hanya diam tanpa ingin menjawab.

Reno menatap Bagas dengan tatapan menusuk. “Mulut elu itu memang gak bisa dijaga ya, Gas?”

“Gapapa, Ren. Mungkin gue sama dia gak ditakdirkan berjodoh, Gas. Gue senang kalau dia bahagia bersama Suaminya.” Halim tenang sekali menjawab.

Ada rasa masih tidak rela di hatinya. Cuma mau bagaimana lagi? Jodohnya sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Dan takdir membawanya untuk tidak berjodoh dengan orang yang dia cintai dulu.

“Hem, mungkin kita nikahnya berbarengan kali. Makanya lu gak jadi nikah kemarin. Kita kan sahabat sejati.” Reno tersenyum menepuk sekilas bahu Halim.

Bagas sudah pasang ekspresi ingin muntah.

“Kapan-kapan main ke rumah. Sudah 3 bulan gue di sini, sendirian terus gue di rumah,” ucap Halim. Dia mengambil satu kaleng soft drink dan mulai meneguknya.

“Gampang! Nanti gue sama Reno bakalan sering main ke sana.”

“Assalammu’alaikum. Assalamu'alaikum.”

Kuping Reno langsung berdenyut. “Eh, Wei. Itu suara Adek itu!” Dia langsung ngacir keluar.

Halim dan Bagas saling pandang, kemudian tertawa.

“Kita lihat yuk, Lim? Penasaran gue!”

“Ayo!”

Halim dan Bagas ikut menyusul keluar. Tampak Reno yang selalu sibuk senyum-senyum sendiri, padahal gadis pengantar tempe itu sedang sibuk memasukkan tempe ke dalam plastik.

Halim mengernyit. Dia tampak tidak asing dengan sepeda dan keranjang itu.

‘Sepedanya mirip sekali dengan sepeda gadis itu.’

“Terima kasih ya, Dek?” Reno malu-malu.

Gadis itu tersenyum. “Sama-sama, Bang. Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam, Dek.”

Gadis itu berbalik dan hendak naik sepeda. Di situ juga mata Halim membulat dan jantungnya tiba-tiba berdebar. Refleks dia memegang dadanya.

‘I..itu dia.’

Halim tetap memandanginya hingga sepeda yang membawa gadis itu sudah tak terlihat lagi.

Halim menarik kedua bibirnya. Membentuk senyum tipis yang langsung ditandai dengan munculnya lesung pipi di pipi kanannya.

‘Reno gak bohong. Memandangi wajahnya memang membuat hati teduh. Duh! Kenapa aku jadi gak rela, ya?’

Bagas yang juga ikutan tersenyum menoleh ke arah Halim. Dia menepuk dada Halim.

“Lim! Kenapa lu? Eh, jangan bilang lu terpesona juga sama Adek itu tadi?”

Halim grogi. Dia mengusap tengkuknya. “Gak, ah!”

Halim berbalik dan segera duduk di sofa. Kembali dia meneguk minumannya.

“Lim!”

Halim menoleh pada Bagas yang sibuk menaik turunkan alisnya.

Halim mendengus. “Apaan sih, lu!”

Bagas tertawa lebar. Tak lama Reno masuk lagi ke dalam.

“Ren, Adek itu siapa?” Bagas bertanya sambil menoleh pada Halim yang sudah memasang wajah masam padanya.

“Itu anaknya Bu Widya. Kalian sudah lihat, ya? Manis kan Adek itu?”

Bagas kembali menoleh pada Halim. “Manis, Lim!”

Halim memukul ringan kepala Bagas. “Apa ‘sih, Gas?”

“Siapa nama Adek itu, Ren?”

Reno menatap plafon. Tak lama kemudian dia garuk kepala. “Duh! Gue lupa lagi siapa namanya. Lagian Adek itu gak banyak bicara, terlebih sama gue. Tapi kalau sama Mama gue, dia enak aja tuh ngomong!”

Diam-diam Halim bernafas lega, dan kembali tersenyum tipis.

“Rumahnya di mana, Ren?”

Reno kembali garuk kepala. “Alah! Gue gak tahu lagi.”

“Bodoh amat ‘sih lu jadi orang! Tanya ‘kek!”

“Sialan! Gue kan jarang jumpa, peak! Nanti gue tanya sama Mama, deh! Kenapa lu ngebet banget nanyain dia terus, hah?”

Bagas tersenyum-senyum dan melirik-lirik Halim yang hanya memainkan minuman kaleng itu.

Reno tersenyum dan mengangguk-angguk.

“Lim, lu suka ya sama Adek tadi?”

Halim tersentak. “Apa? Gak, ah!”

“Jangan bohong, Lim! Bisa jadi cinta pandangan pertama. Ya gak, Ren?” Bagas lagi-lagi Menaik turunkan alisnya. Sedang Reno manggut-manggut.

“Tapi lu saingan gue, Lim!” seru Reno. Kemudian disusul ketawa sama Bagas.

Halim mendengus. Tak lama adzan Maghrib berkumandang.

Halim dan Bagas bergegas pulang. Dan hasilnya mereka tidak jadi latihan bareng karena sibuk membahas gadis manis pengantar tempe tadi.

............*****..........

1
Irma Dwi
emang y Kaka adik biarpun udah tua tp kelakuan kayak anak kecil kayak tom and Jerry,,,,

pasti d reuni nanti mantan Halim macem2 makanya hati medi ngak tenang, pasti nanti ada sesuatu yg terjadi, Halim kamu harus sama medina terus, jangan sampai pernah ninggalin medina d acara reuni, jangan kasih cela untuk pelakor ncelakain istri sama bayimu,,,,,
kori fvnky
Biasa
kori fvnky
Kecewa
Mika Saja
wah siap2 ketemu mantan TTM nih si Halim,,,,,,bang Reno kpn nyusul Halim nih
Mulyana
lanjut
Rizky Aidhil Adha
vote buat debay HalMed😅😘
dina
alur ceritanya sederhana, mudah dipahami
Hesty
thoor jgn aa poligami dan pelakorr yachh
semnget buat novwlnya
Jumlan Mokoginta
seru
oca rm
ka, kapan up lagi?
Febrianti Ningrum
kalo jantung bang Halim keluar dari t4nya nanti mesina jadi janda muda.. kasian bang.. sering2 cek up ke dokter ya bang hiihii 😁😁
menik sobul
hilal jodoh
Febrianti Ningrum
emang kamu udah nanya Med sama cewek tadi atau sama halim nya sendiri? jgn langsung beranggapan kalo cewek td itu istrinya halim. harusnya klo gak tau ya bertanya, kan jadi sesat gitu pikirannya. su'udzon kan jadinya sm halim..
Febrianti Ningrum
plisss kakak author yg baik jangan sampai ada kondlik yg beraaat,rumi,njelimet,dan puanjaaaang.. cukup konflik sedikit dan ringan kemudian bisa diatasi dg baik. and than happy ending 😊
Febrianti Ningrum
auto buyar moment romantisnya weeeh
Febrianti Ningrum
😅😅😅😅
Febrianti Ningrum
Cerdas memang si Nona ini, biar meyakinkan kalomitu kata2nya oaknHalim direkam sekalian.. Valid buktinya!
Febrianti Ningrum
Nona jodohin aja sm pak Abbas heehee
Febrianti Ningrum
spek bidadari mah banyak yg antri..
Febrianti Ningrum
hadeeeh nama bagus2 annisa medina kok di panggil me, coba panggilannya agak bagusan dikit, dina apa nisa gt.. risih aja dipanggil me
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!