Menutupi jati dirinya sebagai pemimpin dari dunia bawah yang cukup ditakuti, membuat seorang Kenzo harus tampil dihadapan publik sebagai CEO dari perusahaan Win's Diamond yang sangat besar. Namun sikapnya yang dingin, tegas serta kejam kepada siapa saja. Membuatnya sangat dipuja oleh kaum wanita, yang sayangnya tidak pernah ia hiraukan. Dengan ditemani oleh orang-orang kepercayaannya, yang merupakan sahabatnya juga. Membuat perusahaan serta klan mereka selalu mencapai puncak, namun Kenzo juga hampir setiap hari menjadi sakit kepala oleh ulah mereka.
Hingga pada akhirnya, Kenzo bertemu dengan seorang wanita bernama Aira. Yang membuat hidupnya berubah begitu drastis, bahkan begitu memujanya sampai akhirnya Aira harus pergi dari kehidupan Kenzo dan membawa dua darah daging yang tidak ia ketahui.
Bagaimana kehidupan Kenzo saat kepergian Aira dari kehidupannya serta mengetahui darah dagingnya tumbuh dan hidup dan menjadi anak yang sangat berpengaruh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BMr.K 4.
"Bim, Aira gimana ya?" Shinta merasa khawatir dengan keadaan sahabatnya.
"Mana aku tahu Shin, doain sajalah. Semoga tuan itu tidak bertindak berlebihan pada Aira, lagian juga tu tuan sombong pakek banget dah. Semuat saja kena injek langsung kena gigit, la ini kaki manusia sekecil kaki Aira. Wajar saja dia membalas." Gumam Bima dengan tangan yang merapikan kerjaannya.
"Huh, semoga saja tu anak baik-baik disana." Baik Shinta maupun Bima meneruskan pekerjaannya.
Namun berbeda keadaan di perusahaan Mariot Corp, Aira yang mengikuti langkah Ansel dalam keadaan menunduk. Tidak mengetahui jika dirinya menjadi perhatian banyak orang, karena hampir tidak pernah ada wanita yang berjalan mengikuti orang kepercayaan dari bos mereka.
Dugh!
"Aduh! Maaf tuan, saya tidak sengaja." Aira mengusap keningnya yang merasa ngilu bertabrakan pada tubuh Ansel bagian belakang.
"Silahkan." Ansel tidak menanggapinya, ia mempersilahkan Aira untuk masuk ke dalam lift.
Kedua melanjutkan menuju ke ruangan dimana Kenzo berada, sungguh begitu membingungkan bagi Aira saat ini.
...Astaghfirullah ni orang, senyumannya mahal sekali. Huh, kenapa hari ini nasibku begini. Bunda....
Pintu lift terbuka, mereka berjalan kembali dan kini Ansel sedang mengetuk pintu ruangan yang Aira yakini sebagai ruangan dari Kenzo. Sebelum itu, seorang wanita mendekati mereka.
"Tuan Ansel." Sedikit menundukkan kepalanya, wanita itu memberikan hormatnya.
"Hhmm." Gumam Ansel sebagai jawaban.
"Tuan Kenzo baru saja kedatang tamu, nona Margaret." Lalu wanita itu menyengir, dia adalah Sarah.
Mendengar nama tersebut, membuat Ansel menarik nafas panjang dan mengusap wajah dengan kasar. Sepertinya ia merasakan ada sesuatu yang tidak beres dari kedatangannya tamu wanita tersebut, lalu Ansel meminta Aira untuk ikut bersama Sarah.
"Ayo, ikut saya." Sarah langsung menarik tangan Aira menuju ruangannya yang berada dihadapan pintu tersebut.
Belum saja mereka benar-benar masuk, terdengar suara kegaduhan dan berakhir dengan hancurnya pintu ruangan dari pemilik perusahaan tersebut. Terdapat seorang wanita yang tergeletak atas hancurnya pintu tersebut, sungguh miris sekali keadaannya. Bukannya menolong, Ansel hanya menatapinya dengan tatapan yang begitu dingin.
"Eh, mau kemana?" Sarah menahan Aira yang bergerak.
"Mau nolongin." Sungguh Aira tidak tega melihat wanita itu.
"Sstthh, lebih baik diam saja. Ayo masuk, nyawa kita masih sangat berharga." Sarah dan Aira masuk ke dalam ruangan kerjanya, mereka hanya bisa menyaksikan peristiwa itu dari balik tirai penutup kaca ruangan.
Menjadi pertanyaan besar dalam kepala Aira ketika ia mendapati kejadian itu, bagaimana bisa seorang wanita diperlakukan sekejam dan tidak ada yang menolongnya.
"Singkirkan wanita ja***ng ini, pastikan wajahnya tidak terlihat lagi." Kenzo berdiri dengan kedua tangan di pinggangnya.
"Baik tuan." Ujar Ansel, lalu ia menelfon seseorang.
Dalam rintihannya, wanita itu masih bisa bergerak. Entah kesalahan apa yang telah ia perbuat, sehingga membuat dirinya mendapatkan hal seperti itu. Aira bergidik merinding melihatnya.
"Jangan di lihatin terus, nanti kamu trauma. Oh ya, nama kamu siapa? Aku Sarah, sekretaris perusahaan." Sarah memberikan telapak tangannya dihadapan Aira.
"Eee Aira, ya namaku Aira." Masih dalam keadaan kaget, Aira membalas uluran tangan Sarah.
"Salam kenal ya, kamu ada urusan apa disini? Apa kamu pekerja baru? Tadi sama pak Ansel kan datangnya." Banyaknya pertanyaan yang ditujukan kepada Aira.
"Iya kak, tapi aku bukan pekerja disini." Aira bingung harus menjelaskannya bagaimana.
"Loh, ah pasti kamu tamu tuan Kenzo ya?" Tanya Sarah kembali.
"Sebenarnya, aku disuruh sama tuan itu kemari kak." Aira menceritakan awal mulanya dirinya bisa terlibat dengan Kenzo.
"Mam pus." Ujar Sarah kaget dan kalimatnya terputus-putus dan menggelengkan kepalanya.
Kalimat 'mampus' dari mulut Sarah, semakin membuat Aira ketakutan. Dan benar apa yang ia rasakan, pintu ruangan Sarah terbuka dan terlihat Kenzo bersama Ansel memasuki ruangan tersebut.
"Kau! Tugasmu mulai hari ini, membersihkan ruanganku dan menyiapkan semua keperluanku selama diperusahaan sampai selesai. Setiap hari, tanpa gaji. Jika menolak, maka bersiaplah hidupmu akan bernasib sama dengan wanita tadi. Ansel! Jelaskan padanya, jangan sampai melakukan kesalahan." Kenzo berlalu meninggalkan ruangan dan perusahaan.
"Tunggu!" Aira mencoba berteriak untuk menahan Kenzo, karena dia tidak terima dengan keputusan tersebut.
"Maaf nona, sebaiknya anda melaksanakan perintah tuan. Itu akan lebih baik, mulailah bekerja esok hari. Saya akan mengirimkan penjelasan apa saja yang harus anda lakukan. Permisi." Ansel pun mengikuti jejak Kenzo.
Dalam diamnya, Aira hanya bisa merutuki kebodohannya yang telah mencari masalah pada seorang pria seperti Kenzo. Ingin rasanya dirinya menendang kepala pria itu, dengan seenaknya memutuskan hal yang tidak pernah ia setuju.
"Aira, kamu baik-baik saja? Ayo minum dulu." Sarah memberikan segelas air untuk menenangkannya.
Meneguk air didalam gelas tersebut dengan perlahan, kini air mata itu pun mengalir dengan sendirinya.
"Maaf Ra, bukan aku bermaksud menghakimimu. Namun aku sarankan, lebih baik kamu menuruti apa yang dikatakan oleh tuan Kenzo. Karena ucapannya bukanlah ucapan yang biasa, kamu mengertikan maksudku?" Sarah merasa iba akan nasib Aira.
Tak mampu untuk menjawabnya, Aira hanya menganggukkan kepalanya dengan menghapus air matanya. Setelah merasa tenang dan mengobrol sedikit dengan Sarah. Lalu Aira berpamitam untuk pulang, dengan Sarah yang menghantarkannya sampai ke loby perusahaan.
"Semoga kamu kuat Ra." Lirih Sarah melihat Aira yang berjalan menjauh.